23.10.23

Esai 3 – Wawancara ttg disonansi kognitif Perokok Aktif

Esai 3 – Wawancara ttg disonansi kognitif Perokok Aktif

Marfino Hamzah

Nim: 21310410055

Kelas Psikologi SP

Mata Kuliah Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta






Fino (F): Selamat siang, Yudha. Terima kasih telah bersedia berbicara dengan saya hari ini.

Yudha (Y): Siang, Fino. Tidak masalah, saya senang berbicara dengan Anda.

F: Saya mendengar bahwa Anda memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang asap rokok, dampak kesehatan, dan masalah sampah rokok. Namun, saya juga mendengar bahwa Anda masih merokok. Apakah Anda bisa memberi tahu saya lebih banyak tentang itu?

Y: Tentu, Fino. Saya memang tahu banyak tentang risiko rokok, seperti penyakit jantung, kanker, dan dampak buruk lainnya. Saya juga paham tentang masalah sampah rokok dan dampaknya terhadap lingkungan. Namun, saya tetap merokok.

F: Mengapa Anda masih merokok, meskipun memiliki pengetahuan yang cukup tentang risikonya?

Y: Itu pertanyaan yang sulit. Saya tahu rokok berbahaya, tetapi saya merasa sulit untuk berhenti. Rasanya seperti kebiasaan yang sulit saya tinggalkan.

F: Apakah Anda pernah merasa ada konflik antara pengetahuan Anda tentang risiko rokok dan keputusan Anda untuk merokok?

Y: Ya, seringkali saya merasa seperti ada konflik di dalam diri saya. Saya tahu itu tidak baik untuk saya, bagi kesehatan saya dan lingkungan, tapi saya terus melakukannya.

F: Hal ini bisa disebut sebagai disonansi kognitif, di mana seseorang memiliki pengetahuan yang bertentangan dengan perilaku mereka. Bagaimana Anda merasa tentang hal itu?

Y: Ya, saya merasa sangat bingung. Saya ingin berhenti merokok, tetapi ada sesuatu yang membuat saya terus melakukannya. Itu membuat saya merasa sulit untuk maju.

F: Disonansi kognitif ini bisa menjadi penghalang besar untuk perubahan perilaku. Mungkin kita bisa bekerja sama untuk mengeksplorasi cara-cara untuk mengatasi hal ini. Apakah Anda ingin mencoba untuk berhenti merokok?

Y: Ya, saya ingin mencoba. Saya tahu ini tidak mudah, tapi saya ingin mencoba mengatasi disonansi kognitif ini.


Kesimpulan:

Dalam wawancara ini, kita melihat bahwa Yudha memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang risiko rokok dan dampaknya, termasuk masalah sampah rokok. Namun, dia mengalami disonansi kognitif yang membuatnya sulit untuk berhenti merokok meskipun mengetahui risikonya. Ini adalah contoh bagaimana pengetahuan saja tidak cukup untuk mengubah perilaku ketika ada konflik internal yang kuat. Proses perubahan perilaku memerlukan dukungan dan strategi yang tepat untuk mengatasi disonansi kognitif dan membuat perubahan yang berkelanjutan.

Untuk mengatasi disonansi kognitif ini, Yusuf dan Fara dapat bekerja sama untuk mengembangkan strategi perubahan perilaku yang lebih efektif. Ini bisa mencakup pembentukan kebiasaan baru, dukungan sosial, dan manajemen stres. Pemahaman dan dukungan psikologis dari Fara juga dapat membantu Yusuf mengatasi ketidakselarasan antara pengetahuan dan tindakan.

Dalam situasi seperti ini, penting untuk mengenali bahwa perubahan perilaku adalah proses yang tidak selalu mudah. Disonansi kognitif adalah hal yang umum, dan tidak hanya terbatas pada kebiasaan merokok. Dengan dukungan yang tepat dan komitmen untuk mengatasi konflik internal, Yusuf memiliki peluang untuk meraih perubahan positif dalam hidupnya, yang pada akhirnya akan mengurangi risiko kesehatan yang terkait dengan merokok dan dampak lingkungan negatif yang diakibatkan oleh sampah rokok.


0 komentar:

Posting Komentar