Essay
III Psikologi Inovasi : Wawancara Tentang Disonansi Kognitif Pada Perokok
Nama : Brhyllianda Ridwan
Susila
NIM : 21310410115
Kelas : SP
Dosen Pengampu : Arundati Shinta
Selama
bertahun-tahun, kampanye anti-rokok telah aktif dilaksanakan di Indonesia oleh
berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat sipil.
Berdasarkan laporan WHO Report on the Global Tobacco Epidemic 2019, angka
prevalensi perokok di Indonesia pada tahun 2018 sangat signifikan, yakni
sebesar 62,9% pada pria dan 4,8% pada wanita yang berusia di atas 15 tahun. Di
sisi lain, pada kelompok usia 13-15 tahun, tingkat prevalensi perokok mencapai
23% pada pria dan 2,4% pada wanita, mengindikasikan bahwa Indonesia saat ini
sedang menghadapi permasalahan serius terkait masalah merokok (World Health
Organization, 2019).
Perokok yang
aktif di Indonesia sering mengalami disonansi kognitif. Hal ini mencakup
penolakan terhadap pemahaman kognitif tertentu yang bertentangan dengan
tindakan perilaku, yang kemudian bisa menyebabkan timbulnya disonansi. Dalam
konteks ini, peneliti menjalani sesi wawancara dengan seorang individu yang
merokok dengan identitas sebagai berikut :
Inisial : AT
Usia :
29
Jenis kelamin :
Laki-laki
Pekerjaan :
Karyawan hotel
Dengan poin pertanyaan sebagai berikut :
1. Bolehkah saya
mendengar perspektif Anda tentang kebiasaan merokok? Apakah Anda seorang
perokok?
2. Bagaimana Anda menilai risiko
kesehatan yang terkait dengan merokok?
3. Apa yang menjadi alasan di balik
keputusan Anda untuk terus merokok?
4. Sudahkah Anda mencoba metode untuk
mengatasi stres, seperti berolahraga atau menjalankan hobi?
5. Bagaimana pendapat Anda tentang
saran yang diberikan oleh teman-teman atau keluarga yang berusaha membantu Anda
berhenti merokok?
6. Bagaimana Anda memandang perbedaan
antara pengetahuan Anda tentang risiko merokok dan keputusan Anda untuk tetap
merokok?
7.
Apakah Anda
memiliki rencana atau pertimbangan tertentu untuk berhenti merokok di masa
depan?
Berikut merupakan jawaban
narasumber :
1.
Ya, saya
adalah seorang perokok yang aktif.
2. Saya menyadari bahwa merokok
berbahaya dan bisa menyebabkan masalah kesehatan serius.
3. Meskipun saya tahu risikonya, saya
merasa bahwa merokok membantu saya mengatasi stres dan tekanan hidup.
4. Saya sudah mencoba alternatif
beberapa kali, tetapi merasa bahwa merokok masih memberikan manfaat yang lebih
besar.
5. Saya mengerti bahwa mereka peduli,
namun saya merasa sulit bagi mereka memahami betapa susahnya berhenti merokok.
6. Saya merasa bersalah terkadang
karena saya tahu risiko merokok, tetapi kebiasaan ini sulit untuk dihentikan.
7. Saya memiliki
niat untuk berhenti merokok, namun saya masih tidak yakin kapan waktu yang
tepat untuk melakukannya. Mungkin setelah saya menikah dan memiliki anak.
Kehadiran Peraturan Pemerintah No.
109 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28 Tahun 2013
mewajibkan produsen rokok untuk mengubah desain kemasan rokok dengan
menyertakan peringatan visual tentang bahaya merokok. Perubahan pada kemasan
ini dipastikan memiliki dampak yang signifikan pada perilaku perokok aktif
dalam mengonsumsi rokok. Namun cara permerintah tersebut bisa dikatakan kurang
berdampak signifikan setelah dilakukan wawancara ditemukan disonansi kognitif
pada jawaban narasumber yang jelas sudah mengerti bahaya secara lisan maupun
visual namun tetap dilakukan. Berolahraga dinilai narasumber tidak bisa menjadi
alternatifnya untuk mengatasi stress, padahal secara medis sudah banyak
dibuktikan.
Referensi :
Fadholi, F., Prisanto, G. F., Ernungtyas, N.
F., Irwansyah, I., & Hasna, S. (2020). Disonansi Kognitif Perokok Aktif di
Indonesia. Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri
Padang), 11(1), 1-14.
Hamuji, A. (2015). Explorasi Dampak
Penerapan Peringatan Bergambar Pada Kemasan Rokok Terhadap Perokok Dewasa (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
0 komentar:
Posting Komentar