PENCEGAHAN UNTUK ANAK
YANG MENJADI KORBAN BULLYING
Nama: Jhuan Riswanda
Anasay
Mata kuliah:
psikologi sosial
Dosen pengampu : Dr.
Arundati Shinta, MA
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Bullying adalah
tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang
baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan,
trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Remaja yang menjadi korban bullying
lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun
mental.Walau identik dilakukan oleh kaum remaja, namun perudungan sebenarnya
bisa terjadi di mana saja, termasuk di sekolah dasar, lingkungan kantor,
masyarakat, secara online (cyber-bullying) hingga di dalam rumah.
Intervensi dari
pihak lain sangat dibutuhkan dalam kasus-kasus perudungan. Kebanyakan kasus
bullying yang berdampak ekstrim disebabkan oleh korban yang tidak mendapatkan
pertolongan dari siapa pun. Dalam kasus yang cukup langka, anak-anak korban
bullying mungkin akan menunjukkan sifat kekerasan. Seperti yang dialami seorang
remaja 15 tahun di Denpasar, Bali, yang tega membunuh temannya sendiri karena
dendamnya kepada korban. Pelaku mengaku kerap menjadi target bullying korban
sejak kelas satu SMP. Akibat perbuatannya, pelaku yang masih di bawah umur ini
dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, serta KUHP Pasal 340, 338, dan 351.
Dan berikut adalah
beberapa hal yang dapat dilakukan dalam Pencegahan untuk anak yang menjadi
korban bullying:
1. Bekali anak dengan kemampuan
untuk membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak ada orang dewasa/ guru/
orang tua yang berada di dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak dalam
segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying.
Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis.
* Pertahanan diri Fisik : bela
diri, berenang, kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari), kesehatan
yang prima.
* Pertahanan diri Psikis : rasa
percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan analisa sederhana, kemampuan
melihat situasi (sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.
2. Bekali anak dengan kemampuan
menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam
kehidupannya. Untuk itu, selain kemampuan mempertahankan diri secara psikis
seperti yang dijelaskan di no. 1a. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak
untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap
mendampingi) anak merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya.
3. Walau anak sudah diajarkan
untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban
tindak kekerasan, tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau
meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja
bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang
terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang.
4. Upayakan anak mempunyai
kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua.
Dengan banyak berteman, diharapkan anak tidak terpilih menjadi korban bullying.
Adapun
masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi korban bullying,
antara lain munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan
masalah tidur yang mungkin akan terbawa hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik,
seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat
berada di lingkungan sekolah, dan penurunan semangat belajar dan prestasi
akademis.
Daftar Pustaka:
Ariesto, A. (2009). Pelaksanaan
Program
Antibullying Teacher Empowerment.
TimSejiwa. (2008). Bullying:
Panduan bagi Orang Tua dan Guru Mengatasi Kekerasan
di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta:
Grasindo.
Sukiswanti, P. (2015, November
2). Remaja di Bali Nekat Bunuh Temannya
karena Sering
Dibully. Retrieved Juni 12, 2017, from sindonews.com: https://daerah.sindonews.com/read/105
8287/174/remaja-di-bali-nekat-bunuhtemannya-karena-sering-dibully1446470519
0 komentar:
Posting Komentar