Psikologi Sosial
Semester Genap T.A 2021/2022
Untuk Memenuhi Tugas Tentang
"Perbedaan Perilaku Agresif Antara Laki - Laki dan Perempuan"
Oleh :
Muslimin (21310410065)
Kelas A (Reguler)
Dosen Pengampu:
Dr. Arundati Shinta, M.A.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
Remaja adalah masa peralihan (Aimaretti, et al., 2015; Ryba, et al., 2016; Stringer, et al., 2015)
saling berinteraksi dan menjalin hubungan dengan yang lain (Ifdil, 2013), masa yang penuh gejolak (Taufik,
T., & Ifdil, I. 2013) dan pada umumnya di masa ini individu berada dalam masa yang belum cukup stabil (Hill,
White, Lolley, Sidki-Gomez, & Williams, 2012; Laudenslager, et al., 2013). Elida (2006) menjelaskan pada
periode remaja individu cenderung memunculkan emosi negatif, hal ini karena remaja mengalami berbagai
masalah dalam memenuhi kebutuhannya. Saat remaja mengalami situasi yang tidak menyenangkan, remaja
akan cenderung menghadapinya dengan emosi negatif bahkan agresif (Kartono, 2005; Tengah, 2009).
Agresi diartikan Chaplin dalam kamus psikologinya (2011) sebagai suatu serangan atau serbuan yang
ditujukan kepada seseorang atau kepada sebuah benda. Lebih lanjut, Agresi diartikan Baron & Byrne (2005)
sebagai siksaan untuk menyakiti orang lain yang dilakukan secara sengaja. Agresi yang diwujudkan dalam
bentuk tingkah laku disebut dengan perilaku agresif (Gini, Pozzoli, & Hymel, 2014; Svare, 2013). Perilaku agresif adalah reaksi berupa serangan yang dilakukan individu terhadap orang maupun
benda-benda sekitarnya dengan sengaja dan bermaksud menyakiti dan merusaknya. Dijelaskan lebih lanjut
oleh Atkinson, dkk. (1983), perilaku agresif adalah perilaku melukai orang lain secara fisik maupun verbal
atau merusak harta benda. Perilaku agresif secara fisik diwujudkan dalam bentuk perilaku melempar (Palaa,
Hulukati, & Smith, 2013; Wicaksono, Dharmayana, & Sinthia, 2014), memukul (Sari & Setiawati, 2013), mendorong (Wicaksono, et al., 2014), dan berkelahi (Mahfudlo, 2014). Selanjutnya, perilaku agresif secara
verbal (Siswanti, 2006) diwujudkan dalam bentuk perilaku menghina (Wontami, Pangayow, & Yunus, 2015), berkata kasar (Restu, 2013), mengancam (Hidayat, 2004), dan bergunjing (Anya, Herieningsih, Pradekso, &
Naryoso, 2015). Kemudian, perilaku merusak harta benda milik orang lain diwujudkan dalam bentuk
pengrusakan harta benda milik umum maupun milik individu lain.
Perilaku agresif terjadi tidak hanya karena keinginan pelaku agresi saja tetapi juga dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Santrock (dalam MF. Sumbaga, 2012) menyatakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku agresif yakni identitas diri, kontrol diri, usia, harapan terhadap pendidikan dan nilai- nilai di sekolah, kehidupan dalam keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi dan kualitas tempat
tinggal, serta dipengaruhi juga oleh jenis kelamin. Terkait jenis kelamin, Tim Penulis Fakultas Psikologi UI
(2009: 154) juga menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat menjadi dasar yang perlu diperhatikan
dalam mengkaji perilaku agresif.
Fenomena yang ditemukan di salah satu sekolah menengah, mengidentifikasi perilaku agresif yang
seringkali muncul di kalangan siswa perempuan adalah agresi verbal, seperti mengumpat, membentak, dan
berkata kasar. Sedangkan perilaku agresif yang seringkali dimunculkan siswa laki-laki ialah agresi fisik seperti
memukul, menendang kursi teman, dan berkelahi. Fenomena lain yang ditemukan berdasarkan hasil
pengamatan ialah adanya coretan di meja, kursi, bahkan di dinding sekolah.
Fenomena perilaku agresif yang tampak dalam kehidupan masyarakat khususnya dunia pendidikan
cukup memprihatinkan. Oleh karenanya penelitian untuk mengidentifikasi kondisi awal (preliminary research)
ini dilakukan untuk mengungkapkan kondisi awal perilaku agresif siswa berdasarkan jenis kelamin, serta
melihat perbedaan diantara keduanya, sehingga dapat menjadi langkah awal untuk menentukan langkah
selanjutnya dalam pengentasan masalah perilaku agresif siswa dan pengembangan layanan bimbimbingan dan
konseling.
