7.6.24

Tugas Essay 5: Psikologi Lingkungan - Eksperimen tentang sampah Oleh : Maria Laras Wati Candra Sari

DOSEN PENGAMPU : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

NAMA : Maria Laras Wati Candra Sari

NIM : 22310410188

KELAS : SJ

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA


Berdasarkan sejarah umat manusia, sampah yang pertama kali kita kenali adalah sampah organik. Dari zaman nenek moyang yang memiliki sumber makanan dari alam seperti buah atau hasil dari berburu, hanya menghasilkan sampah berupa kulit buah, tulang, kulit hewan, dan biji. Oleh karena itu, sampah organik sebenarnya bukanlah menjadi suatu masalah, karena sampah tersebut mudah terurai dan kembali menjadi tanah. 

Setelah manusia berevolusi dan meningginya jumlah populasi, mereka kemudian kesulitan dalam mengolah sampah karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi. Sehingga dari sinilah bermulanya budaya membuang sampah sembarangan, yang mengakibatkan penumpukan sampah di tempat umum maupun TPST. Dari penumpukan sampah tersebut, sampah organik yang tadinya bukan merupakan suatu masalah, kini menjadi masalah serius yang memerlukan penanganan lebih lanjut. 

United Nation Environment Programme (UNEP) meluncurkan UNEP Food Waste Index Report 2021, dan hingga 2019 lalu, tercatat sekitar 931 juta ton sampah makanan yang dihasilkan tiap tahunnya; 61 persen berasal dari rumah tangga, 26 persen dari layanan makanan (restoran, kafe), dan 13 persen dari ritel. Ini menunjukkan bahwa 17 persen dari total produksi pangan dunia menjadi sampah makanan dan penyumbang terbesarnya adalah dari rumah tangga. Di Indonesia sendiri, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) mencatat bahwa sampah sisa makanan mencapai 46,35 juta ton dalam skala nasional pada tahun 2021. Jumlah ini menduduki komposisi terbesar dari total sampah yang dihasilkan dalam setahun. Sampah plastik yang lebih sering digaungkan sebagai ancaman bagi lingkungan, justru berada di posisi kedua, yaitu 26,27 juta ton.

Berawal dari keprihatinan tersebut, kami diajak turut serta dalam menangani masalah sampah organik oleh dosen kami, Dr., Dra Arundati Shinta MA dengan mengikuti eksperimen di rumah beliau pada 19 Mei 2024. Kami diajak membuat kompos, ecoenzym, paperbag, bantal dari kardus bekas, sabun cair, dan masih banyak lagi. Dengan berbekal ilmu dari beliau, saya mencoba membuat sendiri dirumah dengan cara yang lebih sederhana, yang mana semua orang dapat membuat/mengolah sampah organik dengan dana seminim mungkin. 

Karena sebelumnya saya pernah membuat kompos sendiri sejak 2018 (digunakan untuk menanam sayuran dan tanaman dalam polybag), saya selalu menyisihkan sisa-sisa sayuran yang tidak digunakan untuk memasak. Sisa sayur yang masih segar digunakan untuk membuat ecoenzyme, dan sisa sayur yang sudah kurang baik, digunakan untuk membuat kompos. Sisa sayuran tersebut kemudian dipotong kecil-kecil, ini berguna agar mempercepat penguraian dalam membuat kompos, dan mempermudah memasukkan baham dalam toples untuk pembuatan ecoenzym. 

Dalam membuat kompos, alat yang digunakan adalah pisau, sekop kecil/dapat menggunakan sarung tangan, ember bekas cat/kaleng bekas/polybag juga bisa (ember dan kaleng dilubangi di bagian bawah dan samping guna sebagai sirkulasi udara untuk menjaga kelembaban tanah). Bahan yang digunakan, tanah, cocopit/grajen, sisa sayuran yang sudah dipotong/bisa memakai daun yang sudah dicincang. Cara membuatnya sangat mudah, yaitu yang pertama dengan memasukkan sedikit tanah dan cocopit/grajen kedalam ember bekas/kaleng/polybag, kemudian di timpa dengan sayuran yang di cincang, diselingi tanah dan grajen lagi, lalu sayuran, dan seterusnya sampai sayuran habis. Setelah itu, bagian paling atas dibubuhi lagi dengan tanah, agar tidak menimbulkan bau tak sedap dan jamur. Lalu ditutup rapat, diamkan selama 2minggu, dan kompos bisa langsung digunakan .

Dalam membuat ecoenzym, saya menggunakan toples bermulut lebar, guna mempermudah memasukkan sayuran dan kulit buah yang sudah dipotong. Saya menggunakan molase/tetes tebu yang biasa dijual di toko pertanian/penjual makanan unggas. Untuk membuat ecoenzyme, saya menggunakan perbandingan 1:3:10 (1=molase, 3=buah&sayur, 10=air), yang kemudian dicampur dalam toples, lalu ditutup rapat dengan bagian tutupnya diselotip memutar, didiamkan selama 3bulan kemudian baru bisa dipanen. Manfaat ecoenzym sendiri sangat banyak, bisa menjadi pupuk cair, pengendalian hama, sabuh, desinfektan, bahkan ampas dari ecoenzym juga berguna untuk terapi dan pengobatan luka luar. Dari banyaknya manfaat limbah organik tersebut, marilah kita bersama-sama melakukan pengolahan sendiri di rumah, guna mengurangi food waste sehingga dapat tercipta zero waste dan lingkungan yang bersih. 

0 komentar:

Posting Komentar