2.11.23

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) HUBUNGAN SELF-ACCEPTANCE DAN PERUBAHAN DIRI DENGAN CARA RESILIANCE

Nama: Faiza Cleary Flannery

Nim: 21310410048 

Kelas: Psikologi SP

Mata Kuliah: Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, MA

Universitas Proklamasi 45 


     Carl Jung pernah berkata “We Can’t Changes anything unless We Accept it” artinya kita tidak dapat mengubah sesuatu jika kita tidak menerima sesuatu tersebut. Maka dari itu hal paling utama yang harus kita lakukan untuk memulai suatu perubahan adalah penerimaan diri atau self-acceptance. Self-Acceptance merupakan penerimaan diri atas semua kekurangan yang ada dalam diri dan menyadari akan ketidaksempurnaan yang di miliki. Dengan begitu, kita akan berusaha untuk mengubah apa yang perlu kita ubah, memperbaiki semua kekurangan yang ada dalam diri menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menurut Kubler Ross (dalam Ni’mah, 2021) self-acceptance yaitu  ketika seseorang mampu memahami keadaan dirinya dan memiliki harapan serta tujuan dalam hidupnya. Sedangkan menurut Nur Chasanah (2020) self-acceptance merupakan suatu kondisi dan sikap psositif seseorang dalam bentuk penghargaan terhadap diri sendiri, menerima semua kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, mengetahui kemampuan dan kelemahan dalam dirinya, tidak menyalahkan diri sendiri ataupun orang lain dan berusaha dengan sebaik mungkin untuk dapat berubah menjadai lebih baik dari diri yang sebelumnya. Namun perlu diketahui bahwa adanya suatu perubahan akan membawa kita untuk bertahan hidup atau resiliance. Desmita (2005) menyatakan resiliensi adalah keadaan individu yang memungkinkannya untuk dapat menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu yang wajar untuk diatasi. Setiap individu membutuhkan resiliensi untuk memperoleh kebahagiaan atas peristiwa buruk yang dialami.

     Fenomena penolakan dari para mahasiswa berhubungan dengan teori keengganan untuk berubah yang di paparkan oleh Coch & French (1960) bahwasannya belajar kembali (relearning) membutuhkan waktu lebih lama dari pada belajar untuk pertama kalinya. Keengganan untuk berubah ternyata terletak pada besarnya motivasi setiap orang untuk membangun kembali produktivitas seperti sediakala. Ada beberapa hal yang membuat seseorang enggan untuk berubah contohnya adalah ada seseorang yang senang bekerja dengan cara lama dan begitu seterusnya, ia tidak mau melakukan perubahan dengan mengerjakan pekerjaanya dengan cara yang lebih baru. Karena kerja dengan cara lama menjadi lebih mudah dan kerja dengan cara baru membuat kerja menjadi lebih sulit.

     Perubahan biasanya terjadi ketika berada dalam situasi tertekan, terpojok, atau saat mengalami suatu musibah dan hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya maka, biasanya seseorang yang tidak memiliki keinginnan untuk berubah seketika mau melakukan perubahan karena terpojok oleh keadaan. Dari film How to build Resilience? The Story of the Donkey. From The Resilience Dynamic kita dapat melihat bahwa dalam keadaan terpojok si keledai tidak kehilangan akal untuk melakukan perubahan dengan cara tanah yang di masukkan ke dalam sumur untuk menimbunnya justru di jadikan sebagai pijakan untuk si keledai sehingga keldedai tersebut bisa keluar dari sumur. Film diatas memberikan kita pemahaman bahwasannya apapun permasalahan yang kita hadapi jangan pernah menyerah dan jadikanlah masalah tersebut sebagai pecut untuk merubah diri menjadi lebih baik dan membuktikan kemampuan kita kepada orang-orang sekitar.

     Saya mengakui bahwa dalam melakukan perubahan memang tidak mudah butuh yang namanya niat, action, serta konsistensi. Saya sendiri masih harus banyak belajar untuk melakukan perubahan secara konsisten. Contohnya dimana saya menyampaikan setuju untuk tidak menunda-nunda mengerjakan tugas tetapi, pada kenyataanya sikap saya masih tetap sama menunda mengerjakan tugas dan berakhir dengan berbagai macam alasan padahal hal tersebut terjadi karena rasa malas, tidak bisa mengatur waktu dengan baik, dll.

     The law of effect merupakan hukum ada dan tidaknya timbal balik, imbalan, atau reward yang di dapat setelah seseorang melakukan perubahan. Saya memutuskan untuk melihat terlebih dahulu perintah atasan untuk berubah tersebut condong ke sisi positif atau negatif sesuai dengan nilai-nilai yang tertanam pada diri saya. Jika perubahan yang di perintahkan adalah perubahan positif maka akan saya lakukan meskipun tidak ada imbalan atau reward yang saya dapatkan. Terlebih lagi apabila hal positif tersebut akan membawa dampak baik dan memberi banyak manfaat bagi saya maka akan saya lakukan dengan sungguh-sungguh. Namun sebaliknya jika perubahan yang di perintahkan merupakan perubahan yang bersifat negatif maka saya akan dengan sopan dan tegas untuk menolaknya.

Reference: 

Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ni’mah, S. A. (2021). Self acceptance: awal dari perubahan dalam diri individu ke arah yang lebih baik. Love Yourself Indonesia. https://www.loveyourselfindonesia.com/2021/06/self-acceptance-awal-dari-perubahan.html 

Dumaris, S., & Rahayu, A. (2019). Penerimaan diri dan resiliensi hubungan dengan kebermaknaan hidup remaja yang tinggal di panti asuhan. IKRAITH-HUMANIOR, 3(1), 71-77.  file:///C:/Users/ABC/Downloads/454-Article%20Text-638-1-10-20181119.pdf 



Des


0 komentar:

Posting Komentar