Kondisi Perilaku Agresif Siswa Laki-laki
Perilaku agresif cenderung dimiliki oleh laki-laki. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang
menunjukkan 38% siswa laki-laki berada pada kategori sedang. Hasil penelitian menunjukkan pada umumnya
siswa laki-laki cukup agresif, baik secara fisik, verbal, maupun merusak harta benda milik orang lain. Hal ini
terjadi akibat siswa laki-laki lebih sulit untuk mengendalikan emosinya dibanding-kan dengan siswa
perempuan. Terlihat dari banyaknya siswa laki-laki yang cenderung berperilaku agresif di sekolah.
Hampir setiap harinya perilaku agresif ini ditemukan dikeseharian remaja terutama remaja laki-laki,
sehingga perkelahian antar remaja laki-laki pun terkadang tidak dapat dihelakkan. Kekerasan seringkali
menjadi salah satu kebanggaan dalam diri remaja dan dijadikan ajang meningkatkan harga diri di hadapan
teman-teman (Sarlito, 2012: 54).
Lebih lanjut, Broverman (dalam Bimo, 2011) menyebutkan sifat laki-laki lebih independen, ambisius,
kuat, kasar, dan agresif dibandingkan perempuan. Erikson (dalam Santrock, 2007) mengungkapkan laki-laki
memiliki sifat yang suka mencampuri dan agresif. Sesuai dengan pendapat Taylor (2012: 445) yang
menyatakan terdapat perbedaan laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal, salah satunya perilaku agresif
yang termasuk di dalamnya perilaku merusak harta benda milik orang lain. Hal ini menjelaskan laki-laki lebih
berkemungkinan untuk menampilkan perilaku agresif dalam kesehariannya dibandingkan perempuan.
Kondisi Perilaku Agresif Siswa Perempuan
Hasil penelitian terkait perilaku agresif siswa perempuan menunjukkan 36% siswa perempuan berada
pada kategori rendah. Hasil penelitian ini bermakna pada umumnya siswa perempuan berperilaku kurang
agresif, baik secara fisik, verbal, maupun merusak harta benda milik orang lain. Hal ini diduga terjadi karena
siswa perempuan cenderung memikirkan segala hal sebelum mengerjakan suatu perilaku sehingga siswa.
perempuan dapat terhindar dari perilaku agresif. Terlihat dari hasil yang diperoleh siswa perempuan yang
menunjukkan siswa perempuan kurang agresif.
Broverman, dkk. (dalam Bimo, 2011: 123) menyatakan perempuan lebih bijaksana dalam melakukan
sesuatu hal dibandingkan dengan anak laki-laki. Sesuai dengan pendapat Williams (dalam Bimo, 2011: 127)
yang menyatakan anak perempuan lebih cenderung bersifat lembut, penuh kasih sayang, dan simpatik
dibandingkan dengan berperilaku agresif. Hal ini memberi makna bahwa kemungkinan perempuan berperilaku
agresif lebih kecil dibandingkan laki-laki.
Perbedaan motivasi belajar siswa berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik fisik laki-laki dan perempuan dapat mempengaruhi perilaku mereka (Freud & Erikson,
dalam Santrock, 2007), termasuk perilaku agresif. Dijelaskan lebih lanjut oleh Santrock (dalam MF. Sumbaga,
2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu identitas diri, kontrol diri, usia, harapan
terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, kehidupan dalam keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial
ekonomi dan kualitas tempat tinggal, serta dipengaruhi juga oleh jenis kelamin.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku agresif siswa lakilaki dan siswa perempuan. Dimana perilaku agresif siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan perilaku agresif
siswa perempuan. Penjelasan hormonal mengungkapkan kecenderungan agresif yang meningkat pada hormon
testosteron. Menurut pandangan ini, perbedaan jenis kelamin dalam agresi berhubungan dengan tingkat
testosteron yang lebih tinggi pada laki-laki (Anna, 2014).
Berdasarkan penjelasan tersebut, tampak dengan jelas bahwa perilaku agresif dapat dipengaruhi oleh
jenis kelamin, yang artinya terdapat perbedaan perilaku agresif laki-laki dan perempuan.
Daftar Pustaka
file:///C:/Users/zaico/Downloads/39-86-1-PB%20(5)%20(1).pdf, diakses pada tanggal 14 Mei 2022 pukul 10:37.
0 komentar:
Posting Komentar