Keengganan, Resilience,
dan Kemauan Untuk Membangun Perubahan
Essay UTS Psikologi Inovasi (SP & SJ)
Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA
Bagus Kuncoro
(21310410018)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Perubahan
adalah proses yang wajar dan akan selalu berubah. Dalam sebuah perubahan untuk menjadi lebih baik diperlukan
proses yang memang harus memerlukan kedisplinan serta motivasi yang harus
dilaksanakan. Perubahan diri adalah dasar dari pikiran kreatif dan perilaku inovatif.
Mahasiswa dapat dikatakan menjadi agen perubahan yang aktif dalam menciptakan
inovasi dan solusi baru dalam beberapa aspek yang terus berkembang ini. Suatu tuntutan kecil perubahan bisa dibilang sederhana, akan
tetapi realita yang terjadi mahasiswa jarang yang bersedia mengubah diri dengan
suka rela. Dalam suatu perubahan mahasiswa biasanya melakukan penolakan-penolakan
dimana penolakan tersebut terdapat hubungan dengan teori keengganan untuk
berubah. Rasa keengganan adalah kecenderungan sesorang untuk bertahan
atau menolak perubahan, tidak menghargai perubahan,dan menunjukkan sikap
permusuhan dengan berbagai konteks. Pada dasarnya individu menolak
berubah karena perubahan dianggap sebagai sebuah ancaman pada pola perilaku
yang telah melekat dan mereka merasa perubahan akan mengancam rasa keamanan mereka.
Dalam film How to build Resilience? The Story of the
Donkey. From The Resilience menunjukkan bagaimana ketahanan muncul dan
bagaimana kita semua mempunyai kapasitas untuk menjadi tangguh dengan alat yang
tepat. Keledai belajar untuk melepaskannya dan melanjutkan hidup maksudnya bahwa
sebenarnya kita semua bisa melakukan ini meskipun itu dengan cara yang sulit. Dalam
sebuah perubahan kita terkadang dituntuk untuk keluar dari zona nyaman dan kebiasaan-kebiasaan.
Perubahan dalam paksaan merupakan bentuk hasil target yang diharapkan. Penggunaan
strategi paksaan ini digunakan ketika motivasi dan konsistensi dalam perubahan cukup
rendah. Perubahan secara paksa ini biasanya membuat diri menjadi tidak nyaman
dan mungkin menganggu kesehatan mental, akan tetapi dalam menyikapi seuatu perubahan
manusia memiliki resilience yaitu kemampuan
seseorang dalam mengatasi, melalui, dan kembali kepada kondisi semula setelah
mengalami kejadian yang menekan. Jadi bisa dikatakan bahwa resilience
berhubungan dengan proses perubahan yang dipaksa.
Dalam
suatu perubahan biasanya saya akan mengatakan setuju untuk mengubah diri, namun
perilaku tidak mencerminkan persetujuan, contoh saja dalam kelas Psikologi Inovasi.
Dalam kelas Psikologi Inovasi persetujuan untuk ikut melakukan perbuahan terkadang
terjadi karena adanya tuntutan akan perkuliahan dan sebuah nilai. Buktinya
adalah saya tahu bahwa ketika kelas dimulai dengan menunjukan tugas yang bisa
dikatakan tidak sedikit dan harus konsisten menuntut saya untuk mengerjakan
semua tugas sesuai deadline, meskipun posisi yang dari pagi sampai sore harus
bekerja dan dalam pengerjaan tugas juga perlu ke warnet karena belum adanya
sarana laptop untuk mengunggah tugas. Tuntutan untuk mendapatkan nilai yang
baik dan agar tidak ada pengulangan yang nanti membutuhkan waktu dan biaya
lebih.
Dalam suatu perubahan diri menurut hukum the low of
effect, segala perilaku yang mendapatkan respon positif maka akan diulangi dan
bila responnya negative maka perilaku itu tidak perlu diulang lagi. Reward adalah suatu bentuk penghargaan atau imbalan yang
diberikan kepada seseorang atau kelompok karena telah berperilaku baik,
melakukan suatu keunggulan atau prestasi dan berhasil melakukan sesuatu. Dalam perubahan
diri akan terasa sangat memberi hal postitif ketika terdapat suatu reward, karena
telah berhasil mendaptkannya. Lalu apakah bentuk reward harus materi, pujian
atau piagam. Menurut saya ketika memang tidak ada reward saya akan tetap bersedia
mengubah diri karena satu tujuan positif dan bahwa tidak ada salahnya dengan
merubah diri menjadi lebih baik, toh itu demi kebaikan diri.
Daftar
Pustaka
Tilaar,
H.A.R, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar PedagogikTransformatif untuk
Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012.
Reivich
dan Shatte. (2002). Psychosocial Resilience. American Journal of Orthopsychiatry, 57, 316.
0 komentar:
Posting Komentar