23.6.24

Tugas Essay UAS: Psikologi Lingkungan - Oleh ASNA KHOIRUNISA

DOSEN PENGAMPU : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

NAMA : ASNA KHOIRUNISA

NIM : 22310410153

KELAS : SJ

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

Pengelolaan Sampah Yang Sampai Kini Belum Juga Menemukan Titik Terang

Kira-kira seperti itulah penampakan gunung baru yang berasal dari tumpukan sampah yang berada di dekat Stadiun Mandala Krida Yogykarta. Sungguh sangat miris dan tidak enak untuk di pandang. Di Indonesia sendiri menghasilkan sampah sebesar 72 ton per tahun, dengan sampah yang tidak bisa diolah sebesar 33%. Hal tersebut yang menjadi pemicu berbagai persoalan, seperti pencemaran lingkungan, banjir, dan gangguan kesehatan. TPA yang penuh sesak dan pembakaran sampah liar menjadi solusi sesaat yang justru memperparah kerusakan lingkungan.

Untuk memahami akar permasalahan dan merumuskan solusi, mari kita gunakan skema persepsi Paul A. Bell. Skema ini membagi persepsi menjadi empat kategori. Yang pertama adalah ketidaktahuan, banyak masyarakat belum memahami pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan dampaknya terhadap lingkungan. Yang kedua adalah kesalahpahaman, terdapat misinformasi dan pemahaman yang keliru tentang jenis sampah dan cara mengelolanya. Kemudian yang ketiga yaitu ketidakmampuan, kurangnya infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia yang memadai untuk pengelolaan sampah yang efektif. Yang ke empat dan terakhir adalah ketidakpedulian, sikap apatis dan kurangnya rasa tanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan.

Berikut beberapa solusi untuk hal tersebut yaitu : menyadari berbagai permasalahan dan skema persepsi tersebut, diperlukan solusi komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:

1. Peningkatan Edukasi yaitu dengan cara melakukan edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya pengelolaan  sampah yang baik kepada masyarakat.

2. Mendorong pemilahan sampah di sumbernya, yaitu di rumah tangga dan tempat usaha.

3. Mengembangkan sistem pengolahan sampah yang terintegrasi, seperti daur ulang, kompos, dan pengolahan sampah menjadi energi.

4. Membangun infrastruktur yang memadai untuk pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan sampah.

5. Menegakkan peraturan dan perundang-undangan terkait pengelolaan sampah.

6. Mengembangkan teknologi pengolahan sampah yang inovatif dan ramah lingkungan.

7.Melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan sampah, seperti melalui bank sampah dan komunitas peduli lingkungan.

        

Selain itu, pemerintah juga harus menyediakan TPA ataupun TPST yang memadai. Di Jogja sendiri sudah ada beberapa TPST dan TPA namun, masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah akibatnya banyak sampah yang tidak dapat diolah kembali dan akhirnya hanya didiamkan dan menumpuk seperti gambar diatas.

Persoalan yang penting adalah bagaimana memunculkan kreativitas perilaku untuk mengatasi situasi yang tidak nyaman itu. Perilaku yang dipilih hendaknya tidak melanggar peraturan, tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain, bahkan menginspirasi orang lain untuk lebih peduli pada lingkungan hidup/ lingkungan sosial. Diskusi tentang persepsi terhadap lingkungan sekeliling, tentu menimbulkan pertanyaan mengapa persepsi orang-orang bisa berbeda-beda padahal stimulus yang dihadapinya sama. Perbedaan persepsi ini terjadi karena ada lima faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi yaitu budaya, status sosial ekonomi, usia, agama, dan interaksi antara peran gender, desa/kota, dan suku (Sarwono, 1995). Budaya kuat peranannya dalam mempengaruhi persepsi masyarakat. Sebagai contoh, suku-suku Afrika primitif terbiasa dengan lingkungan alamiah yang mana banyak benda alamiah yang sifatnya melingkar-lingkar. Dampaknya adalah mereka tidak terpengaruh oleh gejala ilusi Muller-Lyer. Hal ini berbeda dengan masyarakat perkotaan yang terbiasa dengan benda-benda yang bentuknya kotak-kotak dan garis. Dampaknya masyarakat perkotaan terpengaruh oleh gejala ilusi Muller-Lyer (Fisher et al., 1984; Sarwono, 1995). Persepsi juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi (Sarwono, 1995). Usia juga berpengaruh terhadap pembentukan persepsi. Anak-anak mempersepsikan seterika listrik dan pisau sebagai mainan, sedangkan orangtuanya mempersepsikan benda-benda itu berbahaya (Sarwono, 1995).


Daftar Pustaka:

Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29. 

https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

0 komentar:

Posting Komentar