30.5.17

RESENSI ARTIKEL: MEMBUBARKAN PARPOL KORUP



RESENSI ARTIKEL:
MEMBUBARKAN PARPOL KORUP

TUGAS MATA KULIAH: PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI



 
NAMA: I R W A N T O
NIM. 163104101125

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UMUM
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

Jerat hukuman yang kian berat bukannya menitahkan efek pencegah bagi pelaku, tetapi justru memacu mereka mengembangkan modus korupsi dari sederhana menjadi makin canggihdan rumit. Tujuannya agar korupsi yang dilakukan lepas dari jerat hukum dan mereka dapat terus melenggang bebas menikmati uang hasil korupsi. Pelaku korupsi tak lagi terbatas individu pejabat atau penyelenggara Negara, tetapi juga penegak hukum, swasta dan terakhir parpol. Dakwaan kasus korupsi proyek KTP elektronik yang baru mulai disidangkan mengindikasikan beberapa parpol besar terlibat atau kebagian uang hasil korupsi. Terkait dengan itu, niscaya jika rakyat, terutama cendekiawan, mulai mengancah aturan hukum yang mengatur hukuman pidana atau pembubaran terhadap parpolyang terlibat korupsi karena keterlibatan ini bukan hanya kian memelaratkan dan menyulitkan rakyat, lebih dari itu makin mengoyak rasa keadilan rakyat.
Pasal 47 UU Nomor 2 Tahun 2011 hanya mengatur sanksi administrasi, teguran, dan penghentian bantuan keuangan. Sanksi administrasi berupa penolakan pendaftaran parpol jika tak memenuhi syarat pendirian, seperti tidak didaftarkan  paling sedikit oleh 50 orang, tak memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan dan tak mewakili anggaran dasar yang memuat asas dan ciri parpol, visi dan misi parpol, nama, lambang, dan tanda gambar parpol, tujuan dan fungsi parpol. Sanksi teguran pemerintah dikenakan terhadap parpol yang nama, lambang atau tanda gambar punya persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan nama, lambang atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh parpol lain sesuai peraturan perundang-undangan.
Sanksi penghentian bantuan keuangan dari APBN/APBD dikenakan bagi parpol yang tak mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan. Selain itu, juga tak memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI; tak berpartisipasi dalam pembangunan; tak menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. Tak melakukan pendidikan politik, tak menyalurkan aspirasi anggotanya; tak menyukseskan pemilu dan tak memelihara ketertiban. Karena itu, DPR harus berani memasukkan sanksi pidana dan pembubaran parpol yang terlibat korupsi.
Meski hukum positif saat ini melindungi parpol korupsi dari sanksi pidana, tidaklah demikian dengan sanksi pembubaran. Kendati tak bersifat organis khusus, hukum positif telah mengatur peluang pembubaran terhadap parpol korupsi sebagaimana ketentuan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 telah menisbahkan wewenan kepada mahkamah konstitusi membubarkan parpol. Norma Pasal 24C Ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Selanjutnya MK mengatur hukum acara pembubaran parpol dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 12 Tahun 2008.
Namun, mungkin karena kurang cermat, MK justru melakukan penyimpangan dalam mengatur pihak yang dapat mengajukan permohonan pembubaran parpol. Pasal 3 PMK Nomor 12 Tahun 2008 membatasi hanya pemerintah dapat diwakili Jaksa Agung dan/atau menteri yang dapat menjadi permohonan parpol. Pengaturan itu bukan saja tak memiliki dasar hukum dan rasionalitas pengaturan yang baik, melainkan juga merampas dan membelenggu hak konstitusional rakyat untuk memperoleh keadilan.    

        Hal-hal yang negatif dalam penulisan opini yang berjudul membubarkan parpol korup adalah  dalam penulisan opini ini tidak menuliskan hukuman yang maksimal terhadap yang melakuka korupsi bagi pihak pemerintah yang melakukan seperti parpol. Tetapi hanya menceritakan UU nya saja seperti wacana tetapi tidak ada realita yang di lapangan. Parpol yang melakukan korupsi seakan-akan dilindungi hukum, tetapi kalau seorang rakyat kecil, miskin melakukan pencurian sandal jepit seakan-akan di hokum mati, dimana keadilan di negeri Indonesia sekarang. Apakah hanya hokum bisa diperjual beli, siapa yang punya banyak uang dialah pemenangnya tetapi realita sekarang bisa dilihat. Korupsi-korupsi sekarang di KTP elektronik merupakan orang-orang besar baik itu, dari parpol maupun orang pejabat. Seharusnya hukum di tegakkan untuk mencapai keadilan yang benar-benar adil di muka bumi pertiwi Indonesia. Supaya budaya korupsi di Indonesia bisa di hilangkan sampai seakar-akarnya.
            Pembubaran parpol jangan cuma wacana saja, tetapi kerjakan dengan bukti dilapangan. Jangan bodohin rakyat atau masyarakat tetapi mereka mau lihat bukti.                   

Hal-hal yang positif dalam penulisan opini yang berjudul “membubarkan parpol korup”, adalah sebagai berikut:
1.      Dalam wanaca di opini ini sudah menjelaskan cara pembubaran parpol kalau terindikasi korusi.
2.      Bentuk-bentuk korupsi sudah di jelaskan di dalam wacana opini tersebut, sehingga masyarakat dapat memahami yang di maksud dengan korupsi tersebut.
3.      Sebaiknya penjabaran ini lebih di utamakan pada konteksnya yaitu korupsi jangan terlalu mendalam pembahasannya mengenai pasal-pasalnya saja.  
4.      Pemahaman wacananya mudah di mengerti.    

Sumber:
Yakub, I. B. (2017). Membubarkan Parpol Korup. Kompas, 23 Maret, Halaman 7.       

                         

                                                    

0 komentar:

Posting Komentar