21.7.24

Jawaban Ujian Akhir Semester Psikologi Industri dan Organisasi

 

Penerapan Skema Persepsi Paul A. Bell dalam Meningkatkan Kreativitas Karyawan di Lingkungan Kerja

Ujian Akhir Semester Psikologi Industri & Organisasi dengan Dosen Pengampu

Dr., Dra. Arundati Shinta, MA

Liyana Nofiasari (23310410049)

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Kreativitas di tempat kerja menjadi semakin penting dalam dunia yang terus berkembang dan penuh tantangan. Skema persepsi, menurut teori Paul A. Bell et al. (2013), dapat digunakan sebagai kerangka kerja untuk memahami dan meningkatkan kreativitas individu. Skema persepsi adalah kerangka mental yang membantu individu dalam memahami dan memproses informasi, yang memengaruhi cara berperilaku dan berpikir. Dalam lingkungan kerja yang dinamis dan kompetitif, kemampuan untuk berpikir kreatif dan menghasilkan solusi inovatif menjadi aset yang sangat berharga bagi individu maupun organisasi.

Penerapan skema persepsi positif dapat membantu individu untuk lebih terbuka terhadap pengalaman baru dan ide-ide inovatif. Menurut Bell et al. (2013), individu yang memiliki persepsi positif terhadap lingkungan lebih cenderung melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang, daripada sebagai ancaman. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki persepsi positif lebih termotivasi untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan berani mengambil risiko yang diperlukan untuk menghasilkan inovasi. Misalnya, lingkungan kerja yang mendukung juga memainkan peran penting dalam membentuk skema persepsi positif. Sebagai contoh, Google, melalui program-program seperti "20% time" memberikan kebebasan bagi karyawan untuk mengeksplorasi proyek-proyek pribadi, yang tidak hanya mendorong kreativitas tetapi juga memperkaya skema persepsi mereka dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan baru (Jitendra et al., 2014).

Salah satu langkah utama dalam mengembangkan kreativitas di tempat kerja adalah dengan mengembangkan skema persepsi positif. Menurut Bell et al. (2013), individu dengan skema persepsi yang positif cenderung lebih terbuka terhadap pengalaman baru dan ide-ide inovatif. Mereka melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang. Untuk mengembangkan skema persepsi positif, penting bagi organisasi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung. Misalnya, perusahaan dapat menyediakan program pelatihan yang fokus pada pengembangan keterampilan kreatif dan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengeksplorasi ide-ide baru. Studi menunjukkan bahwa lingkungan yang penuh dengan dukungan sosial, kebebasan berekspresi, dan kesempatan untuk bereksperimen mendorong individu untuk berpikir kreatif (Jupri & Drijvers, 2016). Contoh penerapan ini adalah perusahaan Google, yang dikenal karena lingkungan kerja yang inovatif dan mendukung kreativitas. Google menyediakan berbagai fasilitas dan program yang mendukung kreativitas karyawan, seperti ruang kerja yang fleksibel, waktu yang dialokasikan untuk proyek pribadi, dan budaya kerja yang menghargai inovasi. Program "20% time" di Google memungkinkan karyawan untuk menghabiskan 20% waktu kerja mereka untuk mengerjakan proyek-proyek pribadi yang mereka minati. Program ini tidak hanya memberikan kebebasan berekspresi tetapi juga mendorong karyawan untuk mengeksplorasi ide-ide baru tanpa takut gagal (Gersten et al., 2013). Studi menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang mendukung memungkinkan karyawan untuk mengembangkan dan mengaplikasikan ide-ide kreatif mereka secara efektif. Penelitian juga menunjukkan bahwa interaksi sosial yang dinamis di Google memperkaya skema persepsi individu dan memunculkan ide-ide inovatif (Sweller et al., 2012).

Meskipun demikian, terdapat beberapa hambatan yang  menghambat pengembangan kreativitas. Salah satunya adalah skema persepsi negatif. Individu dengan skema persepsi yang negatif cenderung melihat tantangan sebagai ancaman daripada peluang. Persepsi negatif ini dapat menghambat kreativitas karena individu cenderung menghindari risiko dan perubahan (Sarwono, 2015). Lingkungan yang restriktif juga dapat menghambat kreativitas. Lingkungan yang membatasi kebebasan berekspresi dan eksperimen dapat menghambat kreativitas. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan yang penuh dengan tekanan dan kontrol ketat cenderung menekan inisiatif kreatif. Selain itu, isolasi sosial juga dapat menghambat pertukaran ide dan perspektif yang diperlukan untuk kreativitas. Kurangnya interaksi sosial dapat membatasi inspirasi dan inovasi (Jitendra et al., 2014).

Berdasarkan penjelasan diatas, ketika organisasi ingin meningkatkan kreativitas di tempat kerja, penting bagi organisasi untuk dapat mengembangkan skema persepsi positif dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, memberikan kesempatan untuk eksplorasi, dan menghindari hambatan seperti skema persepsi negatif dan lingkungan yang restriktif. Dengan memahami dan menerapkan langkah-langkah ini, individu dan organisasi dapat meningkatkan kemampuan untuk menjadi kreatif dan inovatif. 

Daftar Pustaka

Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2013). Environmental Psychology. Psychology Press.

Gersten, R., Chard, D. J., Jayanthi, M., Baker, S. K., Morphy, P., & Flojo, J. (2013). Mathematics instruction for students with learning disabilities: A meta-analysis of instructional components. Review of Educational Research, 79, 1202–1242.

Jitendra, A. K., Rodriguez, M., Kanive, R. G., Huang, J.-P., Church, C., Corroy, K. C., & Zaslofsky, A. F. (2014). Impact of small-group tutoring interventions on the mathematical problem solving and achievement of third grade students with mathematics difficulties. Learning Disability Quarterly, 36, 21–35.

Jupri, A., & Drijvers, P. (2016). Student difficulties in mathematizing word problems in algebra. EURASIA Journal of Mathematics, Science, & Technology Education, 12(9), 2481–2502.

Sarwono, S. W. (2015). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

Sweller, J., Ayres, P., & Kalyuga, S. (2012). Cognitive Load Theory. Springer.

0 komentar:

Posting Komentar