Imelta Indriyani
Alfiah/ 19310410062
Fakultas Psikologi
Universitas Poklamasi 45
Yogyakarta
Dosen Pembimbing :
Dr. Arundhati Shinta, MA.
Tidak
bisa dipungkiri, media sosial memungkinkan seseorang berperilaku berbeda sebagaimana
adanya. Seseorang bisa mengkreasi sedemikian rupa sesuai keinginannya. Itu tak
lain karena media sosial adalah dunia virtual. Dikatakan begitu karena apa yang
terjadi sesungguhnya tidak sebagaimana kenyataannya. Maka dari itu, saat
manusia berada dalam media sosial, ia sebenarnya sedang memakai topeng. Topeng
ini berfungsi untuk menutupi keadaan sesungguhnya.
Analoginya,
make up individu dalam masyarakat nyata sebenarnya juga berfungsi untuk
“menutupi” kekurangannya agar terkesan lebih menarik. Anehnya, manusia banyak
yang tertarik untuk memakai make up,
bisa dikatakan agar lebih keren, cantik, ganteng atau percaya diri. Tentu
topeng-topeng individu yang dipakai dalam masyarakat maya lebih nyata terjadi.
Dengan kata lain, ada banyak topeng di sekitar masyarakat maya. Ia bisa dipakai
untuk mencitrakan dirinya sebaik mungkin. Topeng telah mampu menutupi jati diri
seseorang dalam arti yang sesungguhnya. Dengan topeng orang bisa menutupi
segala kekurangannya dan tampil di depan dengan gagah berani serta percaya
diri.
Namun
sekali lagi itu hanyalah topeng. Bisa jadi seseorang menjadi cerewet dan ramai
dalam masyarakat maya, meskipun dalam realitas sesungguhnya dia termasuk
pendiam. Tentu saja orang yang memahami bahwa dunia maya itu dunia sesungguhnya
akan terjebak dan salah memahami sebuah makna. Misalnya, seseorang jatuh cinta
kepada orang lain berdasarkan foto-foto yang dipasang di dunia maya. Ia
mengklaim bahwa yang dicintainya itu sungguh menarik secara fisik. Tetapi, jika
ia bertemu langsung dalam masyarakat nyata, bisa jadi kesan menarik itu akan
berubah total. Meskipun masyarakat maya itu penuh dengan topeng, banyak orang
berbondong-bondong memasukinya. Sherry Turkle(Pando, 2014) pernah mengatakan
salah satu alasan seseorang masuk ke dunia maya adalah ketidakmampuan mereka
untuk berkomunikasi tatap muka dengan orang lain. Pendapat Turkle ini jika
diuraikan lebih lanjut bisa dijelaskan, bahwa yang lebih suka memasuki dunia
maya bisa karena alasan minder, malu, tidak ingin diketahui jati dirinya, atau
hanya untuk sok saja.
Komunitas masyarakat maya tersebut, biasanya
berasal dari orang-orang yang merasa perlu untuk menyembunyikan sesuatunya dari
orang lain, sementara ia sendiri membutuhkan tempat penyaluran. Mereka yang
termasuk kelompok itu bisa jadi menganggap bahwa orang yang mengetahui
kekuranganya akan mengolok-olok. Agar rasa minder tidak terus berlanjut, maka
ia menutupi apa yang melekat pada dirinya. Orang yang termasuk dalam kelompok
ini berupaya memakai topeng-topeng. Topeng-topeng itu akan dipakai sesuai
kondisi dan kesempatan saat dibutuhkan.
Dunia
topeng dalam masyarakat maya juga bisa disebut dengan dunia pura-pura. Dalam
dunia ini orang bisa berpura-pura alim, bijak, sedih, gembira, pintar, cerdas,
empati dan lain-lain. Pura-pura itu akan bisa disesuaikan dengan kebutuhan
situasi dan kondisi. Ada kalanya seseorang beringas, tetapi ada kalanya
mencerminkan dirinya alim.
Dalam
mata kuliah psikologi sosial tentang wawancara dan self-report, ada materi
diskusi yang sangat menarik. Bagaimana ketika kita mewawancarai seseorang, ternyata
orang tersebut sangat pendiam. Padahal bila dilihat sosial medianya, ia
mempunyai data sangat banyak dan sangat berharga. Ia juga responsif jika ada
yang bertanya. Menghadapi hal demikian, kenyataannya memang setiap interviewee (orang yang diwawancara)
mempunyai karakter yang berbeda. Ada yang easy
going, ada yang periang, dan ada pula yang pasif dan pendiam.
Interviewee yang pendiam dan pasif sebenarnya
bukanlah tidak kompeten, hanya saja mereka kurang mampu mengekspresikan
keahlian dan perasaan mereka. Malu menampilkan kelebihan mereka. Rasa tidak
nyaman dalam sebuah situasi sosial bisa mempengaruhi pikiran termasuk dalam hal
pemecahan masalah dan lain sebagainya. Pahami sebab mereka malu. Ada banyak
alasan mengapa mereka menjadi pasif, pendiam dan malu mengekspresikan kelebihan
mereka. Memahami penyebabnya bisa menjadi sebuah solusi untuk membuat mereka
menjadi pribadi yang aktif. Selain itu, bila dirasa mereka memerlukan bantuan
untuk menghadapi sikap tersebut, jangan ragu untuk memberi bantuan, motivasi,
serta dorongan agar mereka bisa lebih aktif.
Biasanya
orang-orang cenderung menghindari komunikasi dengan mereka yang pendiam. Namun,
cara tersebut merupakan sebuah kesalahan besar. Menghindari komunikasi dengan
orang pendiam dan pasif malah hanya membuat mereka lebih menarik diri dari
lingkungan sosial. Oleh karena itu, mereka tetap harus diajak berkomunikasi
dengan rutin agar mereka berfikir bahwa mereka juga bagian dari komunitas. Ikuti
cara mereka berkomunikasi yang nyaman. Mereka perlu dirangkul, jangan sampai
dikucilkan karena akan semakin membuat mereka berdiam diri.
Kita
harus tetap menghargai keterbatasan mereka dan tidak terlalu memaksakan
kehendak, mereka akan merasa lebih tidak nyaman dan semakin menutup diri.
Setelah mereka sudah mulai bisa membuka diri, sebaiknya dukung mereka untuk
menggali potensi diri.
Referensi:
Pando, B. Melkyor. 2014. Hiruk
Pikuk Jaringan Sosial Terhubung, Refleksi Filsafat Teknologi atas Jaringan
Sosial Terhubung. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
Turkle, Sherry. 2011. Alone
Together: Why We Expct More from Technology and Less From Each Other. New
York: Basic Books.
Ship mbak Imel terus berkarya membuat blog" seperti ini
BalasHapusMantap Mel, semangat berkarya
BalasHapusMantul mbak Imel terus berkarya dan tetap semangat di tunggu karya karya selanjutnya
BalasHapusYa begitulah manusia topeng.
BalasHapusDengan topeng manusia lebih.
Mudah mendapatkan kepercayaan jati diri. Meski jati diri harus tertutp oleh topeng.
Mantul wes.. Teruskan bakatmu
Trkadang orang pake "topeng" buat adaptasi sama lingkungan
HapusSemangat sayangkuhhh😅
BalasHapusDi social media kebanyakan kita mencitrakan diri dan bikin online persona sendiri
BalasHapusNgga heran lah kalo banyak yang pake persona diri buat "topeng", kebayang lah itu kayak apa. Kita hidup sperti di dua dunia. Pagi bangun tidur smpe mau tidur lagi, yang di akses media sosial.
Hapus