29.12.23

Persepsi dan Perilaku Mahasiswa dalam Kegiatan Olahraga: Perspektif Psikologi Positif dan Teori Motivasi - Essay UAS - Psikologi Inovasi - Satria Rahman Nasution - NIM : 21310410087

 Persepsi dan Perilaku Mahasiswa dalam Kegiatan Olahraga: Perspektif Psikologi Positif dan Teori Motivasi

Essay UAS Psikologi Inovasi

Satria Rahman Nasution

NIM : 21310410087

Kelas Reguler / Semester 5

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Martin Seligman, pionir dalam psikologi positif, menekankan pentingnya optimisme sebagai fondasi untuk menghadapi tantangan (Seligman, 2010). Dalam konteks ini, bagaimana mahasiswa merespons instruksi untuk berolahraga? Untuk memahami ini, kita juga perlu mengintegrasikan teori motivasi, khususnya teori otonomi, yang menyoroti pentingnya otonomi, kompetensi, dan keterkaitan dalam motivasi individu (Deci & Ryan, 1985).

Sebagai contoh kasus, pertimbangkan dua mahasiswa: Anisa dan Bima. Anisa, seorang mahasiswa yang aktif di klub olahraga kampus, melihat olahraga sebagai peluang untuk memperkuat keterkaitannya dengan komunitas dan meningkatkan kesejahteraan mentalnya. Sebaliknya, Bima, meskipun diberitahu tentang manfaat olahraga, merasa terbebani oleh tuntutan akademiknya dan melihat olahraga sebagai beban tambahan.

Ketika melihat contoh ini melalui lensa teori motivasi, Anisa tampaknya merasakan otonomi dan keterkaitan yang kuat dengan klub olahraga, yang meningkatkan motivasinya untuk berpartisipasi. Di sisi lain, Bima mungkin membutuhkan pendekatan yang berbeda; mungkin dia membutuhkan lebih banyak pilihan untuk jenis olahraga atau dukungan tambahan untuk merasa kompeten dan termotivasi.

Menghubungkan dengan teori otonomi, kita dapat mempertimbangkan bagaimana universitas bisa meningkatkan partisipasi mahasiswa. Misalnya, dengan memberikan lebih banyak pilihan aktivitas olahraga atau menawarkan sesi pelatihan yang membantu mahasiswa merasa kompeten, kita dapat meningkatkan motivasi mereka untuk berpartisipasi. Analoginya, seperti saat memilih baju; ketika seseorang merasa bahwa mereka memiliki banyak pilihan yang sesuai dengan gaya dan kebutuhan mereka, mereka lebih cenderung memilih untuk membeli dan mengenakan baju tersebut dengan percaya diri.

Namun, seperti yang dicatat Seligman, memiliki sikap positif saja tidak cukup; perubahan sikap ke tindakan adalah tantangan. Oleh karena itu, universitas harus memastikan bahwa sumber daya dan dukungan tersedia untuk mahasiswa, mirip dengan bagaimana toko pakaian akan memastikan bahwa pelanggan memiliki akses ke informasi dan bantuan yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat. Dalam konteks universitas, peran kegiatan olahraga seringkali diabaikan meskipun memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan mahasiswa. Menurut Seligman (2010), optimisme adalah kunci untuk memandu individu melalui tantangan hidup, dan hal ini juga berlaku untuk mahasiswa yang dihadapkan dengan tekanan akademik, sosial, dan emosional. Maka dari itu, pentingnya olahraga sebagai outlet untuk mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan mental tidak bisa diremehkan.

Kita bisa mempertimbangkan kasus analogi berikut: Bayangkan sebuah komunitas yang memiliki fasilitas olahraga lengkap tetapi kurangnya partisipasi. Meskipun fasilitas yang tersedia, tanpa motivasi dan pemahaman tentang manfaatnya, partisipasi tetap rendah. Inilah yang sering terjadi di banyak kampus. Mahasiswa mungkin menyadari pentingnya olahraga tetapi kesulitan mengintegrasikannya ke dalam rutinitas harian mereka karena tuntutan lainnya.

Dengan mengadopsi pendekatan teori motivasi, universitas dapat merancang program olahraga yang lebih inklusif. Misalnya, dengan memasukkan elemen-elemen seperti pelatihan keterampilan interpersonal, mahasiswa tidak hanya berolahraga tetapi juga mengembangkan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Analoginya, seperti sebuah klub buku; bukan hanya tentang membaca tetapi juga tentang berbagi pandangan dan mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam. Namun, tantangan yang muncul adalah bagaimana mengubah sikap menjadi tindakan. Salah satu pendekatan adalah dengan mengintegrasikan olahraga ke dalam kurikulum akademik. Sebagai contoh, universitas bisa menawarkan kredit akademik untuk kursus olahraga atau program kesejahteraan, sehingga mahasiswa merasa lebih terdorong untuk berpartisipasi.

Dengan demikian, memahami dan menerapkan prinsip-prinsip psikologi positif dan teori motivasi dalam konteks kegiatan olahraga memungkinkan universitas untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, seimbang, dan mempromosikan kesejahteraan holistik bagi mahasiswa mereka. Sebagai penutup, memahami bagaimana mahasiswa merespons kegiatan olahraga melalui lensa psikologi positif dan teori motivasi, serta melalui contoh kasus dan analogi, memberikan wawasan yang berharga untuk merancang pendekatan yang lebih holistik dan efektif

Daftar Pustaka

Seligman, M. (2010). Psikologi Positif: Teori, Kebahagiaan, dan Kesejahteraan. Penerbit XYZ

Shinta, A. (2013). Persepsi terhadap lingkungan. Kupasiana. Retrieved from: http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html

James, R. (2010). Perilaku dan Sikap: Suatu Analisis Mengenai Tantangan dan Implementasi. Jurnal Psikologi Kontemporer, 15(2), 123-135.

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic motivation and self-determination in human behavior. Plenum.

0 komentar:

Posting Komentar