Esai 3
Wawancara tentang Disonansi Kognitif
Cica
Ayu Betiyanti
Nim:
21310410026
Kelas
Psikologi SJ
Mata
Kuliah Psikologi Inovasi
Dosen
Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Disonansi
kognitif adalah situasi yang mengacu pada
konflik mental, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang
tidak selaras. Hal ini semua mengakibatkan adanya ketidak konsistenan
dengan apa yang diketahui dan apa yang dilakukan. Contoh dari disonansi
kognitif ini yaitu seeorang yang merokok padahal mereka tahu akan bahaya dan
penyebabnya. Rokok adalah produk tembakau yang
penggunaannya dengan cara dibakar dan dihisap asapnya yang dihasilkan dari
tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau
sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan
tambahan (Menurut PP. RI. No.109, 2012) .
seperti yang kita ketahui bersama bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit
paru-paru kronis, merusak gigi dan menyebabkan
bau mulut, stroke dan serangan jantung serta masih banyak bahaya lainnya. Statista mencatat, ada 112 juta perokok di Indonesia pada 2021.
menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah perokok berusia 15 tahun ke atas di dunia sebanyak 991 juta orang
pada 2020. Angka tersebut turun 3,41% atau 35 juta orang dibanding tahun 2015
yang sebanyak 1,026 miliar orang.
Untuk
mendukung argumen yang saya tulis saya telah melakukan wawancara dengan seorang
perokok berinisial DI (laki-laki, 23 tahun) yang merupakan perokok aktif. Wawancara
ini saya lakukan di sebuah caffe di Yogyakarta tempat DI bekerja. DI mengungkap
bahwa alasnnya merokok pada awalnya yaitu karena rasa penasaran dan tidak enak
jika ditawari rokok oleh teman yang merokok sampai saat ini DI telah kecanduan
dan tidak dapat berhenti merokok. DI mengetahui akan bahaya merokok seperti
adanya penyakit yang mengenai paru-paru , sesak nafas ataupun yang lainnya
namun DI belum mampu untuk bisa merokok. DI mengaku ketika selesai makan ia
harus mengisap satu batang rokok sebagai pelengkap di akhir makan, itu sudah
menjadi kebiasaannya dan juga kebiasaan setiap hari. Dan salah satu alasan
terkuat masih menjadi perokok aktif adalah rokok bisa mengurangi stres di
kepalanya. Karena DI mengetahui bahaya akan merokok DI mengaku sempat berhenti
merokok dan beralih ke Vape atau Vapor namun tidakl berhasil karena dalam
kesehariannya ia masih membutuhkan menghisap rokok walaupun hanya 1 batang 2
batang, sampai akhirnya DI mengehentikan vapornya dan beralih ke rokok lagi.
Dari
penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa DI mengetahui bahaya apa saja yang
ditimbulkan dari rokok dan berpotensi mengurangi kesehatannya namun tetap
melanjutkan kebiasaan merokoknya. Terdapat teori disonansi kognitif dalam psikologi sosial yang membahas mengenai perasaan
ketidaknyamanan seseorang akibat sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling
bertentangan dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi
ketidaknyamanan tersebut. Yang saat ini juga dialami oleh DI.
0 komentar:
Posting Komentar