22.6.24

Tugas Essay UAS: Psikologi Lingkungan - Proses Terjadinya Perilaku Tidak Peduli Masyarakat Pada Sampah yang Diproduksi Sendiri Mengacu Pada Teori Skema Persepsi Paul A. Bell. - Oleh Abdul Basit Cahyana

 

PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA

Oleh:

Nama: Abdul Basit Cahyana

NIM: 22310410166


FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

2024

Proses Terjadinya Perilaku Tidak Peduli Masyarakat Pada Sampah yang Diproduksi Sendiri Mengacu Pada Teori Skema Persepsi Paul A. Bell.

Dalam psikologi lingkungan salah satu yang kita pelajari adalah hal-hal yang berkaitan dengan sampah. Permasalahan sampah yang kini semakin memburuk di lingkungan menjadi salah satu perhatian yang kemudian banyak penggiat lingkungan mulai resah. Dan keresahan mengenai sampah ini tidak hanya berasal dari banyaknya sampah yang menumpuk, namun juga dikarenakan dengan bagaimana persepsi dan perilaku manusia terhadap sampah itu sendiri.

Persepsi yang paling berpengaruh kaitannya dengan sampah adalah persepsi mengenai lingkungan hidup. Dimana persepsi lingkungan hidup merupakan cara individu dalam memahami dan menerima stimulus yang berasal dari lingkungan, yang kemudian apa yang individu itu peroleh kemudian dikaitkan dengan pengalaman tertentu yang mana penciptaan makna ini terkadang meluas dan menyesuaikan kebutuhan individu itu sendiri (Fisher et al., 1984)

Persepsi ini akhirnya menimbulkan perilaku individu yang akhirnya memiliki dampak baik itu berupa dampak positif ataupun negative. Dan dalam hal yang berkaitan dengan sampah ini tak jarang bahwa persesi individu ini justru tak jarang memiliki dampak negative pada lingkungan namun tanpa adanya kesadaran bahwa terdampaknya lingkungan itu disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri, dan bagaimana interaksi manusia dengan alam.

Dalam teorinya Paul A. Bell menjelaskan dalam sebuah skema mengenai persepsi. Dimana skema tersebuat dikenal dengan istilah skema persepsi.

Skema Persepsi

Adaun menurut skema persepsi Paul A. Bell (1987) ini dapat diterangkan bahwa persepsi  timbul dari individu dan objek fisik, dan persepsi ini kemudian terbagi dalam dua, yaitu persepsi yang ada dalam batas optimal dan persepsi yang berada diluar batas optimal. Dimana persepsi yang ada dalam batas optimal ini kemudian akan menjadi homeostatis, sedangkan ketika persepsi berada di luar batas optimal kemudian akan menjadi stress yang kemudian memunculkan perilaku coping yang akan menimbulkan adaptasi atau stress berlanjut yang keduanya memiliki efek lanjutan bagi individu dan objek fisik itu sendiri. Perilaku spasial ini muncul karena adanya stimulus yang muncul dari lingkungan, dimana kondisi lingkungan fisik ini mampu ditangkap oleh berbagai Indera reseptor manusia sebagai bentuk stimulus yang kemudian menjadi informasi yang dikoordinasikan dan diolah sehingga individu kemudian dapat memahami lingkungan. (Sarwono, 1949).

Bila hal ini dikaitkan dengan bagaimana perilaku tidak peduli Masyarakat terhadap samppah yang diproduksi oleh mereka sendiri, maka dapat diterangkan dengan pemahaman bahwa individu dan sampah akhirnya menimbulkan sebuah persepsi, dimana persepsi mengenai sampah ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal yang berkaitan, diantaranya mengenai informasi dan pengetahuan, kesadaran akan adanya dampak pribadi, dukungan norma sosial, ekspektasi individu, kondisi lingkungan, hingga berlakunya hukum yang berkaitan dnegan sampah. Ketika informasi dan pengetahuan mengenai pengelolaan sampah ini tidak dimiliki dan kesadaran akan imbas mengenai sampah itu juga tidak muncul, serta pengaruh norma dan sosial di sekitar individu yang kemudian berperilaku bahwa sampah hanyalah sampah yang harus disingkirkan, serta ekspektasi bahwa sampah akan diurus oleh petugas kebersihan dan hukum yang dianggap tidak begitu ketat, serta tidak adanya dukungan dari Lembaga, dana, dan teknologi yang berkaitan dengan sampah ini akhirnya menjadikan persepsi sampah masuk dalam kategore diluar batas optimal yang akhirnya menimbulkan stress dan mengasosiasikan sampah sebagai stressor yang harus segera disingkirkan. Kemudian memunculkan coping untuk sampah itu akhirnya dapat disingkirkan, yang kemdudian menimbulkan stress baru, yaitu sampah menumpuk di penampungan sampah dan TPA, namun karena adanya ekspektasi untuk segera menyingkirkan sampah tadi tanpa memilah terlebih dahulu akhirnya sampah yang menumpuk di TPS dan TPA semakian menumpuk dan kotor yang kemudian diasosiasikan bahwa sampah adalah kotor, bau, dan segala persepsia buruk lainya yang akhirnya siklus tersebut berulang dimana Masyarakat ketika dihadapkan dengan sampah maka persepsi mengenai  sampah ini adalah bau, kotor, dan sebagainya.

Selain itu minimnya kepedulian terhadap sampah ini secara mendasar dipengaruhi persepsi bahwa tanggung jawab Masyarakat terhadap sampah adalah sebatas sampah itu menyingkir dari lingkungan mereka.

Hal tersebutlah yang akhirnya menimbulkan ketidak pedulian Masyarakat akan segala hal yang berkaitan dengan sampah, termasuk sampah yang diproduksinya sendiri.


Daftar Pustaka:

Patumah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi Terhadap Lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret 23-29, p-ISSN: 1856-3970, e-ISSN: 2557-4694.

H., Muhammad Irfan Dwifan, Nurawati, Maya Andria & Handayani, Kusumaningdyah Nurul. (2024). Konsep Arstitektur Perilaku Sebagai Strategi Desain Pada Nitiprayan Art Center di Kampung Seni Nitiprayan. Senthong, Vol. 7 No.2, Maret pp. 732-741, e-ISSN: 2621-2609.


0 komentar:

Posting Komentar