20.7.22

Pembenaran segala cara untuk mencapai tujuan dalam kekuasaan

PEMBENARAN SEGALA CARA UNTUK MENCAPAI TUJUAN DALAM KEKUASAAN 



 Nama : Rizki Amelia Saputri
NIM : 21310410035
Ujian Akhir Semester Essay
Psikologi Sosial 
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A
Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Niccolo Machiavelli, yang muncul pada abad renaissance adalah seorang filsuf praktis yang focus pada pembahasan kekuasaan, ketertarikan Machiavelli pada politik praktis didasari oleh pengalamannya yang lama terlibat dan berkecimpung dalam hingar bingar politik di kota Florence Italia yang pada abad ke 14 merupakan pusat kekuasaan dan politik di Eropa, kekuatan kota Florence yang menjadikannya mampu memegang peranan penting dalam percaturan politik di Eropa terletak pada kemampuan para penguasa-penguasanya dalam memainkan peran yang vital. Florence bukanlah kota pusat kekuasaan dan pengaruh tetapi kota para bankir, sehingga kekuatan “menyimpan” uang yang kemudian justru memperkuat posisi tawar kota Florence hingga menjadi kuat dan menjadikan mata uangnya yaitu Florin menjadi alat tukar resmi di Eropa pada saat itu.

Machiavelli lahir dari keluarga yang sedehana, orang tua Macchiavelli tidak sanggup memberikan pendidikan formal dan layak untuk anaknya mengakibatkan Machiavelli muda harus belajar di rumah dengan mengandalkan koleksi buku-buku oran tuanya, tetapi semangat Machiavelli muda untuk bisa berubah dan bangkit terus terpelihara melalui khayalannya terhadap kejayaan Romawi kuno.Pikiran-pikiran Machiavelli banyak dipengaruhi oleh Giovanni Pico della Mirandolla yang pada saat itu dianggap sebagai filsuf terbesar di zamannya, pandangan-pandangan Pico yang merupakan campuran antara humanisme, magi dan teologi, khususnya teologi Kristen mengukuhkan posisi Pico sebagai “orang bijak” dimasanya, tetapi Machiavelli menjadikan pikiran-pikiran Pico sebagai “tandingan” bukan lantas dia ikuti dan dia terapkan, Machiavelli tetap mempertahankan pola pikirnya yang bebas dan lepas dari “ikatan-ikatan” tradisi akademis yang telah ada secara mapan jauh sebelum kemunculan Machiavelli, hal ini disebabkan metode pembelajaran Machiavelli yang dominan otodidak menjadikan Machiavelli lebih “terbuka” dan “praktis” dalam melihat situasi dunia saat itu.

Salah satu kejadian penting yang turut mempengaruhi pandangan politik seorang Machiavelli adalah kejadian konspirasi Pazzi yang terjadi pada 26 April 1478, pada saat itu yang menjadi penguasa Florence adalah keluarga Medici yang merupakan keluarga yang sangat kuat sehinga disebut sebagai Pater Patrie (bapak Bangsa), keluarga Pazzi di sisi lain, adalah pengelola (bankir) keuangan lembaga kepausan, jadi antara dua keluarga ini sebenarnya hanya menunggu waktu timbulnya perselisihan untuk memperebutkan dominasi di kota Florence.

Selama masa Renaissance inilah hidup seorang Machiavelli. Ketika era itu sedang mengalami titik klimaksnya, kebebasan dan reformasi dari sistem kepausaan menjadi sistem republik Italia, disamping itu terjadi perebutan hegemoni kekuasaan antara Gereja dan para Raja. Para politikus dan filosup waktu itu terlibat untuk memikirkan bagaimana menstabilkan kondisi Italia dan negara-negara kota didalamnya, dan konsep ideal apa yang harus diterapkan dalam negaranya, termasuk Florence.

Namun hal yang sangat disayangkan masa itu adalah pemikiran Niccolo Machiavelli dianggap tidak didasarkan pada asas moral, bahkan tidak ada nilai- nilai etika didalam pemikirannya. Karena pada waktu itu, pemikiran akan etika hanya dikaitkan dengan perilaku manusia tentang hal-hal yang normatif. Padahal secara real pada masa itu, Eropa terfokus pada kemajuan negara yang jauh dari dogmatisme terhadap agama, karena para pemikir dan sarjana kala itu merasa lelah akan konsep etika dan moral yang diajarkan oleh Gereja (relativisme etika) terhadap para raja, yang pada akhirnya menjatuhkan negara dan memasukannya pada kondisi yang buruk.

