1.11.23

RESILIENCE SEBAGAI CARA UNTUK MENJAGA KESEHATAN MENTAL DALAM PROSES PERUBAHAN DIRI MENJADI LEBIH BAIK


 

PSIKOLOGI INOVASI (Essay UTS)

Semester Ganjil T.A 2023/2024

Oleh :

Anisa Zakiatun Nufus (21310410083)

Kelas A (Reguler)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

Dosen Pengampu:

Dr. Arundati Shinta, M.A.

Seiring dengan perkembangan zaman, tentunya akan banyak perubahan-perubahan baru, seperti munculnya peraturan baru, peralatan baru, hingga perilaku gaya hidup yang baru. Perubahan-perubahan tersebut tentunya juga akan menimbulkan masalah-masalah baru yang belum diketahui solusinya. Bagi sebagian orang, menghadapi perubahan tentu bukan suatu hal yang mudah, karena mereka harus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang ada, penyesuaian diri ini tentu akan membuat individu berada didalam situasi yang tidak nyaman, yang pada akhirnya kesehatan mental individu tersebut dapat terganggu. Hal ini tentu tidak dapat dianggap sebagai permasalahan yang sepele, karena kesehatan mental merupakan suatu hal  yang penting dalam setiap tahap kehidupan, karena saat kesehatan mental terjaga, seseorang akan lebih mudah dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, serta dalam membuat suatu pilihan. Oleh karena itu, agar bisa menghadapi situasi yang tidak nyaman dalam menghadapi perubahan yang ada, maka individu harus dapat melakukan resilience. resilience sendiri merupakan kemampuan individu untuk beradaptasi dan menyikapi  segala keadaan yang ada.

Namun, selain kesiapan dalam menghadapi dan menyesuaikan diri dari perubahan yang ada, terkadang ada penolakan-penolakan yang muncul dari berbagai kalangan masyarakat, fenomena tersebut berkaitan dengan teori keengganan untuk berubah atau resistant to change. Teori ini menjelaskan bahwa keengganan terhadap perubahan  adalah suatu reaksi yang natural, bentuk reaksi dari keengganan bisa bermacam-macam, namun reaksi awal keengganan terhadap perubahan biasanya dalam bentuk mengabaikan kebutuhan untuk berubah. Keengganan untuk mengikuti perubahan sangat dipengaruhi oleh cara berfikir, yang pada akhirnya menyebabkan individu enggan untuk melakukan perubahan, karena cara berfikirnya yang berlawanan dengan ide-ide perubahan. Individu akan merasa ketakutan terhadap bentuk perubahan yang belum ia ketahui, merasa bahwa setiap perubahan hanya akan menambah beban.

Oleh karena itu, selain membutuhkan keberanian untuk berubah, hal yang tak kalah penting dalam melakukan perubahan adalah mempunyai niat yang kuat dari dalam diri untuk berubah, walaupun pada awalnya dalam melakukan perubahan, individu pasti akan berada pada situasi yang tidak nyaman, hal ini bisa diatasi dengan melakukan resilience. Resilience sangat diperlukan oleh individu dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman. Seperti dalam film How to build Resilience? The Story of the Donkey. From The Resilience Dynamic. Film pendek ini mengajarkan kita untuk tidak terpuruk dan berlarut-larut dalam masalah, kita tidak boleh hanya berfokus pada masalah yang ada, tetapi yang lebih penting adalah fokus untuk mencari jalan keluarnya. Terkadang keaadan yang tidak nyaman atau memaksa malah akan membuat kita berfikir kritis dan berhasil keluar dari keadaan tersebut.

Perubahan juga memerlukan kekonsistenan dalam menjalaninya, terkadang ketika individu sudah memulai perubahan, banyak faktor yang kemudian membuat individu tersebut tidak konsisten dalam melakukan perubahan, seperti lingkungan yang tidak mendukung, rendahnya partisipasi orang sekitar dalam perubahan, kurangnya dukungan dari lingkungan dan organisasi, budaya orang-orang sekitar didalam organisasi yang buruk, serta mendapatkan ejekan dan penolakan, membuat individu mengalami penurunan motivasi yang pada akhirnya tidak konsisten dalam melakukan perubahan.

Dalam proses perubahan diri, terdapat teori the law of effect, yang  menunjukkan pada kuat atau lemahnya hubungan antara stimulus dan respons tergantung pada akibat yang ditimbulkannya. Apabila respons yang diberikan seseorang mendatangkan kesenangan atau hal positif, maka respons tersebut akan dipertahankan atau diulang, sebaliknya, apabila respons yang diberikan mendatangkan akibat tidak yang tidak menyenangkan atau negatif, maka respons tersebut akan dihentikan dan tidak akan diulangi lagi. Perubahan diri tentu memerlukan usaha yang besar, mengorbankan waktu, tenaga pikiran dan pastinya uang yang tidak sedikit, jika perubahan yang dilakukan memberikan dampak yang positif, maka secara tidak langsung perubahan yang sedang dilakukan akan terus berkelanjutan walaupun tanpa mendapatkan imbalan (reward) dari siapapun.

 

Referensi:

Darmawan, A. H., & Azizah, S. (2020). Resistance to Change: Causes and Strategies as an Organizational Challenge. 5th ASEAN Conference on Psychology, Counselling, and Humanities (ACPCH 2019).

Efendi, S. P. I. (2016). Konsep Pemikiran Edward L. Thorndike Behavioristik. GUEPEDIA.

HSP. (2011, September 26). Mengatasi Keengganan Terhadap Perubahan (Resistant To Change). Health Safety Protection. https://healthsafetyprotection.com/mengatasi-keengganan-terhadap-perubahan-resistant-change/

Lubis, M., & Dewi, R. S. (2021). Resilience in Early Childhood. Naturalistic: Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran6(1), 1069-1077.

0 komentar:

Posting Komentar