RESENSI ARTIKEL:
MEMBUBARKAN PARPOL KORUP
TUGAS MATA
KULIAH: PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI
NAMA:
I R W A N T O
NIM.
163104101125
PROGRAM
STUDI PSIKOLOGI UMUM
UNIVERSITAS
PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Jerat hukuman yang kian
berat bukannya menitahkan efek pencegah bagi pelaku, tetapi justru memacu
mereka mengembangkan modus korupsi dari sederhana menjadi makin canggihdan
rumit. Tujuannya agar korupsi yang dilakukan lepas dari jerat hukum dan mereka
dapat terus melenggang bebas menikmati uang hasil korupsi. Pelaku korupsi tak
lagi terbatas individu pejabat atau penyelenggara Negara, tetapi juga penegak
hukum, swasta dan terakhir parpol. Dakwaan kasus korupsi proyek KTP elektronik
yang baru mulai disidangkan mengindikasikan beberapa parpol besar terlibat atau
kebagian uang hasil korupsi. Terkait dengan itu, niscaya jika rakyat, terutama
cendekiawan, mulai mengancah aturan hukum yang mengatur hukuman pidana atau
pembubaran terhadap parpolyang terlibat korupsi karena keterlibatan ini bukan
hanya kian memelaratkan dan menyulitkan rakyat, lebih dari itu makin mengoyak
rasa keadilan rakyat.
Pasal 47 UU Nomor 2 Tahun
2011 hanya mengatur sanksi administrasi, teguran, dan penghentian bantuan
keuangan. Sanksi administrasi berupa penolakan pendaftaran parpol jika tak
memenuhi syarat pendirian, seperti tidak didaftarkan paling sedikit oleh 50 orang, tak memenuhi
syarat 30 persen keterwakilan perempuan dan tak mewakili anggaran dasar yang
memuat asas dan ciri parpol, visi dan misi parpol, nama, lambang, dan tanda
gambar parpol, tujuan dan fungsi parpol. Sanksi teguran pemerintah dikenakan
terhadap parpol yang nama, lambang atau tanda gambar punya persamaan pada
pokoknya atau keseluruhan dengan nama, lambang atau tanda gambar yang telah
dipakai secara sah oleh parpol lain sesuai peraturan perundang-undangan.
Sanksi penghentian bantuan
keuangan dari APBN/APBD dikenakan bagi parpol yang tak mengamalkan pancasila,
melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan. Selain itu, juga tak
memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI; tak berpartisipasi dalam
pembangunan; tak menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi
manusia. Tak melakukan pendidikan politik, tak menyalurkan aspirasi anggotanya;
tak menyukseskan pemilu dan tak memelihara ketertiban. Karena itu, DPR harus
berani memasukkan sanksi pidana dan pembubaran parpol yang terlibat korupsi.
Meski hukum positif saat ini
melindungi parpol korupsi dari sanksi pidana, tidaklah demikian dengan sanksi
pembubaran. Kendati tak bersifat organis khusus, hukum positif telah mengatur
peluang pembubaran terhadap parpol korupsi sebagaimana ketentuan Pasal 24C Ayat
(1) UUD 1945 telah menisbahkan wewenan kepada mahkamah konstitusi membubarkan
parpol. Norma Pasal 24C Ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Pasal 10 UU Nomor 24
Tahun 2003 tentang MK. Selanjutnya MK mengatur hukum acara pembubaran parpol
dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 12 Tahun 2008.
Namun, mungkin karena kurang
cermat, MK justru melakukan penyimpangan dalam mengatur pihak yang dapat
mengajukan permohonan pembubaran parpol. Pasal 3 PMK Nomor 12 Tahun 2008
membatasi hanya pemerintah dapat diwakili Jaksa Agung dan/atau menteri yang
dapat menjadi permohonan parpol. Pengaturan itu bukan saja tak memiliki dasar
hukum dan rasionalitas pengaturan yang baik, melainkan juga merampas dan
membelenggu hak konstitusional rakyat untuk memperoleh keadilan.
Hal-hal yang negatif dalam penulisan opini
yang berjudul membubarkan parpol korup adalah dalam penulisan opini ini tidak menuliskan
hukuman yang maksimal terhadap yang melakuka korupsi bagi pihak pemerintah yang
melakukan seperti parpol. Tetapi hanya menceritakan UU nya saja seperti wacana
tetapi tidak ada realita yang di lapangan. Parpol yang melakukan korupsi
seakan-akan dilindungi hukum, tetapi kalau seorang rakyat kecil, miskin
melakukan pencurian sandal jepit seakan-akan di hokum mati, dimana keadilan di
negeri Indonesia sekarang. Apakah hanya hokum bisa diperjual beli, siapa yang
punya banyak uang dialah pemenangnya tetapi realita sekarang bisa dilihat.
Korupsi-korupsi sekarang di KTP elektronik merupakan orang-orang besar baik
itu, dari parpol maupun orang pejabat. Seharusnya hukum di tegakkan untuk
mencapai keadilan yang benar-benar adil di muka bumi pertiwi Indonesia. Supaya
budaya korupsi di Indonesia bisa di hilangkan sampai seakar-akarnya.
Pembubaran
parpol jangan cuma wacana saja, tetapi kerjakan dengan bukti dilapangan. Jangan
bodohin rakyat atau masyarakat tetapi mereka mau lihat bukti.
Hal-hal yang
positif dalam penulisan opini yang berjudul “membubarkan parpol korup”, adalah
sebagai berikut:
1. Dalam wanaca di opini ini
sudah menjelaskan cara pembubaran parpol kalau terindikasi korusi.
2. Bentuk-bentuk korupsi sudah
di jelaskan di dalam wacana opini tersebut, sehingga masyarakat dapat memahami
yang di maksud dengan korupsi tersebut.
3. Sebaiknya penjabaran ini
lebih di utamakan pada konteksnya yaitu korupsi jangan terlalu mendalam
pembahasannya mengenai pasal-pasalnya saja.
4. Pemahaman wacananya mudah di
mengerti.
Sumber:
Yakub, I. B. (2017). Membubarkan Parpol Korup. Kompas, 23 Maret, Halaman 7.
0 komentar:
Posting Komentar