6.1.23

UAS_PSIKOLOGI LINGKUNGAN Pengolahan Sampah Organik

 

Pengolahan Sampah Organik

Oleh : Benediktus Edhiyono / NIM : 21310410147

Dosen Pengampu : Arundati Shinta

Kelas : Karyawan SP

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Pada esai ketiga kemarin, saya memilih untuk membuat kompos cair organik karena disamping pengolahannya tidak terikat waktu, bahan-bahan dari sisa dapur juga cukup banyak. Dulu perilaku memilah sampah organik dan non-organik sudah menjadi kebiasaan di keluarga. Sampah-sampah organik ini setelah dipilah kami masukkan kedalam tanah yang telah digali. Proses pembusukannya sekitar satu tahun dan belum terkelola dengan baik, selain itu lahan juga terbatas. Akhirnya setelah mengikuti kuliah praktek Psikologi Lingkungan, saya memutuskan untuk mengolah sampah organik.

Keputusan ini berdasarkan pertimbangan yang pertama, mengingat pekerjaan saya yang tidak mempunyai waktu pasti, bisa sewaktu-waktu ada panggilan pekerjaan mendadak. Kedua, kebiasaan yang selama ini sudah terbangun tinggal dimaksimalkan saja, Langkah awalnya yaitu membuat kompos dari sampah organik. Ketiga supaya sampah organik lebih cepat terurai dan tidak perlu membuat lubang yang banyak di lahan rumah.

Untuk sampah non-organik yang dipilah berupa botol-botol bekas minuman dan galon sekali pakai yang kemudian dikumpulkan dan nanti di setiap bulannya pemuda di desa akan mengambil untuk dijual oleh mereka sebagai pemasukan kas kelompok pemuda setempat. Ada rencana berdiskusi dengan pemuda yang nantinya dapat mengarahkan mereka untuk membuat atau bekerja sama dengan pengelola bank sampah. Hal ini dilakukan agar dapat membentuk perilaku sadar lingkungan secara tidak langsung. Proses ini akan terus berlanjut karena perilaku ini sudah terbentuk secara konsisten. Setiap orang yang ada dirumah juga sudah terbiasa membuang sampah secara terpisah. Lalu kompos cair bisa kami manfaatkan sebagai tambahan pupuk di kebun salak.

Jika dikaitkan dengan hirarki prioritas pengelolaan limbah, maka masuk pada prioritas keempat yaitu recycling atau daur ulang. Meskipun belum memasuki dalam the most favored option setidaknya kesadaran akan pentingnya mengolah sampah sudah tertanam. Selain dari pada itu, kebiasaan pada hirarki keempat ini juga mendorong kesadaran pada tingkatan hirarki yang diatasnya, seperti menggunakan kembali barang-barang yang sekiranya masih bisa digunakan contohnya plastik kresek. Jadi setiap berbelanja tidak lupa untuk membawa plastik belanjaan yang lalu. Atau mengurangi sampah plastik dengan membawa shopping bag ketika berbelanja.

Pengelolaan sampah baru berjalan pada sampah organik sedangkan sampah plastik bekas bungkus makanan masih dibakar. Harapannya kedepan saya mampu mengelola sampah palstik menjadi eco brick. Untuk bekas galon air minum selain sudah dimanfaatkan oleh pemuda di desa kedepan sebagian akan dijadikan pengganti pot-pot tanaman.

Perilaku ini juga sebagai pengaplikasian dari nilai-nilai Pancasila. Sila pertama pada Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya kita sebagai umat manusia yang berketuhanan dan berkeyakinan, maka tidak akan merusak alam ciptaan Tuhan. Kemudian pada sila kedua Pancasila, menekankan pada sisi kemanusiaan dengan tekanan keadilan dan keberadaban. Merusak alam dengan membakar hutan, membuang sampah sembarangan atau mencemari lingkungan sudah jelas tidak menunjukkan sikap yang beradab, tidak Pancasilais.

Sila ketiga jelas terhubung dengan sila pertama dan kedua. Bersatu artinya punya makna saling membutuhkan, terikat dalam satu rangkaian tak terpisahkan. Jika tindakan kita merusak hubungan dengan pihak lain, kita sudah merusak persatuan tersebut. Misalnya kita merusak lingkungan, artinya kita sudah mengganggu sesama ciptaan Tuhan, dan itu jelas merusak persatuan tersebut.

Tanah, bumi dan kekayaan alam adalah milik bersama, maka kita wajib memperlakukan dengan bijaksana. Sebagai contoh, ketika manusia akan mendirikan pabrik atau rumah, harus menyadari bahwa alam sekitar sudah ada dan tidak seharusnya ditiadakan untuk kepentingan manusia saja, harus selaras dengan makhluk lain juga. Itulah yang terdapat ada sila keempat Pancasila.

Berbicara tentang sila ke lima berhubungan dengan keadilan dan kemakmuran. Contoh pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini akan mengganggu ekosistem atau keseimbangan yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup. Hutan dibabat habis, pasokan oksigen berkurang atau hutan diganti dengan lahan sawit, maka akan mematikan sumber-sumber air dan dapat menimbulkan bencana alam.

Maka dari penjelasan kelima butir Pancasila tersebut dapat kita maknai bersama bahwa sebagai makhluk hidup ciptaan Tuhan, sudah seharusnya kita saling menjaga dan merawat demi keberlangsungan hidup.

 

Daftar Pustaka :

  1. http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/satubumi/article/view/6282 
  2. https://www.kemhan.go.id/renhan/2014/11/20/45-butir-pedoman-penghayatan-dan-pengamalan-pancasila.html 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar