23.6.24

ESSAY UAS : PSIKOLOGI LINGKUNGAN_ OLEH RAFIQOH NOVEMBRIA

 UJIAN AKHIR SEMESTER

“Proses Terjadinya Perilaku Tidak

Peduli Pada Masyarakat Terhadap Sampah Yang Diproduksinya 

Sendiri pada Pengguna Skincare“

Mata Kuliah Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDHATI SHINTA, MA

Rafiqoh Novembria (22310410181)

Kelas : SP

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Di era yang serba canggih dan modern ini, banyak sekali kemudahan yang kita dapatkan baik dari segi teknologi maupun segi lainnya. Namun kemudahan itu, tidak berlaku untuk masalah sampah. Banyak sekali permasalahan sampah yang kita temui sekarang ini. Permasalahan sampah tersebut terjadi di berbagai sektor masyarakat dan juga wilayah. Baik didaerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Namun permasalahan sampah, ini banyak sekali ditemukan dari diri kita sendiri. Dimana setiap hari kita tidak lepas dari pemakaian barang dan benda – benda konsumsi. Baik itu berupa organik maupun anorganik. Salah satu contohnya pemakaian skincare, kantong plastic dan kardus. Hampir setiap elemen masyarakat memakai benda- benda tersebut, baik pria maupun Wanita.  Berikut ini contoh gambaran mengenai permasalahan sampah yang ada di masyarakat :

Dari gambar diatas bisa, terlihat penumpukan sampah akibat dari pemakaian barang yang sudah kita lakukan. Penumpukkan sampah ini  sangat berkaitan erat dengan aspek sosial budaya. Dimana sebagaimana kita ketahui,perilaku seperti penumpukan sampah tube skincare atau sampah plastik yang dilakukan oleh individu terjadi karena adanya trend yang sedang beredar sekarang ini mengenai skincare. Yang mana banyak kaum hawa dan kaum- kaum metropolitan cenderung bersikap konsumitif dalam membeli dan memakai barang yang berhubungan dengan keindahan. Alhasil, dorongan – dorongan untuk bersikap konsumtif memberikan pengaruh lebih besar pada individu daripada bersikap hemat. Selain itu, terdapat dampak lainnya yang membuat perilaku individu menjadi perilaku tidak pro lingkungan. Perilaku tidak pro lingkungan inilah,  yang tumbuh dan menjadi kebiasan pada diri individu  tersebut. Salah satunya, sikap acuh atau tidak peduli dengan lingkungan disekitarnya. Sikap ketidak pedulian ini, terjadi tidak begitu saja , melainkan hal tersebut sudah menjadi suatu kebiasaan tanpa kita sadari ( unconsiusness habit). 

Selain itu, penumpukan sampah tube skincare dan plastik juga menimbulkan sebuah persepsi. Persepsi sendiri memiliki arti bahwa suatu bentuk aspek psikologis dalam diri individu dimana individu memberikan respon dan pemahaman akan kehadiran berbagai aspek dan gejala disekitarnya melalui panca inderanya (Nugraha, A., et al, 2018). Persepsi yang terbentuk dari proses pemahaman atas pengamatan secara langsung yang dilakukan individu, yang mana akan menghasilkan berbagai macam persepsi. Persepsi tersebut tidak selalu memiliki dampak baik bagi individu namun terkadang persepsi itu akan berdampak negatif bagi individu. Untuk lebih jelasnya berikut skema mengenai perilaku tidak peduli yang dilakukan oleh individu terhadap sampah yang sudah dihasilkan sendiri melalui skema persepsi dari Paul A Bell :


Pada skema diatas bisa dijelaskan mengenai proses perilaku tidak peduli kita terhadap produksi sampah sendiri.  Dalam skema tersebut proses perilaku tidak peduli yang ditunjukkan terjadi secara langsung, dimana individu langsung melakukan pengamatan terhadap objek fisik tersebut. Dimana pada objek fisik, kita bisa memisalkannya  dengan sampah tube skincare yang memiliki nilai dan sebagai tanda bahwa pemakai dari skincare itu memiliki selera yang bagus terhadap skincare tersebut. Selanjutnya, diri kita sebagai individu dengan sifat alamiah, karakteristik seperti seorang yang rajin dan rapi  serta seseorang yang tahu banyak mengenai skincare. 

