28.3.20

MEDIA SOSIAL DAN MASYARAKAT TOPENG

Imelta Indriyani Alfiah/ 19310410062
Fakultas Psikologi Universitas Poklamasi 45
Yogyakarta
Dosen Pembimbing : Dr. Arundhati Shinta, MA.


Tidak bisa dipungkiri, media sosial memungkinkan seseorang berperilaku berbeda sebagaimana adanya. Seseorang bisa mengkreasi sedemikian rupa sesuai keinginannya. Itu tak lain karena media sosial adalah dunia virtual. Dikatakan begitu karena apa yang terjadi sesungguhnya tidak sebagaimana kenyataannya. Maka dari itu, saat manusia berada dalam media sosial, ia sebenarnya sedang memakai topeng. Topeng ini berfungsi untuk menutupi keadaan sesungguhnya.
Analoginya, make up individu dalam masyarakat nyata sebenarnya juga berfungsi untuk “menutupi” kekurangannya agar terkesan lebih menarik. Anehnya, manusia banyak yang tertarik untuk memakai make up, bisa dikatakan agar lebih keren, cantik, ganteng atau percaya diri. Tentu topeng-topeng individu yang dipakai dalam masyarakat maya lebih nyata terjadi. Dengan kata lain, ada banyak topeng di sekitar masyarakat maya. Ia bisa dipakai untuk mencitrakan dirinya sebaik mungkin. Topeng telah mampu menutupi jati diri seseorang dalam arti yang sesungguhnya. Dengan topeng orang bisa menutupi segala kekurangannya dan tampil di depan dengan gagah berani serta percaya diri.
Namun sekali lagi itu hanyalah topeng. Bisa jadi seseorang menjadi cerewet dan ramai dalam masyarakat maya, meskipun dalam realitas sesungguhnya dia termasuk pendiam. Tentu saja orang yang memahami bahwa dunia maya itu dunia sesungguhnya akan terjebak dan salah memahami sebuah makna. Misalnya, seseorang jatuh cinta kepada orang lain berdasarkan foto-foto yang dipasang di dunia maya. Ia mengklaim bahwa yang dicintainya itu sungguh menarik secara fisik. Tetapi, jika ia bertemu langsung dalam masyarakat nyata, bisa jadi kesan menarik itu akan berubah total. Meskipun masyarakat maya itu penuh dengan topeng, banyak orang berbondong-bondong memasukinya. Sherry Turkle(Pando, 2014) pernah mengatakan salah satu alasan seseorang masuk ke dunia maya adalah ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi tatap muka dengan orang lain. Pendapat Turkle ini jika diuraikan lebih lanjut bisa dijelaskan, bahwa yang lebih suka memasuki dunia maya bisa karena alasan minder, malu, tidak ingin diketahui jati dirinya, atau hanya untuk sok saja.
 Komunitas masyarakat maya tersebut, biasanya berasal dari orang-orang yang merasa perlu untuk menyembunyikan sesuatunya dari orang lain, sementara ia sendiri membutuhkan tempat penyaluran. Mereka yang termasuk kelompok itu bisa jadi menganggap bahwa orang yang mengetahui kekuranganya akan mengolok-olok. Agar rasa minder tidak terus berlanjut, maka ia menutupi apa yang melekat pada dirinya. Orang yang termasuk dalam kelompok ini berupaya memakai topeng-topeng. Topeng-topeng itu akan dipakai sesuai kondisi dan kesempatan saat dibutuhkan.
Dunia topeng dalam masyarakat maya juga bisa disebut dengan dunia pura-pura. Dalam dunia ini orang bisa berpura-pura alim, bijak, sedih, gembira, pintar, cerdas, empati dan lain-lain. Pura-pura itu akan bisa disesuaikan dengan kebutuhan situasi dan kondisi. Ada kalanya seseorang beringas, tetapi ada kalanya mencerminkan dirinya alim.
Dalam mata kuliah psikologi sosial tentang wawancara dan self-report, ada materi diskusi yang sangat menarik. Bagaimana ketika kita mewawancarai seseorang, ternyata orang tersebut sangat pendiam. Padahal bila dilihat sosial medianya, ia mempunyai data sangat banyak dan sangat berharga. Ia juga responsif jika ada yang bertanya. Menghadapi hal demikian, kenyataannya memang setiap interviewee (orang yang diwawancara) mempunyai karakter yang berbeda. Ada yang easy going, ada yang periang, dan ada pula yang pasif dan pendiam.
Interviewee yang pendiam dan pasif sebenarnya bukanlah tidak kompeten, hanya saja mereka kurang mampu mengekspresikan keahlian dan perasaan mereka. Malu menampilkan kelebihan mereka. Rasa tidak nyaman dalam sebuah situasi sosial bisa mempengaruhi pikiran termasuk dalam hal pemecahan masalah dan lain sebagainya. Pahami sebab mereka malu. Ada banyak alasan mengapa mereka menjadi pasif, pendiam dan malu mengekspresikan kelebihan mereka. Memahami penyebabnya bisa menjadi sebuah solusi untuk membuat mereka menjadi pribadi yang aktif. Selain itu, bila dirasa mereka memerlukan bantuan untuk menghadapi sikap tersebut, jangan ragu untuk memberi bantuan, motivasi, serta dorongan agar mereka bisa lebih aktif.
Biasanya orang-orang cenderung menghindari komunikasi dengan mereka yang pendiam. Namun, cara tersebut merupakan sebuah kesalahan besar. Menghindari komunikasi dengan orang pendiam dan pasif malah hanya membuat mereka lebih menarik diri dari lingkungan sosial. Oleh karena itu, mereka tetap harus diajak berkomunikasi dengan rutin agar mereka berfikir bahwa mereka juga bagian dari komunitas. Ikuti cara mereka berkomunikasi yang nyaman. Mereka perlu dirangkul, jangan sampai dikucilkan karena akan semakin membuat mereka berdiam diri.
Kita harus tetap menghargai keterbatasan mereka dan tidak terlalu memaksakan kehendak, mereka akan merasa lebih tidak nyaman dan semakin menutup diri. Setelah mereka sudah mulai bisa membuka diri, sebaiknya dukung mereka untuk menggali potensi diri.

Referensi:
Pando, B. Melkyor. 2014. Hiruk Pikuk Jaringan Sosial Terhubung, Refleksi Filsafat Teknologi atas Jaringan Sosial Terhubung. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
Turkle, Sherry. 2011. Alone Together: Why We Expct More from Technology and Less From Each Other. New York: Basic Books.

8 komentar:

  1. Ship mbak Imel terus berkarya membuat blog" seperti ini

    BalasHapus
  2. Mantap Mel, semangat berkarya

    BalasHapus
  3. Mantul mbak Imel terus berkarya dan tetap semangat di tunggu karya karya selanjutnya

    BalasHapus
  4. Ya begitulah manusia topeng.
    Dengan topeng manusia lebih.
    Mudah mendapatkan kepercayaan jati diri. Meski jati diri harus tertutp oleh topeng.
    Mantul wes.. Teruskan bakatmu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trkadang orang pake "topeng" buat adaptasi sama lingkungan

      Hapus
  5. Semangat sayangkuhhh😅

    BalasHapus
  6. Di social media kebanyakan kita mencitrakan diri dan bikin online persona sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngga heran lah kalo banyak yang pake persona diri buat "topeng", kebayang lah itu kayak apa. Kita hidup sperti di dua dunia. Pagi bangun tidur smpe mau tidur lagi, yang di akses media sosial.

      Hapus