PSIKOLOGI INOVASI (Essay UTS)
Semester Ganjil T.A 2023/2024
Oleh :
Anisa Zakiatun Nufus (21310410083)
Kelas A (Reguler)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Dosen Pengampu:
Dr. Arundati Shinta, M.A.
Seiring dengan perkembangan zaman, tentunya akan banyak
perubahan-perubahan baru, seperti munculnya peraturan baru, peralatan baru,
hingga perilaku gaya hidup yang baru. Perubahan-perubahan tersebut tentunya
juga akan menimbulkan masalah-masalah baru yang belum diketahui solusinya. Bagi
sebagian orang, menghadapi perubahan tentu bukan suatu hal yang mudah, karena
mereka harus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang
ada, penyesuaian diri ini tentu akan membuat individu berada didalam situasi
yang tidak nyaman, yang pada akhirnya kesehatan mental individu tersebut dapat
terganggu. Hal ini tentu tidak dapat dianggap sebagai permasalahan yang sepele,
karena kesehatan mental merupakan suatu hal
yang penting dalam setiap tahap kehidupan, karena saat kesehatan mental
terjaga, seseorang akan lebih mudah dalam menangani stres, berhubungan dengan
orang lain, serta dalam membuat suatu pilihan. Oleh karena itu, agar bisa
menghadapi situasi yang tidak nyaman dalam menghadapi perubahan yang ada, maka
individu harus dapat melakukan resilience. resilience sendiri merupakan kemampuan
individu untuk beradaptasi dan menyikapi
segala keadaan yang ada.
Namun, selain kesiapan dalam menghadapi dan
menyesuaikan diri dari perubahan yang ada, terkadang ada penolakan-penolakan
yang muncul dari berbagai kalangan masyarakat, fenomena tersebut berkaitan
dengan teori keengganan untuk berubah atau resistant
to change. Teori ini menjelaskan bahwa keengganan terhadap perubahan adalah suatu reaksi yang natural, bentuk
reaksi dari keengganan bisa bermacam-macam, namun reaksi awal keengganan
terhadap perubahan biasanya dalam bentuk mengabaikan kebutuhan untuk berubah. Keengganan
untuk mengikuti perubahan sangat dipengaruhi oleh cara berfikir, yang pada
akhirnya menyebabkan individu enggan untuk melakukan perubahan, karena cara
berfikirnya yang berlawanan dengan ide-ide perubahan. Individu akan merasa
ketakutan terhadap bentuk perubahan yang belum ia ketahui, merasa bahwa setiap
perubahan hanya akan menambah beban.
Oleh karena itu, selain membutuhkan keberanian untuk
berubah, hal yang tak kalah penting dalam melakukan perubahan adalah mempunyai
niat yang kuat dari dalam diri untuk berubah, walaupun pada awalnya dalam
melakukan perubahan, individu pasti akan berada pada situasi yang tidak nyaman,
hal ini bisa diatasi dengan melakukan resilience. Resilience sangat diperlukan
oleh individu dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman. Seperti dalam film How to build Resilience? The Story of the Donkey.
From The Resilience Dynamic. Film
pendek ini mengajarkan kita untuk tidak terpuruk dan berlarut-larut dalam
masalah, kita tidak boleh hanya berfokus pada masalah yang ada, tetapi yang
lebih penting adalah fokus untuk mencari jalan keluarnya. Terkadang keaadan
yang tidak nyaman atau memaksa malah akan membuat kita berfikir kritis dan
berhasil keluar dari keadaan tersebut.
Perubahan juga memerlukan
kekonsistenan dalam menjalaninya, terkadang ketika individu sudah memulai
perubahan, banyak faktor yang kemudian membuat individu tersebut tidak
konsisten dalam melakukan perubahan, seperti lingkungan yang tidak mendukung, rendahnya
partisipasi orang sekitar dalam perubahan, kurangnya dukungan dari lingkungan
dan organisasi, budaya orang-orang sekitar didalam organisasi yang buruk, serta
mendapatkan ejekan dan penolakan, membuat individu mengalami penurunan motivasi
yang pada akhirnya tidak konsisten dalam melakukan perubahan.
Dalam proses perubahan diri,
terdapat teori the law of effect, yang
menunjukkan pada kuat atau lemahnya hubungan antara stimulus dan respons
tergantung pada akibat yang ditimbulkannya. Apabila respons yang diberikan
seseorang mendatangkan kesenangan atau hal positif, maka respons tersebut akan
dipertahankan atau diulang, sebaliknya, apabila respons yang diberikan
mendatangkan akibat tidak yang tidak menyenangkan atau negatif, maka respons
tersebut akan dihentikan dan tidak akan diulangi lagi. Perubahan diri tentu
memerlukan usaha yang besar, mengorbankan waktu, tenaga pikiran dan pastinya
uang yang tidak sedikit, jika perubahan yang dilakukan memberikan dampak yang
positif, maka secara tidak langsung perubahan yang sedang dilakukan akan terus
berkelanjutan walaupun tanpa mendapatkan imbalan (reward) dari siapapun.
Referensi:
Darmawan, A. H., & Azizah, S. (2020). Resistance
to Change: Causes and Strategies as an Organizational Challenge. 5th ASEAN Conference on Psychology,
Counselling, and Humanities (ACPCH 2019).
Efendi, S. P. I. (2016). Konsep Pemikiran
Edward L. Thorndike Behavioristik. GUEPEDIA.
HSP. (2011, September 26). Mengatasi
Keengganan Terhadap Perubahan (Resistant To Change). Health Safety Protection. https://healthsafetyprotection.com/mengatasi-keengganan-terhadap-perubahan-resistant-change/
Lubis, M.,
& Dewi, R. S. (2021). Resilience in Early Childhood. Naturalistic:
Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, 6(1),
1069-1077.
0 komentar:
Posting Komentar