Setelah itu individu dihadapkan dengan  kondisi baru, dimana objek fisik tersebut tidak hanya berjumlah satu melainkan sudah terkumpul banyak dan berserakan dimana mana. Alhasil individu tersebut akan melakukan pengamatan dan pemahaman mengenai sampah tube skincare pada situasinya saat itu juga, yang menghasilkan sebuah persepsi. Apabila situasi yang dihadapi oleh individu tersebut masih mampu untuk diatasi dan berada di batas batas optimal, maka individu tersebut sudah melakukan penyesuaian dengan cepat dan mulus. Sebagai contohnya membuang sampah skincare di tempat sampah atau menatanya sebagi pajangan dan banyak hal lainnya. Keadaan atau situasi dimana individu berada dalam kondisi stabil yang disebut dengan hemoistatis, sehingga individu akan merasa nyaman dan mampu menangani sampah tersebut,. Namun sebaliknya, jika persepsi itu diluar batas optimal individu seperti halnya sampah skincare yang sudah berserakan dan mengganggu aktifitas, sampah skincare yang berjamur dan juga sudah menjadi sarang tikus. Individu tersebut akan mempersepsikan bahwa situasi ini menimbulkan persepsi diluar batas optimal individu, sehingga individu akan merasa tidaknyaman dan stress, sehingga individu tersebut akan mencari solusi untuk menghadapi stress atau rasa ketidaknyamanan itu yaitu dengan coping behavior. Coping behavior adalah suatu  tindakan yang dilakukan untuk menenangkan diri selama atau setelah situasi stres atau mengancam (Henson, Shandelle M., et al, 2012). Jika individu bisa mengatasi stress itu dengan coping behavior seperti menjadikan tube skincare itu sebagi wadah untuk pernak Pernik, bumbu masakan atau wadah lainnya maka individu sudah sukses melakukan adaptasi dengan menjaga keseimbangan diri, mengatasi ketidak nyamanan diri dan kebersihan lingkungan sekitarnya.

 Tidak hanya itu saja,  apabila individu mengatasinya dengan melakukan coping behavior seperti merubah sampah menjadi kerajinan yang bermanfaat dan bernilai jual dan menyalurkanya ke bank sampah, maka dari situ individu sudah sukses melakukan adjustment (suatu Tindakan mengubah lingkungan sesuai diri kita sendiri) dengan mengubah nilai sampah tersebut menjadi hal yang kita sukai dan bermanfaat bagi diri kita. Apabila proses adaptasi dan adjustment sukses, maka individu akan terus berusaha keras untuk menjadi sukses dan berhasil, hal ini merupakan hal baik, dimana individu tidak akan mudah menyerah atau takluk dengan permasalahan ataupun gejala gejala alam dan tidak hanya itu saja, individu akan menjadi seorang yang kreatif. 

Namun hal ini berbeda, jika individu mengalami stress dan gagal melakukan coping. Maka individu tersebut akan menganggap bahwa dirinya seseorang yang gagal dan pada akhirnya individu tersebut membiarkan sampahtube skincare itu menumpuk banyak, menganggu aktifitasnya , timbul gangguan hoarding disorder, perilaku tidak peduli, tidak kreatif dan individu cenderung bersikap acuh dan menormalisasikan tindakanya. Hal – hal tersebut akan menimbulkan efek kelanjutannya.

Dari pemaparan skema tersebut dapat disimpulkan, bahwa usaha atau coping behavior sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang dalam mengatasi ketidak nyaman dan stress. Tidak hanya itu saja, perilaku tidak peduli pada individu, juga dipengaruhi oleh aspek social budaya. Dimana aspek ini sangat berperan penting dalam pembentukan karakter dan persepsi individu Sebagaimana dalam contoh pada kasus diatas. Maka dari itu, dengan menumbuhkan sikap peduli dengan lingkungan sekitar dan pro lingkungan, menjadikan diri kita sebgai individu yang meiliki akal, budi dan tanggung jawab dalam lingkungan masyarakat. 


Sumber :


Henson, S. M., Weldon, L. M., Hayward, J. L., Greene, D. J., Megna, L. C., & Serem, M. C. (2012). Coping behaviour as an adaptation to stress: post-disturbance preening in colonial seabirds. Journal of Biological Dynamics6(1), 17-37.

Nugraha, A., Sutjahjo, S. H., & Amin, A. A. (2018). Analisis persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga di Jakarta Selatan. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management)8(1), 7-14.


0 komentar:

Posting Komentar