2.5.23

MERINGKAS JURNAL 2

 Meringkas Jurnal 2

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah TPS (Teknik Penyusunan Skripsi)

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, MA

Oleh:
Langgeng Dwi Hartono (20310410063)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta




Topik

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL (EMOTIONAL INTELLIGENCE) DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA POLISI SAMAPTA DI POLDA METRO JAYA

Sumber

Mukarromah, Emma. (2008). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional (Emotional Intelegence) Dengan Perilaku Agresif Polisi Samapta Di Polda Metro Jaya. Jurnal Psikologi. 6(1), Juni 2008, 39-50.

Permasalahan

    Tugas Polisi Samapta dapat dikatakan tidaklah mudah untuk dijalani, karena di satu sisi polisi samapta harus mampu mengayomi masyarakat namun di sisi lain anggota Polisi Samapta juga harus dapat bersikap tegas terhadap orang-orang yang telah melanggar hukum dan mengancam keadaan kondusif pada saat digelarnya aksi demonstrasi. Polisi Samapta juga masih harus menghadapi stigma negatif dari masyarakat. Stigma negatif tersebut terjadi ketika masyarakat menyaksikan penyimpangan yang dilakukan oleh “oknum” polisi. Misalnya, polisi yang melakukan tindak kejahatan, kolusi, memeras, minta denda damai, dan tindakan menekan lainnya.

     Media cetak, informasi maupun elektronik sering menyoroti kasus-kasus oknum anggota Polisi yang terlibat kasus kekerasan. Akibat tindakan tersebut seringkali menimbulkan adanya korban. Setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain seperti yang dilakukan oleh oknum polisi dapat disebut sebagai perilaku agresif.

     Salah satu faktor penyebab munculnya perilaku agresif pada oknum polisi tersebut adalah kecerdasan emosional yang kurang baik. Kecerdasan emosional dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Mereka yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang tepat saat situasi kritis dan mendesak. Selain itu kecerdasan emosional juga berguna dalam penyesuaian diri dan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Mereka yang memiliki kecerdasan emosional mengetahui perasaan dirinya dan orang lain, dapat menahan diri, dan bersikap empatik sehingga membuat orang lain merasa nyaman, tenang, dan senang bergaul dengannya.

     

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif.

Metode penelitian

      Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang bersifat non eksperimental. Pada penelitian ini menggunakan metode korelasional yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antara satu dengan beberapa variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi) secara statistik.

       Penelitian dilaksanakan pada tanggal 15, 16 dan 19 Agustus 2008. Populasi (subjek) dalam penelitian ini adalah Polisi Samapta Polda Metro Jaya sebanyak 1727 orang. Selanjutnya, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minimal sebanyak 100 orang Polisi Samapta yang bertugas di Polda Metro Jaya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan karakteristik sampel yang memang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti. Sampling secara purposive dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu.

      Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk pengambilan data penelitian. Kuesioner yang digunakan didesain berdasarkan skala model Likert yang berisi sejumlah pernyataan yang menyatakan obyek yang hendak diungkap, yang terdiri dari empat kategori jawaban pernyataan, yaitu; Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini tidak menggunakan pilihan jawaban yang sifatnya netral, dengan maksud untuk menghindari kecenderungan untuk memilih pilihan yang berada ditengah-tengah atau netral.

       Data penelitian diperoleh dari skala yang mengukur kecerdasan emosional subyek. Alat ukur ini merupakan adaptasi dari Erna (2007) dan dibuat berdasarkan pada kajian teoritis dan batasan konseptual serta batasan operasional pada empat aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan Salovey & Mayer, yaitu persepsi dan ekspresi emosi/mengidentifikasi emosi, menggunakan emosi, memahami emosi, dan mengatur emosi.

     Data penelitian juga diperoleh skala perilaku agresif yang terdiri dari empat komponen yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan kebencian yang diungkapkan oleh Buss & Perry (1992). Alat ukur ini merupakan adaptasi dari Titaningtyas (2007).

     Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas kedua alat ukur dalam penelitian ini adalah validitas konstruk. Validitas konstruk berkenaan dengan konstruk atau struktur dan karakteristik psikologi aspek yang akan di ukur dengan instrumen. Uji validitas menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program komputer SPSS versi 15.0. Untuk uji reliabilitas menggunakan reliabilitas singel trial. Karena tes ini mengukur suatu hal atau konstruk tertentu yang diwujudkan dalam item-item tesnya maka konsistensi subyek dapat dilihat pada semua item-item dalam tes. Untuk itu diperlukan adanya konsistensi internal salah satu caranya adalah dengan mencari koefisien reliabilitas konsistensi internal. Dalam pembuatan tes ini, teknik untuk mencari koefisien internal menggunakan teknik Cronbach Alpha.

     Teknik korelasi yang digunakan untuk melukiskan hubungan dua gejala interval (skala pengukuran yang berjarak sama) adalah pearson product moment dan perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 15.0.

Hasil

     Berdasarkan penelitian ini diperoleh koefisien korelasi sebesar -0.569 dengan signifikansi atau probabilitas 0.000 lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif diterima, dan hubungan tersebut memiliki arah yang negatif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa, semakin rendahnya kecerdasan emosional seseorang maka perilaku agresifnya akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya, kemudian melihat dari koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0.569 dapat dikatakan hubungan kedua variabel agak rendah.

    Dalam penelitian ini untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional dengan perilaku agresif dilakukan analisis crosstabs dengan hasil sebagai berikut:

Gambaran Subyek Penelitian untuk masingmasing Kecerdasan Emosional Tinggi dengan Perilaku Agresif. Gambaran penyebaran subyek penelitian pada masing-masing kecerdasan emosional tinggi dengan perilaku agresif 93 subyek. Terdapat 33 subyek (35%) yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dengan perilaku agresif yang tinggi pula, dan 60 subyek (65%) yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dengan tingkat perilaku agresif yang rendah.

Gambaran Subyek Penelitian untuk masingmasing Kecerdasan Emosional Rendah dengan Perilaku Agresif. Gambaran penyebaran subyek penelitian pada masing-masing kecerdasan emosional rendah dengan perilaku agresif 87 subyek. Terdapat 69 subyek (79%) yang memiliki kecerdasan emosional rendah dengan perilaku agresif yang tinggi, dan 18 subyek (21%) yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah dengan tingkat perilaku agresif yang rendah pula.

Diskusi

    Hasil analisis statistik korelasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Kecerdasan Emosional berhubungan secara signifikan dengan Perilaku Agresif pada Polisi Samapta di Polda Metro Jaya, dan hubungan tersebut memiliki arah yang negatif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa, semakin rendahnya kecerdasan emosional seseorang maka perilaku agresifnya akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya semakin tingginya kecerdasan emosional seseorang maka perilaku agresifnya akan semakin rendah. Namun dilihat dari koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0.569 dapat dikatakan bahwa hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif agak rendah, yang artinya ada faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku agresif.

    Gambaran hasil penyebaran subyek yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dengan tingkat perilaku agresif secara keseluruhan, subyek dengan kecerdasan emosional tinggi kebanyakan memiliki tingkat perilaku agresif yang rendah yaitu 60 subyek (65%) dan subyek dengan kecerdasan emosional rendah yang memiliki tingkat perilaku agresif yang tinggi yaitu sebanyak 69 subyek (79%). Artinya subyek dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan dapat merasakan perubahan-perubahan biologis pada dirinya yang didahului oleh perubahan psikologis. Subyek juga mempunyai kemampuan untuk mengetahui dan merasakan emosi orang lain, dan subyek juga mempunyai kemampuan untuk bertoleransi dan menjalin pertemanan dengan teman yang sudah mengecewakannya. Subyek dengan kecerdasan emosional tinggi mampu untuk selalu optimis dalam menghadapi tugas-tugas yang berat, tugas-tugas yang tidak disukai, dan selalu mencari pemecahannya dan mereka juga mampu untuk merubah perasaan orang lain menjadi lebih baik. Subyek dengan kecerdasan emosional tinggi dan memiliki tingkat perilaku agresif yang rendah akan cenderung tidak mudah terbawa emosi negatif, dan tidak mudah terpancing oleh hal-hal yang negatif, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, tidak mudah tersinggung, tidak suka memaksakan pendapatnya dan merasa tidak perlu berkelahi sebagai cara untuk menyelesaikan masalah.

      Sebaliknya, subyek dengan kecerdasan emosional rendah dan memiliki tingkat perilaku agresif yang tinggi akan cenderung mudah terbawa emosi negatif, sehingga mudah terpancing untuk melakukan perilaku agresif, memiliki tingkat kesabaran yang rendah, mudah tersinggung, cenderung memaksakan pendapatnya kepada orang lain dan merasa perlu berkelahi sebagai cara untuk menyelesaikan masalah karena kemampuannya untuk mengetahui, memahami, dan merasakan emosi orang lain, kemampuan untuk bertoleransi dan menjalin pertemanan dengan orang lain rendah.

     Dalam penelitian ini terdapat temuan yang menyebutkan bahwa subjek yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, juga ada yang memiliki perilaku agresif yang tinggi (lihat grafik 4.11) yaitu sebanyak 33 subyek (35%). Subyek dengan kecerdasan emosional yang tinggi dapat memiliki tingkat perilaku agresif yang tinggi pula, hal ini dapat dijelaskan dengan temuan bahwa seseorang dengan kecerdasan emosional yang tinggi mempunyai kemampuan untuk mengetahui emosi yang sedang dirasakan dan juga mempunyai kemampuan untuk mengekspresikan emosi yang dirasakan. Hal tersebut didukung oleh salah satu item pernyataan yang menyebutkan bahwa ketika ada seseorang yang membuat subyek ketakutan, maka subyek akan memakinya. Ketika polisi samapta sedang menjalankan tugasnya sebagai pengendali massa dan pengaman aksi unjuk rasa dirasakan terancam dan merasa takut tidak dapat menjalankan tugas yang mereka emban dengan baik, maka yang terjadi adalah para polisi samapta akan memaki para demonstran agar tidak melakukan aksi anarkis, sehingga dapat dikatakan bahwa sulit untuk mengatakan perilaku agresif yang dilakukan oleh polisi.

     Dalam penelitian ini terdapat temuan yang menyebutkan bahwa subyek dengan kecerdasan emosional rendah juga ada yang memiliki perilaku agresif yang rendah yaitu sebanyak 18 subyek (21%). Individu dengan kecerdasan emosi yang rendah cenderung lebih tertutup terhadap orang lain, mudah takut atau gelisah. Mereka tidak berkeinginan untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, merasa tidak nyaman dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dunia pergaulan lingkungannya. Subyek dengan kecerdasan emosional yang rendah dapat memiliki perilaku agresif yang rendah pula, disebabkan karena mereka tidak senang bersama dengan orang lain dan melibatkan diri dengan masalah. Apabila mereka sedang mempunyai masalah dengan orang lain, mereka cenderung takut untuk mengungkapkannya sehingga perilaku agresifnya menjadi rendah. Hal tersebut seperti tersirat pada item No.7 bahwa subyek dengan kecerdasan emosional rendah akan cenderung menghindari orang yang tidak disukai sehingga mereka nampak tidak agresif karena tidak menunjukkan ekspresi emosinya dengan baik.

      Dalam penelitian ini juga melakukan analisis tambahan dengan uji beda.. Berdasarkan analisis tambahan dengan uji beda, untuk data tambahan usia, suku bangsa, hobby, jenis film kesukaan, keaktifan dalam kegiatan kerohanian, lama bekerja sebagai polisi, pangkat, status perkawinan, wilayah tempat tinggal dan berasal dari keluarga TNI/Polri, didapatkan hasil:

a.       Adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) dari perilaku agresif ditinjau dari usia, tetapi pada kecerdasan emosional menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan.

b.      Adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) dari perilaku agresif ditinjau dari suku bangsa, namun dengan kecerdasan emosional menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan.

c.       Tidak adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari hobby dengan perilaku agresif maupun dengan kecerdasan emosional (p>0.05).

d.      Adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) dari kecerdasan emosional ditinjau dari jenis film kesukaan, namun dengan perilaku agresif menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan.

e.       Tidak adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari keaktifan dalam kegiatan kerohanian dengan perilaku agresif maupun dengan kecerdasan emosional.

f.        Tidak adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari lama bekerja sebagai polisi dengan perilaku agresif maupun dengan kecerdasan emosional.

g.      Tidak adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari pangkat dengan perilaku agresif mau-pun dengan kecerdasan emosional.

h.      Tidak adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari status perkawinan dengan perilaku agresif maupun dengan kecerdasan emosional.

i.        Tidak adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari wilayah tempat tinggal dengan peri-laku agresif maupun dengan kecerdasan emosional.

j.        Tidak adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari berasal dari keluarga TNI/Polri dengan perilaku agresif maupun dengan kecerdasan emosional.

 

 

 


0 komentar:

Posting Komentar