23.6.24

Tugas Essay UAS: Psikologi Lingkungan - Oleh Bunga Anggreani

DOSEN PENGAMPU : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

NAMA : Bunga Anggreani

NIM : 22310410169

KELAS : SJ

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

PERILAKU TIDAK PEDULI PADA MASYARAKAT TERHADAP SAMPAH PRODUKSI SENDIRI




Alam dan lingkungan diciptakan agar dapat difungsikan oleh manusia dengan baik dan benar. Sementara itu, sifat manusia sangat majemuk, termasuk sifat antroposentris, yang selalu menginginkan yang terbaik bagi dirinya, sehingga kadang-kadang kurang mampu memperlakukan alam dan lingkungan dengan baik. Ego yang tinggi sering mengalahkan hati nurani ketika berhadapan dengan alam, sehingga tidak mengherankan jika terjadi banyak kerusakan atau bencana karena ulah manusia. Kebakaran hutan, polusi udara, pencemaran air, atau bencana lain, dapat terjadi karena manusia tidak peka dalam memperlakukan alam sekitarnya.Campur tangan manusia sering terlalu jauh, sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu.

Memahami dan memperlakukan lingkungan tentu saja tidak lepas dari aturan pemerintah yang berlaku. Pemerintah dan negara memiliki otoritas untuk mengatur keberadaan alam yang ada dalam wilayahnya. Di Indonesia dikenal beberapa Undang-Undang Lingkungan hidup seperti Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang ini, antara lain, berisi tentang pengertian lingkungan hidup, pengelolaan lingkungan hidup, dan konservasi sumber daya alam. Pada tahun 2009, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu materi di dalamnya adalah membahas mengenai penegakan hukum yang berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan. Pada tahun 2014, pemerintah kembali mengeluarkan Undang-Undang Nomor 37 tentang Konservasi Tanah dan Air dan Undang-Undang Nomor 32 tentang Kelautan. Melihat keberadaan berbagai undang-undang tersebut, sebenarnya, sudah jelas bahwa alam dan lingkungan di sebuah negara menjadi tanggung jawab pemerintah dalam mengatur pengelolaannya. Oleh karenanya, setiap perlakuan kepada lingkungan seharusnya mengacu pada undang-undang tersebut.

Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi alam, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Di sini disebutkan bahwa lingkungan hidup bersifat luas, meliputi berbagai aspek dalam lingkungan. Lingkungan yang ada di sekeliling manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan alamiah dan lingkungan buatan. Lingkungan alamiah dapat dilihat secara fisik, misalnya pegunungan, lautan, pemandangan, sementara lingkungan buatan biasanya sengaja diciptakan manusia untuk tujuan yang lebih spesifik, misalnya membuat lingkungan hutan buatan di taman agar tampak alamiah, atau lingkungan kota kecil buatan yang sering dinamakan kota satelit. Pada abad 21, lingkungan merupakan tantangan besar bagi seluruh umat manusia. Perkembangan teknologi yang begitu luar biasa, bonus demografi, dan situasi alam yang terus berubah membawa dampak bagi kualitas kehidupan manusia. Di tengah ketidakseimbangan lingkungan inilah sesungguhnya psikologi lingkungan sangat diharapkan hadir untuk turut menyumbangkan ide, gagasan, dan tindakan nyata bagi masa depan lingkungan.Paul A. Bell, pada tahun 1978, mengatakan bahwa psikologi lingkungan adalah ilmu tentang saling hubungan antartingkah laku dengan lingkungan buatan maupun alamiah. 

Persepsi adalah salah satu proses kognisi dasar dalam kehidupan manusia. Proses ini berlangsung sejak lahir dan berkembang memainkan peranan dalam hidup sehari-hari. Persepsi merupakan tahap pertama dalam peneriman informasi, sehingga menjadi dasar evaluasi dalam memberikan respons ke sekeliling. Persepsi lingkungan memiliki peran mirip dalam kerangka psikologi lingkungan. Riset dan teori dalam psikologi lingkungan juga membahas individu mengelola kognisinya untuk merespons lingkungannya (Mira & Real, 200

Ada dua pandangan yang berkaitan dengan proses persepsi, yaitu pandangan konvensional yang disejajarkan dengan pandangan konstruksional, dan pandangan fungsional. Pandangan konvensional ini mengaitkan antara stimulus – penginderaan – persepsi, yang melibatkan konstruktivisme, dan fungsi aktif kesadaran, sehingga disebut juga pandangan fungsional. Pandangan kedua adalah pandangan ekologi yang dikemukakan oleh Gibson (Fisher, Bell, & Baum, 1984). Pandangan ini menekankan pada interpretasi hasil proses faali. Menurut Gibson, persepsi terjadi secara spontan dan langsung (holistik) yang disebabkan oleh organisme yang selalu ingin mengeksplorasi lingkungannya, dengan melibatkan setiap objek, dan objek tersebut menonjolkan sifat-sifat khasnya. Sifat-sifat ini mempunyai makna tertentu dan oleh Gibson disebut affodances (kemanfaatan). Kemanfaatan suatu stimulus lingkungan dapat diubah oleh manusia, tetapi justru di sini ada peluang terganggunya ekosistem, sehingga kemanfaatan tersebut menjadi hilang.

