RESENSI ARTIKEL:
NEGARA MELUPAKAN SEJARAH
TUGAS MATA
KULIAH: PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
NAMA:
I R W A N T O
NIM.
163104101125
PROGRAM
STUDI PSIKOLOGI UMUM
UNIVERSITAS
PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Penulisan sejarah lokal yang
telah dikumandangkan Sartono Katodirdjo, kurang lebih 30 tahun lalu, tampaknya
tak membutuhkan hasil seperti yang dicita-citakan. Garapan sejarah lokal,
secara filosofi, tentu bukan bertujuan untuk membuat identitas kelokalan
menjadi semakin mengeras, melainkan bagaimana kelokalan itu jadi penting untuk
membangun sejarah nasional.
Kelokalan adalah persoalan
ruang yang tak berakhir di tingkat itu, tetapi terus menerus berproses untuk
pada akhirnya tiba pada puncaknya, yaitu sejarah nasional. Dalam banyak hal,
tampaknya sejarah digunakan pada tataran yang sangat rendah saja. Sejarah hanya
diperlukan pada tataran praktis, tidak seperti apa yang diingatkan Bung Karno
untuk tidak sekali-kali melupakan sejarah. Sejarah digunakan sebagai pembenaran
dalam soal klaim mengklaim saja. Misalnya, apa yang terjadi ketika euphoria
pemekaran wilayah terjadi pasca reformasi 1998. Demikian banyak pemerintah
daerah yang melakukan kunjungan ke arsip, baik yang ada di Indonesia maupun di
luar negeri (Belanda) untuk mencari peta dan naskah, yang pada gilirannya untuk
membenarkan klaim sehingga menjadi dasar yang kuat untuk memisahkan diri dari
induknya.
Bukan saja persoalan teori
dan metodologinya yang tak dapat berkembang secepat kemajuan bidang kehidupan
manusia, melainkan yang lebih utama ketiadaan ruang yang dapat dimasuki untuk
melakukan intervensi guna turut memecahkan persoalan kekinian yang dihadapi
Negara. Yang lebih parah, kekerasan menjadi alternatif lainnya demi pemekaran
itu. Oleh karena itu, tidak jarang benturan terjadi di akar rumput yang
akhirnya menyisakan bibit-bibit konflik ibarat api dalam sekam. Bukan itu saja,
banyak wilayah yang mekar hanya jalan di tempat. Mereka hanya mampu untuk
menghidupi pegawainya, tetapi tidak memiliki dana yang cukup untuk melakukan
pembangunan. Akhirnya sejarah dianggap sebagai catatan untuk kepentingan
seseorang mendapatkan gelar kesarjanaan sehingga hasilnya tak dapat digunakan
untuk menyelesaikan persoalan kekinian yang dihadapi oleh Negara. Keadaan yang
demikian ini tampak seolah-olah Negara melupakan sejarah. Mengabaikan catatan,
ibarat mengerjakan sesuatu dimulai dari titik nol, tanpa menyadari bahwa
pengetahuan sejarah adalah gudang informasi, gudang pengetahuan yang dapat
dijadikan basis sebagai langkah untuk membangun kebijakan. Kita tidak tahu sejarah
mana tulisan naskah akademik dalam pembuatan satu kebijakan telah melibatkan
sejarawan dan di dalamnya. Jangan-jangan Negara memang sudah melupakan sejarah.
Hal-hal yang negatif dalam penulisan opini
yang berjudul Negara melupakan sejarah adalah dalam wacana opini ini, hanya
memberikan suatu pengetahuan tetapi tidak memberikan suatu bukti, kalau
pemerintah melupakan sejarah. Pembahasannya seharusnya lebih di fokuskan pada
sejarah bukan Cuma pada pengetahuan saja melaingkan memberikan fakta-fakta atau
contoh yang riil supaya masyarakat bisa memahami secara rinci lagi. Sebagian
ada pembahasan masalah konflik hubungannya dengan Negara melupakan sejarah
harus di jelaskan lagi secara jelas.
Hal-hal yang
positif dalam penulisan opini yang berjudul “post-sekuler”, adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan pengetahuan
tentang sejarah, walaupun di dalam opini belum tuntas, sehingga ada beberapa
manfaat yang kita ambil dalam penulisan opini
tersebut.
2. Bidang ilmu yang memfokuskan
kajiannya atas manusia, terutama ilmu sejarah berarti tidak pernah melupakan
yang namanya sejarah karena itu merupakan pengalaman yang tidak bisa dilupakan
begitu saja.
3. Sejarah bisa dijadikan
sebagai bahan pembelajaran supaya tidak dilupakan begitu saja, walaupun zaman
bergantikan dengan zaman modern tetapi yang namanya sejarah itu merupakan masa
lalu yang tidak akan bisa dilupan begitu saja.
4. Dalam opini ini, sudah
dijelaskan perbedaan antara sejarah lokal dengan sejarah nasional secara detail
dan contohnya masing-masing.
5. Pembahasannya mudah di pahami
oleh masyarakar karena kalimatnya mudah dipahami dan dimengerti oleh setiap
perkembangan usia.
Sumber:
Mappangara, S. (2016). Negara Melupakan Sejarah. Kompas, 19 Mei, Halaman 6.
Mas Irwanto itu kuliah di Psikologi to? Keren ya.
BalasHapusMas Irwanto, boleh dong saya konsul. Tulisannya bagus, pasti kualitas konselingnya juga keren. Mantab. Cara ketemu mas Irwanto bagaimana ya? Saya harus ke kampusnya? Cepet jawab ya.
BalasHapus