22.10.23

Essay 3: Wawancara Tentang Disonasi Kognitif

 

Essay 3: Wawancara Tentang Disonasi Kognitif

Psikologi Inovasi

Tugas 3 Wawancara Tentang Disonasi Kognitif

Maliqazuhra Iqbal (21310410003)

Dosen pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A.

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Menurut Solomon (2009) teori disonansi kognitif menyatakan bahwa ketika seseorang berhadapan dengan situasi yang tidak konsisten (disonan) antara sikap atau perilakunya, maka akan melakukan suatu tindakan untuk mengatasi situasi “disonan’ melalui perubahan sikap atau perilakunya.Teori disonan menjelaskan mengapa evaluasi terhadap produk cenderung meningkat setelah membeli produk. Misalnya saya mengerti merokok tidak baik bagi kesehatan (elemen kognitif), tapi saya tetap merokok. (perilakunya disonan dengan elemen). Kemudian seseorang berusaha menemukan cara agar mengurangi disonansi, misalnya dengan cara merubah perilaku ‘mengurangi atau berhenti merokok. Implikasi teori disonansi dalam perilaku konsumen bahwa seseorang aktif mencari penjelasan yang mendukung keputusan pembelian yang telah dilakukanya, sehingga pemasaran harus memberikan penguatan yang mendukung keputusannya (Zuhroh).

Menurut WHO(2019), Terdapat lebih dari 22000 orang meninggal dunia karena penggunaan atau terpapar asap tembakau setiap harinya. Rokok mengandung lebih dari 7000 bahan kimia termasuk setidaknya 250 zat berbahaya (Muhammad Iqbal Ravsanjani, 2023).

Festinger mengemukakan bahwa terdapat empat sumber yang menyebabkan disonansi kognitif, yaitu: inkonsistensi logika, nilai budaya, perilaku kepatuhan, & pengalaman di masa lampau. Inkonsistensi logika merupakan logika pemikiran, argumentasi, atau alasan yang saling bertentangan, nilai budaya adalah perbedaan nilai budaya yang berlaku di dalam kognisi individu, perilaku kepatuhan bermakna pendapat mayoritas yang dipaksakan kepada kognisi individu dengan pendapat yang berbeda, sedang pengalaman di masa lampau artinya perbedaan yang didapatkan dari kognisi masa kini dengan pengalaman masa lalu (Muhammad Iqbal Ravsanjani, 2023).

Identitas Subjek

Inisial                           : HRP

Jenis kelamin               : Laki- laki

Usia                             : 20 tahun

Pekerjaan                     : Mahasiswa

Pelaksanaan Wawancara

Hari / tanggal              : Sabtu, 14 Oktober 2023

Pukul                           : 15.45 - 16.30 WIB

Tempat                        : Coffee Shop, Banda Aceh

Isi Wawancara

Saya melakukan wawancara dengan seorang perokok yang bernama HRP. HRP berusia 20 tahun dan telah merokok selama satu tahun terakhir. Ia menghabiskan 2-3 bungkus rokok per hari.

Q: Sejak kapan Anda mulai merokok?

A: Saya mulai merokok sekitar setahun yang lalu. Saat itu, saya sedang mengalami beberapa masalah. Saya merasa stres dan tertekan. Merokok membuat saya merasa lebih tenang dan tidak kepikiran akan masalah yang saya hadapi.

Q: Berapa banyak rokok yang Anda habiskan dalam sehari?

A: Saya biasanya menghabiskan 2-3 bungkus rokok per hari. Itu sekitar 20-30 batang rokok.

Q: Mengapa Anda merokok begitu banyak?

A: Saya merasa merokok membuat saya lebih tenang dan rileks. Saat saya sedang stres atau merasa tertekan, merokok membantu saya untuk melepaskan sejenak dari masalah yang saya hadapi.

Q: Apakah Anda tahu bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan?

A: Ya, saya tahu. Saya tahu bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti kanker, penyakit jantung, dan stroke.

Q: Apakah Anda ingin berhenti merokok?

A: Saya ingin berhenti merokok, tetapi saya merasa sulit untuk melakukannya. Merokok sudah menjadi kebiasaan bagi saya. Saya juga merasa bahwa merokok membantu saya untuk mengatasi stres dan tekanan.

Kesimpulan

Kasus HRP menunjukkan bagaimana disonansi kognitif dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan seseorang sulit untuk berhenti merokok. HRP mengetahui bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, tetapi ia tetap merokok karena merokok membuatnya merasa lebih tenang dan tidak kepikiran akan masalah yang dihadapinya. Hal ini menimbulkan disonansi kognitif, yaitu perasaan tidak nyaman dan tekanan psikologis.

Untuk mengurangi disonansi tersebut, HRP menggunakan berbagai strategi. Salah satunya adalah dengan memodifikasi kognisi yang dimilikinya. Strategi yang digunakan HRP untuk mengurangi disonansi adalah dengan memodifikasi perilakunya. Selain merokok, HRP juga mulai mengonsumsi Vape. Hal ini dilakukan HRP karena ia percaya bahwa Vape lebih aman daripada rokok.

References

Muhammad Iqbal Ravsanjani, B. T. (2023). Disonansi Kognitif pada Perawat yang Merokok. Jurnal Kesehatan Tambusai, 4(2), 1357-1372. Retrieved Oktober 3, 2023

Zuhroh, S. (n.d.). Disonansi Kognitif ,Sikap dan Harga Rokok terhadap Perilaku Konsumsi Perokok. In Proceeding Workshop dan Seminar Nasional Kewirausahaan dengan tema" Meningkatkan Sensitivitas dan Kreativitas Entrepreneur dalam Menghadapi Pasar Global.

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar