Nama:
Satria Rahman
NIM:
21310410087
Tugas:
Essai 3
Nama
Tugas: Wawancara ttg disonansi kognitif
Nama
Dosen: Dr. Arundati Shinta, MA
Dalam
dunia yang semakin kompleks ini, kita seringkali dihadapkan pada situasi di
mana pengetahuan kita bertentangan dengan tindakan yang sebenarnya kita
lakukan. Dalam konteks psikologi, hal ini dikenal sebagai disonansi kognitif.
Disonansi kognitif adalah ketidakcocokan antara keyakinan, nilai, atau
pengetahuan seseorang dengan perilaku atau tindakan yang mereka lakukan.
Fenomena ini telah menjadi topik menarik dalam mata kuliah Psikologi
Lingkungan, karena seringkali muncul dalam konteks isu-isu lingkungan.
Dalam
upaya untuk memahami lebih dalam mengenai disonansi kognitif dalam konteks
lingkungan hidup, saya memilih untuk melakukan wawancara dengan seseorang yang
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai masalah lingkungan, namun tidak selalu
menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Pilihan saya jatuh pada
Bapak Rudi (nama saya samarkan), seorang pengurus bank sampah yang telah lama
berkecimpung dalam upaya pengelolaan sampah di komunitasnya.
Bapak
Rudi adalah orang yang memiliki pemahaman yang dalam tentang pentingnya
pengelolaan sampah yang baik. Selama wawancara, ia dengan antusias menceritakan
berbagai metode daur ulang dan pengurangan sampah yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Namun, ketika saya bertanya mengenai praktek pribadinya,
jawabannya mengejutkan. Meskipun ia memiliki pengetahuan yang luas, Bapak Rudi
mengaku bahwa ia sendiri belum sepenuhnya menerapkan praktik-praktik
berkelanjutan dalam kehidupannya.
Pertanyaan
mendasar yang muncul adalah mengapa seseorang seperti Bapak Rudi, yang memiliki
pengetahuan yang cukup, belum mampu mengubah tindakan mereka sesuai dengan
pengetahuan itu sendiri. Disonansi kognitif adalah salah satu jawabannya. Bapak
Rudi tahu apa yang benar, tetapi masih sulit baginya untuk melakukan tindakan
yang sesuai dengan pengetahuannya. Dalam hal ini, pengetahuan dan tindakan
berada dalam konflik, menciptakan disonansi kognitif.
Banyak
faktor yang bisa menjelaskan mengapa disonansi kognitif seperti ini terjadi.
Salah satunya adalah adanya hambatan psikologis seperti kenyamanan dengan
kebiasaan lama atau ketakutan akan perubahan. Bagi Bapak Rudi, kebiasaan lama
dalam memperlakukan sampah mungkin masih terasa nyaman meskipun ia tahu itu
tidak benar. Selain itu, terkadang tindakan berkelanjutan juga memerlukan usaha
lebih, baik dari segi waktu maupun sumber daya, dan ini dapat menjadi faktor
penghambat.
Pentingnya
memahami disonansi kognitif dalam konteks lingkungan hidup agar saya atau kalian
yang membaca ini dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
seseorang untuk tidak bertindak sesuai dengan pengetahuannya. Dengan pemahaman
yang lebih baik tentang disonansi kognitif, kita dapat merancang strategi yang
lebih efektif untuk mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
pengetahuan lingkungan yang benar.
Saya
sebagai mahasiswa Psikologi, wawancara dengan Bapak Rudi mengingatkan saya tentang
pentingnya tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi juga menerapkannya dalam
tindakan sehari-hari. Dalam menghadapi isu-isu lingkungan yang semakin
mendesak, mengatasi disonansi kognitif adalah langkah awal penting menuju
perubahan nyata dalam menjaga planet kita. Kita semua memiliki peran dalam
menjaga bumi ini, dan kita perlu mengatasi disonansi kognitif kita agar bisa
bergerak maju menuju perilaku yang lebih berkelanjutan.
0 komentar:
Posting Komentar