Penerapan Skema Persepsi Paul A. Bell dalam Meningkatkan
Kreativitas Karyawan di Lingkungan Kerja
Ujian
Akhir Semester Psikologi Industri & Organisasi dengan Dosen Pengampu
Dr., Dra. Arundati
Shinta, MA
Liyana
Nofiasari (23310410049)
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Kreativitas di tempat kerja menjadi semakin
penting dalam dunia yang terus berkembang dan penuh tantangan. Skema persepsi,
menurut teori Paul A. Bell et al. (2013), dapat digunakan sebagai kerangka
kerja untuk memahami dan meningkatkan kreativitas individu. Skema persepsi
adalah kerangka mental yang membantu individu dalam memahami dan memproses
informasi, yang memengaruhi cara berperilaku dan berpikir. Dalam lingkungan
kerja yang dinamis dan kompetitif, kemampuan untuk berpikir kreatif dan
menghasilkan solusi inovatif menjadi aset yang sangat berharga bagi individu
maupun organisasi.
Penerapan skema persepsi positif
dapat membantu individu untuk lebih terbuka terhadap pengalaman baru dan
ide-ide inovatif. Menurut Bell et al. (2013), individu yang memiliki persepsi
positif terhadap lingkungan lebih cenderung melihat tantangan sebagai peluang
untuk belajar dan berkembang, daripada sebagai ancaman. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki persepsi positif lebih
termotivasi untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan berani mengambil risiko yang
diperlukan untuk menghasilkan inovasi. Misalnya, lingkungan kerja yang
mendukung juga memainkan peran penting dalam membentuk skema persepsi positif.
Sebagai contoh, Google, melalui program-program seperti "20% time"
memberikan kebebasan bagi karyawan untuk mengeksplorasi proyek-proyek pribadi,
yang tidak hanya mendorong kreativitas tetapi juga memperkaya skema persepsi
mereka dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan baru (Jitendra et al., 2014).
Salah satu langkah utama dalam
mengembangkan kreativitas di tempat kerja adalah dengan mengembangkan skema
persepsi positif. Menurut Bell et al. (2013), individu dengan skema persepsi
yang positif cenderung lebih terbuka terhadap pengalaman baru dan ide-ide
inovatif. Mereka melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan
berkembang. Untuk mengembangkan skema persepsi positif, penting bagi organisasi
untuk menciptakan lingkungan yang mendukung. Misalnya, perusahaan dapat
menyediakan program pelatihan yang fokus pada pengembangan keterampilan kreatif
dan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengeksplorasi ide-ide baru.
Studi menunjukkan bahwa lingkungan yang penuh dengan dukungan sosial, kebebasan
berekspresi, dan kesempatan untuk bereksperimen mendorong individu untuk
berpikir kreatif (Jupri & Drijvers, 2016). Contoh penerapan ini adalah
perusahaan Google, yang dikenal karena lingkungan kerja yang inovatif dan
mendukung kreativitas. Google menyediakan berbagai fasilitas dan program yang
mendukung kreativitas karyawan, seperti ruang kerja yang fleksibel, waktu yang
dialokasikan untuk proyek pribadi, dan budaya kerja yang menghargai inovasi.
Program "20% time" di
Google memungkinkan karyawan untuk menghabiskan 20% waktu kerja mereka untuk
mengerjakan proyek-proyek pribadi yang mereka minati. Program ini tidak hanya
memberikan kebebasan berekspresi tetapi juga mendorong karyawan untuk
mengeksplorasi ide-ide baru tanpa takut gagal (Gersten et al., 2013). Studi
menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang mendukung memungkinkan karyawan untuk
mengembangkan dan mengaplikasikan ide-ide kreatif mereka secara efektif.
Penelitian juga menunjukkan bahwa interaksi sosial yang dinamis di Google
memperkaya skema persepsi individu dan memunculkan ide-ide inovatif (Sweller et
al., 2012).
Meskipun demikian, terdapat beberapa
hambatan yang menghambat pengembangan
kreativitas. Salah satunya adalah skema persepsi negatif. Individu dengan skema
persepsi yang negatif cenderung melihat tantangan sebagai ancaman daripada
peluang. Persepsi negatif ini dapat menghambat kreativitas karena individu
cenderung menghindari risiko dan perubahan (Sarwono, 2015). Lingkungan yang
restriktif juga dapat menghambat kreativitas. Lingkungan yang membatasi
kebebasan berekspresi dan eksperimen dapat menghambat kreativitas. Penelitian
menunjukkan bahwa lingkungan yang penuh dengan tekanan dan kontrol ketat
cenderung menekan inisiatif kreatif. Selain itu, isolasi sosial juga dapat
menghambat pertukaran ide dan perspektif yang diperlukan untuk kreativitas.
Kurangnya interaksi sosial dapat membatasi inspirasi dan inovasi (Jitendra et
al., 2014).
Berdasarkan penjelasan diatas, ketika organisasi ingin meningkatkan kreativitas di tempat kerja, penting bagi organisasi untuk dapat mengembangkan skema persepsi positif dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, memberikan kesempatan untuk eksplorasi, dan menghindari hambatan seperti skema persepsi negatif dan lingkungan yang restriktif. Dengan memahami dan menerapkan langkah-langkah ini, individu dan organisasi dapat meningkatkan kemampuan untuk menjadi kreatif dan inovatif.
Daftar Pustaka
Bell,
P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2013). Environmental
Psychology. Psychology Press.
Gersten,
R., Chard, D. J., Jayanthi, M., Baker, S. K., Morphy, P., & Flojo, J.
(2013). Mathematics instruction for students with learning disabilities: A
meta-analysis of instructional components. Review of Educational Research,
79, 1202–1242.
Jitendra,
A. K., Rodriguez, M., Kanive, R. G., Huang, J.-P., Church, C., Corroy, K. C.,
& Zaslofsky, A. F. (2014). Impact of small-group tutoring interventions on
the mathematical problem solving and achievement of third grade students with
mathematics difficulties. Learning Disability Quarterly, 36, 21–35.
Jupri,
A., & Drijvers, P. (2016). Student difficulties in mathematizing word
problems in algebra. EURASIA Journal of Mathematics, Science, &
Technology Education, 12(9), 2481–2502.
Sarwono,
S. W. (2015). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program
Pascasarjana Prodi Psikologi UI.
Sweller, J., Ayres, P., &
Kalyuga, S. (2012). Cognitive Load Theory. Springer.
0 komentar:
Posting Komentar