PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA
Oleh:
Nama: Abdul Basit Cahyana
NIM: 22310410166
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
2024
Proses Terjadinya Perilaku Tidak Peduli Masyarakat Pada
Sampah yang Diproduksi Sendiri Mengacu Pada Teori Skema Persepsi Paul A. Bell.
Dalam
psikologi lingkungan salah satu yang kita pelajari adalah hal-hal yang
berkaitan dengan sampah. Permasalahan sampah yang kini semakin memburuk di
lingkungan menjadi salah satu perhatian yang kemudian banyak penggiat
lingkungan mulai resah. Dan keresahan mengenai sampah ini tidak hanya berasal
dari banyaknya sampah yang menumpuk, namun juga dikarenakan dengan bagaimana
persepsi dan perilaku manusia terhadap sampah itu sendiri.
Persepsi
yang paling berpengaruh kaitannya dengan sampah adalah persepsi mengenai
lingkungan hidup. Dimana persepsi lingkungan hidup merupakan cara individu
dalam memahami dan menerima stimulus yang berasal dari lingkungan, yang
kemudian apa yang individu itu peroleh kemudian dikaitkan dengan pengalaman
tertentu yang mana penciptaan makna ini terkadang meluas dan menyesuaikan
kebutuhan individu itu sendiri (Fisher et al., 1984)
Persepsi
ini akhirnya menimbulkan perilaku individu yang akhirnya memiliki dampak baik
itu berupa dampak positif ataupun negative. Dan dalam hal yang berkaitan dengan
sampah ini tak jarang bahwa persesi individu ini justru tak jarang memiliki
dampak negative pada lingkungan namun tanpa adanya kesadaran bahwa terdampaknya
lingkungan itu disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri, dan bagaimana
interaksi manusia dengan alam.
Dalam
teorinya Paul A. Bell menjelaskan dalam sebuah skema mengenai persepsi. Dimana
skema tersebuat dikenal dengan istilah skema persepsi.
Skema Persepsi |
Adaun
menurut skema persepsi Paul A. Bell (1987) ini dapat diterangkan bahwa
persepsi timbul dari individu dan objek
fisik, dan persepsi ini kemudian terbagi dalam dua, yaitu persepsi yang ada
dalam batas optimal dan persepsi yang berada diluar batas optimal. Dimana
persepsi yang ada dalam batas optimal ini kemudian akan menjadi homeostatis,
sedangkan ketika persepsi berada di luar batas optimal kemudian akan menjadi
stress yang kemudian memunculkan perilaku coping yang akan menimbulkan adaptasi
atau stress berlanjut yang keduanya memiliki efek lanjutan bagi individu dan
objek fisik itu sendiri. Perilaku spasial ini muncul karena adanya stimulus
yang muncul dari lingkungan, dimana kondisi lingkungan fisik ini mampu
ditangkap oleh berbagai Indera reseptor manusia sebagai bentuk stimulus yang
kemudian menjadi informasi yang dikoordinasikan dan diolah sehingga individu
kemudian dapat memahami lingkungan. (Sarwono, 1949).
Bila
hal ini dikaitkan dengan bagaimana perilaku tidak peduli Masyarakat terhadap
samppah yang diproduksi oleh mereka sendiri, maka dapat diterangkan dengan pemahaman
bahwa individu dan sampah akhirnya menimbulkan sebuah persepsi, dimana persepsi
mengenai sampah ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal yang berkaitan,
diantaranya mengenai informasi dan pengetahuan, kesadaran akan adanya dampak
pribadi, dukungan norma sosial, ekspektasi individu, kondisi lingkungan, hingga
berlakunya hukum yang berkaitan dnegan sampah. Ketika informasi dan pengetahuan
mengenai pengelolaan sampah ini tidak dimiliki dan kesadaran akan imbas
mengenai sampah itu juga tidak muncul, serta pengaruh norma dan sosial di
sekitar individu yang kemudian berperilaku bahwa sampah hanyalah sampah yang
harus disingkirkan, serta ekspektasi bahwa sampah akan diurus oleh petugas kebersihan
dan hukum yang dianggap tidak begitu ketat, serta tidak adanya dukungan dari Lembaga,
dana, dan teknologi yang berkaitan dengan sampah ini akhirnya menjadikan
persepsi sampah masuk dalam kategore diluar batas optimal yang akhirnya menimbulkan
stress dan mengasosiasikan sampah sebagai stressor yang harus segera
disingkirkan. Kemudian memunculkan coping untuk sampah itu akhirnya dapat
disingkirkan, yang kemdudian menimbulkan stress baru, yaitu sampah menumpuk di
penampungan sampah dan TPA, namun karena adanya ekspektasi untuk segera
menyingkirkan sampah tadi tanpa memilah terlebih dahulu akhirnya sampah yang
menumpuk di TPS dan TPA semakian menumpuk dan kotor yang kemudian diasosiasikan
bahwa sampah adalah kotor, bau, dan segala persepsia buruk lainya yang akhirnya
siklus tersebut berulang dimana Masyarakat ketika dihadapkan dengan sampah maka
persepsi mengenai sampah ini adalah bau,
kotor, dan sebagainya.
Selain
itu minimnya kepedulian terhadap sampah ini secara mendasar dipengaruhi
persepsi bahwa tanggung jawab Masyarakat terhadap sampah adalah sebatas sampah
itu menyingkir dari lingkungan mereka.
Hal tersebutlah yang akhirnya menimbulkan ketidak pedulian Masyarakat akan segala hal yang berkaitan dengan sampah, termasuk sampah yang diproduksinya sendiri.
Daftar Pustaka:
Patumah,
A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi Terhadap Lingkungan. Jurnal
Psikologi. 20(1), Maret 23-29, p-ISSN: 1856-3970, e-ISSN: 2557-4694.
H.,
Muhammad Irfan Dwifan, Nurawati, Maya Andria & Handayani, Kusumaningdyah
Nurul. (2024). Konsep Arstitektur Perilaku Sebagai Strategi Desain Pada
Nitiprayan Art Center di Kampung Seni Nitiprayan. Senthong,
Vol. 7 No.2, Maret pp. 732-741, e-ISSN: 2621-2609.
0 komentar:
Posting Komentar