WAWANCARA TERHADAP PELAKU DISONANSI KOGNITIF PADA
PEROKOK AKTIF
Essay
3 Psikologi Inovasi
Meylita
Ayu Herbafalony
NIM
: 21310410084
Kelas
Reguler / Semester 5
Dosen
Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta
Fakultas
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Tidak
dapat dipungkiri bahwa rokok memiliki dampak negatif pada tubuh, tetapi
perilaku merokok di Indonesia menghadirkan fenomena yang mencolok. Ini berarti
bahwa efek negatif rokok telah diakui, jumlah dan prevalensi perokok di
Indonesia terus meningkat. Namun, kesadaran terhadap pelaku perokok justru
sangat minim, bahwasanya merokok memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan. Hal
ini merupakan sikap dari disonansi kognitif. Dalam hal ini, kognisi merupakan
cara untuk memahami, kepercayaan, penilaian, dan pemikiran mengenai sebuah
pesan (West and Turner, 2007:131) dalam (Negoro, 2016).
Saya
telah menemukan seseorang yang mengalami disonansi kognitif, orang tersebut
berinisial A dan termasuk teman Saya. Saya mewawancarai dengan berbagtai pertanyaan
tentang rokok serta dampaknya, sebagai berikut :
Saya : “Bagaimana Anda mulai merokok, dan berapa
lama Anda sudah merokok?”
A :
“Saya mulai merokok saat saya masih remaja, sekitar usia 15 tahun. Teman-teman
saya pada saat itu juga merokok, dan saya merasa seperti itu adalah hal yang
keren. Sekarang, saya telah merokok selama kuurang lebih 8 tahun”.
Saya :
“Apakah Anda pernah merasa konflik antara merokok dan nilai atau keyakinan
Anda?”
A :
“Ya, saya sering merasa konflik tentang ini. Saya tahu bahwa merokok berbahaya
bagi kesehatan, dan saya juga peduli tentang menjaga kesehatan saya. Saya
sering merasa bersalah setiap kali saya merokok, terutama ketika saya mendengar
tentang dampak negatif merokok pada tubuh. Ini adalah konflik yang sulit untuk
saya atasi”.
Saya :
“Bagaimana Anda mengatasi atau meredakan konflik ini? Apakah ada cara khusus
yang Anda lakukan untuk meredakan disonansi kognitif ini?”
A :
“Saya mencoba berbagai cara. Saya mencoba berhenti merokok beberapa kali, tapi
selalu kembali lagi. Saya juga mencoba mengurangi jumlah rokok yang saya
konsumsi, tetapi seringkali saya kembali ke kebiasaan lama. Jujur, saya merasa
kesulitan untuk mengatasi konflik ini”.
Saya :
“Saya mengerti bahwa ini adalah masalah yang kompleks. Apakah ada faktor tertentu
yang mendorong Anda untuk terus merokok meskipun Anda menyadari risikonya?”
A :
“Ada beberapa faktor. Pertama, saya merasa ketagihan nikotin, jadi terkadang
merokok itu seperti refleks. Kedua, saya merasa merokok adalah cara untuk
mengatasi stres atau tekanan dalam hidup saya. Ketika saya merokok, saya merasa
lebih rileks, meskipun saya tahu itu hanya efek sementara”.
Saya :
“Terima kasih banyak atas jawaban Anda. Semoga Anda berhasil mengatasi konflik
ini dan menjalani hidup yang lebih sehat”.
A :
“Terima kasih, semoga begitu juga. Saya berharap bisa menghentikan kebiasaan
merokok ini suatu hari nanti”.
Dapat
diambil kesimpulan bahwasannya sikap disonansi kognitif merupakan konflik
antara pengetahuan tentang dampak negatif merokok dan tindakan merokok yang
dilakukan, mungkin berperan dalam perilaku merokok di Indonesia. Meskipun orang
tahu bahwa rokok memiliki dampak buruk pada kesehatan, banyak yang tetap
merokok, dan bahkan usia pertama kali merokok semakin muda. Hal ini menunjukkan
bahwa ada ketidakcocokan antara pengetahuan tentang risiko merokok dan perilaku
merokok yang sebenarnya, yang merupakan salah satu indikator disonansi
kognitif.
Referensi :
Negoro, S. H. (2016). Pembentukan Sikap Oleh Perokok Remaja
Melalui Peringatan Bahaya Merokok Pada Kemasan Rokok. Interaksi: Jurnal
Ilmu Komunikasi, 5(2), 112-122.
0 komentar:
Posting Komentar