Machiavelli merupakan salah satu tokoh yang ikut andil didalamnya, dia menginginkan negaranya menjadi negara yang kuat, tanpa ada jajahan dari negara lain. Dan menurutnya, kekuatan ini bisa dibangun dengan memisahkan antara kehidupan gereja dan kehidupan politik. Selain itu tokoh ini pun menganjurkan agar tentara yang dibangun di Florence jangan mengandalkan tentara bayaran, tentara bayaran mudah berhianat, haus akan kekuasaan, tidak memiliki tanggungjawab, tidak memiliki rasa takut kepada Allah, dan tidak memiliki rasa loyalitas terhdap negara. Pemikiran ini dituangkan dalam sebuah tulisan, bahwa Machiavelli memandang dari kejadian Vitelli. Vitelli yaitu seorang komandan tentara yang dibayar Florence untuk menyerang Piza, namun yang terjadi adalah para tentara itu berhianat, karena negara Piza mampu membayar lebih besar. Dan ini merupakan hal yang memalukan bagi republik Florence. Maka Machiavelli berasumsi bahwa sebuah negara harus mampu membuat tentara yang direkrut dari kalangan warga negaranya.

Machiavelli adalah seorang Patriotik yang tidak berjuang untuk kepentingannya sendiri, ia ingin kembali mengurus sistem politik dan berusaha menyenangkan penguasa, dengan menulis berbagai puisi dan surat permohonan bahkan berbagai saran untuk menyelesaikan kasus harian akan tetapi Medici, Penguasa pada saat itu tidak lagi memberi kesempatan pada Machiavelli untuk menduduki urusan politik. Ia pun putus asa, hanyut dalam kekecewaan dan menjalani kesehariannya seperti masyarakat biasa yaitu menjadi peternak dan bertani, meskipun demikian Machiavelli telah membuktikan dirinya sebagai orang penting dan sangat berpengaruh di bidang politik Italia, ia telah memimpin berbagai misi dan terlibat dalam berbagai transaksi politik, dari segenap pengalaman yang pernah dia jalankan, kini saatnya Machiavelli merasa harus mewujudkan dan mengamalkan pengetahuannya ini melalui sebuah buku yang merumuskan ilmu dan keahliannya dalam berpolitik.

Di masa-masa pengasingannya inilah kemudian Machiavelli merampungkan buku Il Prince (The Prince) yang sampai hari ini masih dianggap relevan sebagai rujukan atas situasi dan kondisi politik praktis yang akan selalu ada selama manusia masih hidup berkelompok dalam sistem sosial yang kompleks.

Buku Il Prince pada dasarnya menekankan pembahasan pada bagaimana memenangkan sebuah wilayah sebagai daerah kekusaan dan mempertahankannya selama mungkin, dalam buku Il Prince tersebut Machiavelli menuangkan teori-teori merebut kekuasaan dan mempertahankannya dengan mengambil contoh dari fakta-fakta intrik politik yang berkembang di masa hidup Machiavelli, kasus jatuhnya Savanarola sebagai contoh, mengajarkan pada Machiavelli bahwa Rasul sekalipun jika tanpa dilengkapi pasukan militer yang kuat juga akan gagal, karena Savaranola yang sangat moralis dan spiritualis, memperjuangkan “jalan Tuhan” tetap harus bertekuk lutut terhadap lawan yang lebih terorganisir meskipun tanpa embel-embel suci atau religius.

Masalah Etika merupakan problem dunia saat ini, apalagi sesudah masuk ranah kekuasaan. Hal ini tercermin bagaimana seorang kepala negara bisa memimpin sebuah negara, agar negara itu bisa tetap stabil. Sehingga diambilah langkah-langkah yang menurut pikiran mereka bahwa etika yang mereka pakai adalah demi kepentingan negara. Sehingga tidak sedikit manusia yang pernah menguasai sebuah negara dari pasca perang dunia I sampai saat ini mempelajari etika kekuasaan para tokoh terkemuka seperti Plato, Aristoteles, Thomas Aquines, Niccolo Machiavelli, dan yang lainnya.

Tetapi justru kabanyakan orang telah mengenal Machiavelli hanya dengan membaca The Prince. Dan hal ini menjadi kontroversi ketika mendengar atau membaca karyanya The Discourses, bahwa jelaslah Niccolo ini sebagai seorang republikan. Sederhananya bila kita membaca The Prince, maka asumsi yang keluar adalah Machiavelli sebagai seorang politikus yang jahat, bahkan dia disebut juga sebagai old nick atau iblis. Boleh disebut The Discourses ini sebagai testamen politik Machiavelli yang terlengkap. Karena didalamnya jelaslah bahwa Machiavelli memberikan konsep yang jelas-jelas menunjukan dia adalah seorang republikan.


DAFTAR PUSTAKA 

Abdullah, Umar. Kapitalisme: The Stanic Of Ideology. Bogor: El-Moesa Press, 2007.

Bing, Satanly. Tujuan Menghalalkan Segala Cara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Charris Zubair, Ahmad. Kuliah Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.




0 komentar:

Posting Komentar