11.10.23

WAWANCARA TERHADAP PELAKU DISONANSI KOGNITIF PADA PEROKOK AKTIF

 


WAWANCARA TERHADAP PELAKU DISONANSI KOGNITIF PADA PEROKOK AKTIF

Essay 3 Psikologi Inovasi

Meylita Ayu Herbafalony

NIM : 21310410084

Kelas Reguler / Semester 5

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 


 

Tidak dapat dipungkiri bahwa rokok memiliki dampak negatif pada tubuh, tetapi perilaku merokok di Indonesia menghadirkan fenomena yang mencolok. Ini berarti bahwa efek negatif rokok telah diakui, jumlah dan prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat. Namun, kesadaran terhadap pelaku perokok justru sangat minim, bahwasanya merokok memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan. Hal ini merupakan sikap dari disonansi kognitif. Dalam hal ini, kognisi merupakan cara untuk memahami, kepercayaan, penilaian, dan pemikiran mengenai sebuah pesan (West and Turner, 2007:131) dalam (Negoro, 2016).

Saya telah menemukan seseorang yang mengalami disonansi kognitif, orang tersebut berinisial A dan termasuk teman Saya. Saya mewawancarai dengan berbagtai pertanyaan tentang rokok serta dampaknya, sebagai berikut :

Saya    : “Bagaimana Anda mulai merokok, dan berapa lama Anda sudah merokok?”

A         : “Saya mulai merokok saat saya masih remaja, sekitar usia 15 tahun. Teman-teman saya pada saat itu juga merokok, dan saya merasa seperti itu adalah hal yang keren. Sekarang, saya telah merokok selama kuurang lebih 8 tahun”.

Saya    : “Apakah Anda pernah merasa konflik antara merokok dan nilai atau keyakinan Anda?”

A         : “Ya, saya sering merasa konflik tentang ini. Saya tahu bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, dan saya juga peduli tentang menjaga kesehatan saya. Saya sering merasa bersalah setiap kali saya merokok, terutama ketika saya mendengar tentang dampak negatif merokok pada tubuh. Ini adalah konflik yang sulit untuk saya atasi”.

Saya    : “Bagaimana Anda mengatasi atau meredakan konflik ini? Apakah ada cara khusus yang Anda lakukan untuk meredakan disonansi kognitif ini?”

A         : “Saya mencoba berbagai cara. Saya mencoba berhenti merokok beberapa kali, tapi selalu kembali lagi. Saya juga mencoba mengurangi jumlah rokok yang saya konsumsi, tetapi seringkali saya kembali ke kebiasaan lama. Jujur, saya merasa kesulitan untuk mengatasi konflik ini”.

Saya    : “Saya mengerti bahwa ini adalah masalah yang kompleks. Apakah ada faktor tertentu yang mendorong Anda untuk terus merokok meskipun Anda menyadari risikonya?”

A         : “Ada beberapa faktor. Pertama, saya merasa ketagihan nikotin, jadi terkadang merokok itu seperti refleks. Kedua, saya merasa merokok adalah cara untuk mengatasi stres atau tekanan dalam hidup saya. Ketika saya merokok, saya merasa lebih rileks, meskipun saya tahu itu hanya efek sementara”.

Saya    : “Terima kasih banyak atas jawaban Anda. Semoga Anda berhasil mengatasi konflik ini dan menjalani hidup yang lebih sehat”.

A         : “Terima kasih, semoga begitu juga. Saya berharap bisa menghentikan kebiasaan merokok ini suatu hari nanti”.

            Dapat diambil kesimpulan bahwasannya sikap disonansi kognitif merupakan konflik antara pengetahuan tentang dampak negatif merokok dan tindakan merokok yang dilakukan, mungkin berperan dalam perilaku merokok di Indonesia. Meskipun orang tahu bahwa rokok memiliki dampak buruk pada kesehatan, banyak yang tetap merokok, dan bahkan usia pertama kali merokok semakin muda. Hal ini menunjukkan bahwa ada ketidakcocokan antara pengetahuan tentang risiko merokok dan perilaku merokok yang sebenarnya, yang merupakan salah satu indikator disonansi kognitif.

Referensi :

Negoro, S. H. (2016). Pembentukan Sikap Oleh Perokok Remaja Melalui Peringatan Bahaya Merokok Pada Kemasan Rokok. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi5(2), 112-122.

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar