Meringkas Jurnal 2
Topik |
HUBUNGAN
ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL (EMOTIONAL INTELLIGENCE) DENGAN PERILAKU
AGRESIF PADA POLISI SAMAPTA DI POLDA METRO JAYA |
Sumber |
Mukarromah,
Emma. (2008). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional (Emotional Intelegence)
Dengan Perilaku Agresif Polisi Samapta Di Polda Metro Jaya. Jurnal
Psikologi. 6(1), Juni 2008, 39-50. |
Permasalahan |
Tugas Polisi Samapta dapat dikatakan
tidaklah mudah untuk dijalani, karena di satu sisi polisi samapta harus mampu
mengayomi masyarakat namun di sisi lain anggota Polisi Samapta juga harus
dapat bersikap tegas terhadap orang-orang yang telah melanggar hukum dan
mengancam keadaan kondusif pada saat digelarnya aksi demonstrasi. Polisi
Samapta juga masih harus menghadapi stigma negatif dari masyarakat. Stigma
negatif tersebut terjadi ketika masyarakat menyaksikan penyimpangan yang
dilakukan oleh “oknum” polisi. Misalnya, polisi yang melakukan tindak
kejahatan, kolusi, memeras, minta denda damai, dan tindakan menekan lainnya. Media cetak, informasi maupun elektronik
sering menyoroti kasus-kasus oknum anggota Polisi yang terlibat kasus
kekerasan. Akibat tindakan tersebut seringkali menimbulkan adanya korban.
Setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain
seperti yang dilakukan oleh oknum polisi dapat disebut sebagai perilaku
agresif. Salah satu faktor penyebab munculnya
perilaku agresif pada oknum polisi tersebut adalah kecerdasan emosional yang
kurang baik. Kecerdasan emosional dapat digunakan dalam pengambilan keputusan
dan tindakan. Mereka yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan
mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang tepat saat situasi kritis dan
mendesak. Selain itu kecerdasan emosional juga berguna dalam penyesuaian diri
dan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Mereka yang memiliki
kecerdasan emosional mengetahui perasaan dirinya dan orang lain, dapat
menahan diri, dan bersikap empatik sehingga membuat orang lain merasa nyaman,
tenang, dan senang bergaul dengannya. |
Tujuan
penelitian |
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan
perilaku agresif. |
Metode
penelitian |
Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian kuantitatif yang bersifat non eksperimental. Pada penelitian ini
menggunakan metode korelasional yang ditujukan untuk mengetahui hubungan
antara satu dengan beberapa variabel lain dinyatakan dengan besarnya
koefisien korelasi dan keberartian (signifikansi) secara statistik. Penelitian dilaksanakan pada tanggal
15, 16 dan 19 Agustus 2008. Populasi (subjek) dalam penelitian ini adalah
Polisi Samapta Polda Metro Jaya sebanyak 1727 orang. Selanjutnya, sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah minimal sebanyak 100 orang Polisi
Samapta yang bertugas di Polda Metro Jaya. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan
sampel berdasarkan karakteristik sampel yang memang telah ditetapkan
sebelumnya oleh peneliti. Sampling secara purposive dilakukan dengan mengambil
orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang
dimiliki oleh sampel itu. Penelitian ini menggunakan kuesioner
untuk pengambilan data penelitian. Kuesioner yang digunakan didesain
berdasarkan skala model Likert yang berisi sejumlah pernyataan yang
menyatakan obyek yang hendak diungkap, yang terdiri dari empat kategori
jawaban pernyataan, yaitu; Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS),
Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini tidak menggunakan pilihan jawaban yang
sifatnya netral, dengan maksud untuk menghindari kecenderungan untuk memilih
pilihan yang berada ditengah-tengah atau netral. Data penelitian diperoleh dari skala
yang mengukur kecerdasan emosional subyek. Alat ukur ini merupakan adaptasi
dari Erna (2007) dan dibuat berdasarkan pada kajian teoritis dan batasan
konseptual serta batasan operasional pada empat aspek kecerdasan emosional
yang dikemukakan Salovey & Mayer, yaitu persepsi dan ekspresi
emosi/mengidentifikasi emosi, menggunakan emosi, memahami emosi, dan mengatur
emosi. Data penelitian juga diperoleh skala perilaku
agresif yang terdiri dari empat komponen yaitu agresi fisik, agresi verbal,
kemarahan, dan kebencian yang diungkapkan oleh Buss & Perry (1992). Alat
ukur ini merupakan adaptasi dari Titaningtyas (2007). Teknik yang digunakan untuk menentukan
validitas kedua alat ukur dalam penelitian ini adalah validitas konstruk.
Validitas konstruk berkenaan dengan konstruk atau struktur dan karakteristik
psikologi aspek yang akan di ukur dengan instrumen. Uji validitas menggunakan
teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan program komputer SPSS
versi 15.0. Untuk uji reliabilitas menggunakan reliabilitas singel trial. Karena
tes ini mengukur suatu hal atau konstruk tertentu yang diwujudkan dalam
item-item tesnya maka konsistensi subyek dapat dilihat pada semua item-item
dalam tes. Untuk itu diperlukan adanya konsistensi internal salah satu
caranya adalah dengan mencari koefisien reliabilitas konsistensi internal.
Dalam pembuatan tes ini, teknik untuk mencari koefisien internal menggunakan
teknik Cronbach Alpha. Teknik
korelasi yang digunakan untuk melukiskan hubungan dua gejala interval (skala
pengukuran yang berjarak sama) adalah pearson product moment dan
perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 15.0. |
Hasil |
Berdasarkan penelitian ini diperoleh
koefisien korelasi sebesar -0.569 dengan signifikansi atau probabilitas 0.000
lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku
Agresif diterima, dan hubungan tersebut memiliki arah yang negatif. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa, semakin rendahnya kecerdasan emosional seseorang
maka perilaku agresifnya akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya,
kemudian melihat dari koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0.569 dapat
dikatakan hubungan kedua variabel agak rendah. Dalam penelitian ini untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional dengan perilaku agresif dilakukan analisis crosstabs dengan hasil sebagai berikut: Gambaran Subyek Penelitian untuk masingmasing Kecerdasan Emosional Tinggi dengan Perilaku Agresif. Gambaran penyebaran subyek penelitian pada masing-masing kecerdasan emosional tinggi dengan perilaku agresif 93 subyek. Terdapat 33 subyek (35%) yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dengan perilaku agresif yang tinggi pula, dan 60 subyek (65%) yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dengan tingkat perilaku agresif yang rendah. Gambaran Subyek Penelitian untuk masingmasing Kecerdasan Emosional Rendah dengan Perilaku Agresif. Gambaran penyebaran subyek penelitian pada masing-masing kecerdasan emosional rendah dengan perilaku agresif 87 subyek. Terdapat 69 subyek (79%) yang memiliki kecerdasan emosional rendah dengan perilaku agresif yang tinggi, dan 18 subyek (21%) yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah dengan tingkat perilaku agresif yang rendah pula. |
Diskusi |
Hasil analisis statistik korelasi dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa Kecerdasan Emosional berhubungan secara
signifikan dengan Perilaku Agresif pada Polisi Samapta di Polda Metro Jaya,
dan hubungan tersebut memiliki arah yang negatif. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa, semakin rendahnya kecerdasan emosional seseorang maka perilaku
agresifnya akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya semakin tingginya
kecerdasan emosional seseorang maka perilaku agresifnya akan semakin rendah.
Namun dilihat dari koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0.569 dapat
dikatakan bahwa hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif agak
rendah, yang artinya ada faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku agresif. Gambaran hasil penyebaran subyek yang
memiliki kecerdasan emosional tinggi dengan tingkat perilaku agresif secara
keseluruhan, subyek dengan kecerdasan emosional tinggi kebanyakan memiliki
tingkat perilaku agresif yang rendah yaitu 60 subyek (65%) dan subyek dengan
kecerdasan emosional rendah yang memiliki tingkat perilaku agresif yang
tinggi yaitu sebanyak 69 subyek (79%). Artinya subyek dengan kecerdasan
emosional yang tinggi akan dapat merasakan perubahan-perubahan biologis pada
dirinya yang didahului oleh perubahan psikologis. Subyek juga mempunyai
kemampuan untuk mengetahui dan merasakan emosi orang lain, dan subyek juga
mempunyai kemampuan untuk bertoleransi dan menjalin pertemanan dengan teman
yang sudah mengecewakannya. Subyek dengan kecerdasan emosional tinggi mampu
untuk selalu optimis dalam menghadapi tugas-tugas yang berat, tugas-tugas
yang tidak disukai, dan selalu mencari pemecahannya dan mereka juga mampu
untuk merubah perasaan orang lain menjadi lebih baik. Subyek dengan kecerdasan
emosional tinggi dan memiliki tingkat perilaku agresif yang rendah akan
cenderung tidak mudah terbawa emosi negatif, dan tidak mudah terpancing oleh
hal-hal yang negatif, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, tidak mudah
tersinggung, tidak suka memaksakan pendapatnya dan merasa tidak perlu
berkelahi sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. Sebaliknya, subyek dengan kecerdasan
emosional rendah dan memiliki tingkat perilaku agresif yang tinggi akan
cenderung mudah terbawa emosi negatif, sehingga mudah terpancing untuk
melakukan perilaku agresif, memiliki tingkat kesabaran yang rendah, mudah
tersinggung, cenderung memaksakan pendapatnya kepada orang lain dan merasa
perlu berkelahi sebagai cara untuk menyelesaikan masalah karena kemampuannya
untuk mengetahui, memahami, dan merasakan emosi orang lain, kemampuan untuk
bertoleransi dan menjalin pertemanan dengan orang lain rendah. Dalam penelitian ini terdapat temuan
yang menyebutkan bahwa subjek yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, juga
ada yang memiliki perilaku agresif yang tinggi (lihat grafik 4.11) yaitu
sebanyak 33 subyek (35%). Subyek dengan kecerdasan emosional yang tinggi
dapat memiliki tingkat perilaku agresif yang tinggi pula, hal ini dapat dijelaskan
dengan temuan bahwa seseorang dengan kecerdasan emosional yang tinggi
mempunyai kemampuan untuk mengetahui emosi yang sedang dirasakan dan juga
mempunyai kemampuan untuk mengekspresikan emosi yang dirasakan. Hal tersebut
didukung oleh salah satu item pernyataan yang menyebutkan bahwa ketika ada
seseorang yang membuat subyek ketakutan, maka subyek akan memakinya. Ketika
polisi samapta sedang menjalankan tugasnya sebagai pengendali massa dan
pengaman aksi unjuk rasa dirasakan terancam dan merasa takut tidak dapat
menjalankan tugas yang mereka emban dengan baik, maka yang terjadi adalah
para polisi samapta akan memaki para demonstran agar tidak melakukan aksi
anarkis, sehingga dapat dikatakan bahwa sulit untuk mengatakan perilaku
agresif yang dilakukan oleh polisi. Dalam penelitian ini terdapat temuan
yang menyebutkan bahwa subyek dengan kecerdasan emosional rendah juga ada
yang memiliki perilaku agresif yang rendah yaitu sebanyak 18 subyek (21%).
Individu dengan kecerdasan emosi yang rendah cenderung lebih tertutup
terhadap orang lain, mudah takut atau gelisah. Mereka tidak berkeinginan
untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, merasa tidak
nyaman dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dunia pergaulan
lingkungannya. Subyek dengan kecerdasan emosional yang rendah dapat memiliki
perilaku agresif yang rendah pula, disebabkan karena mereka tidak senang
bersama dengan orang lain dan melibatkan diri dengan masalah. Apabila mereka
sedang mempunyai masalah dengan orang lain, mereka cenderung takut untuk
mengungkapkannya sehingga perilaku agresifnya menjadi rendah. Hal tersebut
seperti tersirat pada item No.7 bahwa subyek dengan kecerdasan emosional
rendah akan cenderung menghindari orang yang tidak disukai sehingga mereka
nampak tidak agresif karena tidak menunjukkan ekspresi emosinya dengan baik. Dalam penelitian ini juga melakukan
analisis tambahan dengan uji beda.. Berdasarkan analisis tambahan dengan uji
beda, untuk data tambahan usia, suku bangsa, hobby, jenis film kesukaan, keaktifan
dalam kegiatan kerohanian, lama bekerja sebagai polisi, pangkat, status
perkawinan, wilayah tempat tinggal dan berasal dari keluarga TNI/Polri,
didapatkan hasil: a. Adanya
perbedaan yang signifikan (p<0.05) dari perilaku agresif ditinjau dari
usia, tetapi pada kecerdasan emosional menunjukkan tidak adanya perbedaan
yang signifikan. b. Adanya
perbedaan yang signifikan (p<0.05) dari perilaku agresif ditinjau dari
suku bangsa, namun dengan kecerdasan emosional menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan. c. Tidak
adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari hobby dengan perilaku agresif
maupun dengan kecerdasan emosional (p>0.05). d. Adanya
perbedaan yang signifikan (p<0.05) dari kecerdasan emosional ditinjau dari
jenis film kesukaan, namun dengan perilaku agresif menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan. e. Tidak
adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari keaktifan dalam kegiatan
kerohanian dengan perilaku agresif maupun dengan kecerdasan emosional. f.
Tidak adanya perbedaan yang signifikan
ditinjau dari lama bekerja sebagai polisi dengan perilaku agresif maupun
dengan kecerdasan emosional. g. Tidak
adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari pangkat dengan perilaku
agresif mau-pun dengan kecerdasan emosional. h. Tidak
adanya perbedaan yang signifikan ditinjau dari status perkawinan dengan
perilaku agresif maupun dengan kecerdasan emosional. i.
Tidak adanya perbedaan yang signifikan
ditinjau dari wilayah tempat tinggal dengan peri-laku agresif maupun dengan
kecerdasan emosional. j.
Tidak adanya perbedaan yang signifikan
ditinjau dari berasal dari keluarga TNI/Polri dengan perilaku agresif maupun
dengan kecerdasan emosional. |
0 komentar:
Posting Komentar