10.10.23

essay 3: wawancara tentang disonansi kognitif

 


Nama: Satria Rahman

NIM: 21310410087

Tugas: Essai 3

Nama Tugas: Wawancara ttg disonansi kognitif

Nama Dosen: Dr. Arundati Shinta, MA

 

Dalam dunia yang semakin kompleks ini, kita seringkali dihadapkan pada situasi di mana pengetahuan kita bertentangan dengan tindakan yang sebenarnya kita lakukan. Dalam konteks psikologi, hal ini dikenal sebagai disonansi kognitif. Disonansi kognitif adalah ketidakcocokan antara keyakinan, nilai, atau pengetahuan seseorang dengan perilaku atau tindakan yang mereka lakukan. Fenomena ini telah menjadi topik menarik dalam mata kuliah Psikologi Lingkungan, karena seringkali muncul dalam konteks isu-isu lingkungan.

Dalam upaya untuk memahami lebih dalam mengenai disonansi kognitif dalam konteks lingkungan hidup, saya memilih untuk melakukan wawancara dengan seseorang yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai masalah lingkungan, namun tidak selalu menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Pilihan saya jatuh pada Bapak Rudi (nama saya samarkan), seorang pengurus bank sampah yang telah lama berkecimpung dalam upaya pengelolaan sampah di komunitasnya.

Bapak Rudi adalah orang yang memiliki pemahaman yang dalam tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik. Selama wawancara, ia dengan antusias menceritakan berbagai metode daur ulang dan pengurangan sampah yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ketika saya bertanya mengenai praktek pribadinya, jawabannya mengejutkan. Meskipun ia memiliki pengetahuan yang luas, Bapak Rudi mengaku bahwa ia sendiri belum sepenuhnya menerapkan praktik-praktik berkelanjutan dalam kehidupannya.

Pertanyaan mendasar yang muncul adalah mengapa seseorang seperti Bapak Rudi, yang memiliki pengetahuan yang cukup, belum mampu mengubah tindakan mereka sesuai dengan pengetahuan itu sendiri. Disonansi kognitif adalah salah satu jawabannya. Bapak Rudi tahu apa yang benar, tetapi masih sulit baginya untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan pengetahuannya. Dalam hal ini, pengetahuan dan tindakan berada dalam konflik, menciptakan disonansi kognitif.

Banyak faktor yang bisa menjelaskan mengapa disonansi kognitif seperti ini terjadi. Salah satunya adalah adanya hambatan psikologis seperti kenyamanan dengan kebiasaan lama atau ketakutan akan perubahan. Bagi Bapak Rudi, kebiasaan lama dalam memperlakukan sampah mungkin masih terasa nyaman meskipun ia tahu itu tidak benar. Selain itu, terkadang tindakan berkelanjutan juga memerlukan usaha lebih, baik dari segi waktu maupun sumber daya, dan ini dapat menjadi faktor penghambat.

Pentingnya memahami disonansi kognitif dalam konteks lingkungan hidup agar saya atau kalian yang membaca ini dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi seseorang untuk tidak bertindak sesuai dengan pengetahuannya. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang disonansi kognitif, kita dapat merancang strategi yang lebih efektif untuk mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan pengetahuan lingkungan yang benar.

Saya sebagai mahasiswa Psikologi, wawancara dengan Bapak Rudi mengingatkan saya tentang pentingnya tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi juga menerapkannya dalam tindakan sehari-hari. Dalam menghadapi isu-isu lingkungan yang semakin mendesak, mengatasi disonansi kognitif adalah langkah awal penting menuju perubahan nyata dalam menjaga planet kita. Kita semua memiliki peran dalam menjaga bumi ini, dan kita perlu mengatasi disonansi kognitif kita agar bisa bergerak maju menuju perilaku yang lebih berkelanjutan.

 


0 komentar:

Posting Komentar