                                                                  Skema paul A Bell

Dari skema diatas persepsi seseorang terhadap objek dapat menimbulkan dampak yang berkelanjutan. Jika seseorang mempersepsikan sesuatu dan masih berada dalam batas optimal atau ambang batas, maka individu tersebut berada dalam keadaan seimbang (homeostatis). Sebaliknya, apabila persepsi tersebut tidak dapat diterima dan melampaui batas kemampuan penerimaan seseorang, maka individut dapat mengalami stres dan tertekan. Selanjutnya, stres ini akan diikuti dengan tindakan coping atau antisipasi. Jika berhasil, maka akan terjadi adaptasi efek positif. Sebaliknya, jika gagal dalam melakukan coping, efek lanjutan yang timbul akan negatif, bahkan dapat menimbulkan stres yang lebih parah.

Dengan kata lain, persepsi bukan sesuatu yang statis, melainkan bisa berubah-ubah. Proses perubahan itu dapat disebabkan oleh beberapa hal pertama adanya proses faal (fisiologik) dari sistem syaraf pada indera-indera manusia. Jika suatu stimulus tidak mengalami perubahan, maka akan terjadi adaptasi atau habituasi, yakni respon terhadap stimulus itu semakin lama semakin melemah. Proses perubahan kedua adalah proses psikologik. Proses perubahan persepsi secara psikologik antara lain dijumpai dalam pembentukan dan perubahan sikap, yakni respon manusia yang menempatkan objek yang dipikirkan (object of thought) ke dalam suatu dimensi pertimbangan (dimension of judgements)(Deux & Wrightsman dalam Sarwono, 1992)

Akibat dari perilaku tidak peduli terhadap lingkungan adalah sebagai berikut :

peningkatan suhu menghasilkan kenaikan prestasi kerja, tetapi kadang-kadang malah menurunkan. Ditinjau dari teori overload suhu lingkungan yang terlalu tinggi menyebabkan meningkatnya beban psikis (stress) sehingga akhirnya akan menurunkan attention. Ditinjau dari teori behaviour constraint suhu lingkungan yang terlalu tinggi akan menyebabkan menurunnya persepsi kontrol terhadap lingkungan sehinggabisa menurunkan prestasi pula. Di lapangan, efek suhu yang tinggi biasanya menimbulkan kejenuhan, kelelahan otot-otot, dan berkurangnyakonsentrasi. Efek dari suhu lingkungan yang tinggi terhadap tingkah laku sosial adalah peningkatan agresivitas.

Akibat kebisingan terhadap kesehatan fisik secara umum dapat meningkatkan tekanan darah, gangguan pencernaan, dan sebagainya, sedangkan terhadap kesehatan mental dapat menimbulkan sakit kepala, rasa mual, bahkan impotensia seksual (Cohen, 1977 dan Miller, 1974 dalam Fisher et al, 1984:1153). Dampak lain dari kebisingan adalah terhadap prestasi kerja dan konsentrasi/fokus individu.Dalam hal tingkah laku sosial, Matthews, Cannon, dan Alexander (1974) menemukan bahwa di lingkungan yang bising, jarak personal space lebih lebar daripada ditempat yang tidak bising. Apple dan Lintell (1972) mendapatkan dari penelitiannya bahwa hubungan informal antartetangga makin berkurang jika suara bising lalu lintas di sekitar tempat pemukiman meningkat (dalam Fisher, et al, 1984:110). Kebisingan juga bersifat meningkatkan agresivitas manusia.

Polusi udara Selain dampak-dampak buruk bagi kesehatan tubuh kita yang diakibatkan oleh polusi, polusi udara membawa kita pada kondisi stress.Stress ini dipicu oleh unsur-unsur kimia yang telah mencemari lingkungan. Unsur-unsur kimia yang masuk kedalam tubuh manusiaselain menyebabkan penurunan kesehatan fisik, juga mengakibatkan seseorang sulit untuk mengontrol perilaku. Individu akan semakinmudah untuk marah, merasa putus asa, tidak percaya diri, dan dampak psikis lainnya. Selain itu polusi juga dapat mengganggu hubungan sosial seperti bau sampah dari rumah tetangga, kebiasaan merokok orang-orang di sekitar.


DAFTAR PUSTAKA 

Fisher, A., Bell, P.A., & Baum, A., 1984. Environmental Psychology. New York: Holt, 

Rinehart, dan Wiston. 

Gifford, R. 1987. Environmental Psychology: Principles and Practice. Boston: Allyn and 

Bacon, Inc. 

Heimstra, N.W., & Mc Farling, L.H. 1982. Environmental Psychology. California: Brooks/ 

Cole Publishing Company. 

Helmi, A.F., 1994. Hidup di Kota Semakin Sulit. Bagaimana Strategi Adaptasi yang Efektif 

dalam Situsi Kepadatan Sosial ? Buletin Psikologi, II (2)1-5.


0 komentar:

Posting Komentar