Ujian
Akhir Semester Psikologi Lingkungan Semester Genap 2020/2021
Nurul
Khikmah
19310410064
Dosen
Pengampu : Dr. Arundati Shinta.
MA
Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Bumi mengenai Pembangunan Berkelanjutan (World
Summit On Sustainable Development) telah diselenggarakan
pada tanggal 26 Agustus - 4 September 2002 yang lalu di Johannesburg,
Afrika
Selatan. Dalam konferensi ini Ketua PBB,
Kofi Annan, menyampaikan 5 (lima) masalah khusus, disingkat sebagai WEHAB (water,
environment, health, agriculture, biodiversity)
yang dapat ditangani bersama, yaitu:
1. masalah
air dan sanitasi, dimana lebih dari satu milyar penduduk dunia hidup tanpa air
bersih dan dua milyar tidak memiliki
sanitasi yang memadai. Lebih dari tiga juta orang setiap tahun mati oleh
penyakit yang diakibatkan oleh tidak adanya air bersih.
2. masalah
energi, dimana komsumsi energi yang besar dengan pertumbuhan 2% per tahun
sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi global karbon dioksida (CO2) das gas
rumah kaca lainnya yang naik dua kali lipat pada tahun 1965-1998, yang berakibat pada perubahan iklim dunia.
3. produktivitas
pertanian yang menurun drastis dimana terjadi degradasi lahan sebagai akibat
perubahan iklim, kekeringan dan banjir yang berdampak pada dua pertiga lahan
pertanian dunia. Di Afrika, jutaan orang
selalu diancam kelaparan dan kemiskinan.
4. kesehatan, dimana kegiatan pembangunan berdampak pada lingkungan dan kesehatan.
Sekitar 11 juta anak di bawah usia lima tahun, sebagian besar di
negara berkembang, setiap tahun meninggal akibat penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air dan udara.
5. berkurangnya keragaman hayati dan kerusakan ekosistem. Dalam 10 tahun ini bumi kehilangan sekitar 94 juta hektar hutan.
Naiknya
emisi gas rumah kaca di negara industri membuat naiknya permukaan air laut di
Pasifik Selatan. Kenaikan permukaan laut 10-20 cm dalam seratus tahun terakhir,
menyebabkan sedikitnya 46 juta orang per tahun dilanda banjir.
Kelima
masalah ini menjadi perhatian bersama umat manusia untuk diatasi agar
pembangunan yang berkelanjutan dapat tetap dipertahankan. Tulisan ini akan
membahas salah satu masalah diatas yaitu masalah energi, dimana konsumsi energi
di perkotaan berdampak pada polusi udara.
Selanjutnya, pembangunan permukiman yang berkelanjutan dibahas sebagai
salah satu upaya pemecahan masalah polusi udara di perkotaan.
POLUSI UDARA
Sumber polusi
Sumber
polusi udara dapat berasal dari sumber alami, seperti gunung berapi dan sumber
buatan oleh perbuatan manusia, seperti gas buangan industri dan kendaraan
bermotor. Di perkotaan, masalah
pencemaran udara lebih banyak berasal dari sumber buatan. Masalah pencemaran
buatan di perkotaan semakin lama akan semakin bertambah seiring dengan proses
urbanisasi yang pesat. Pada tahun 2000
di dunia, jumlah penduduk kota telah mencapai 40% dari total jumlah penduduk,
dan menurut proyeksi pada tahun 2010 akan mencapai 55%.
Peningkatan
jumlah penduduk yang relatif tinggi di perkotaan ini menimbulkan masalah bagi
lingkungan hidup, misalnya masalah kurangnya air bersih, buruknya kondisi
sanitasi, pembuangan sampah padat dan berbahaya, hilangnya ruang terbuka, dan
polusi udara.
Dampak polusi udara
Udara
setiap saat kita butuhkan, secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan
hidupnya tanpa udara lebih dari 3 menit.
Karena berbentuk gas udara yang ada dimana-mana, sehingga manusia tidak
pernah memikirkannya ataupun memperhatikannya. Sampai kemudian pada tahun 1930
di Belgia terjadi wabah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh pencemaran
udara. Tahun-tahun berikutnya pencemaran udara sering menyebabkan terjadinya
kematian dan kesakitan dalam proporsi epidemik di beberapa tempat di dunia.
Zat-zat
pencemar udara dapat digolongkan tiga yaitu zat kimia, zat fisis, dan zat
biologis. Dampak zat-zat pecemar udara ini terhadap manusia, terutama zat kimia
dan zat fisis, akan dibahas lebih rinci, berikut ini:
1. Zat Kimia
Zat
pencemar kimia yang paling banyak terdapat di udara bebas adalah karbon
monooksida (CO), sulfur oksida (SO), nitrogen oksida (NO), hidrokarbon (H2C),
dan partikulat (debu) yang berasal dari pabrik semen, industri metalurgi,
industri konstruksi, dan juga kendaraan bermotor. Pengaruh zat kimia pertama-tama akan
ditemukan pada sistem pernapasan, kulit dan selaput lendir, selanjutnya apabila
memasuki peredaran darah, maka efek sistemik tak dapat dihindari. Secara rinci akan dibahas beberapa zat-zat
pencemar kimia yang berasal dari kendaraan bermotor dan kegiatan industri,
seperti CO, CO2, NO, dan CFC.
2. Zat Fisis
Zat
pencemar fisis yang banyak didapat adalah temperatur, kebisingan, sinar ultra
violet, sinar infra merah, gelombang mikro, gelombang elektromagnetik, dan
sinar-sinar radioaktif. Saat ini
kebisingan merupakan salah satu penyakit lingkungan yang penting. Pada tahun
1970-an di Amerika Serikat, tingkat kebisingan kota bertambah 1dB per tahun dan
10 dB per dekade. Penyebabnya adalah bertambahnya jalan tol di perkotaan,
peningkatan kepadatan lalu lintas udara, perubahan dari pesawat berpropeller
menjadi pesawat jet, aktivitas konstruksi, dan mekanisasi seperti sepeda motor,
mesin cuci, dll. Di AS, 20% dari penduduk yang terpapar bising pada 90 dB
menderita ketulian. Di Indonesia yang
terus membangun, tingkat kebisingan di beberapa kota besar akan terus naik. Pada
tahun 1990, hasil pengukuran di beberapa kota besar di
Indonesia
menunjukkan bahwa tingkat kebisingan hampir melampaui tingkat dB maximum yaitu
sebesar 80 dB.
KESIMPULAN
Pemerintah
menyadari pentingnya masalah lingkungan dalam pembangunan seperti disampaikan
oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim, bahwa: “pemerintah
beberapa kali mengalami kegagalan dalam proses pembangunan berkelanjutan karena
mengabaikan tiga syarat penting, yakni ekonomi, sosial budaya, dan
lingkungan. Ketiganya berkaitan satu
sama lain yang telah menjadi persyaratan global dan dugunakan di berbagai
Negara.”
Pentingnya
masalah lingkungan ini telah diatasi juga di bidang hukum dan peraturan yang
telah dilakukan baik di tingkat nasional maupun internasional. Di tingkat internasional, misalnya di bidang
energi, persoalan perubahan iklim berkaitan dengan pengurangan emisi gas rumah
kaca (CO2), dilakukan dengan kerangka
PBB yaitu Konvensi Perubahan Iklim dijabarkan dalam Protocol Kyoto yang
mensyaratkan Negara yang meratifikasi mengurangi emisi CO2 sampai target yang
disepakati. Namun, eratnya hubungan
bisnis dan kekuasaan menyebabkan AS sebagai penyumbang seperempat emisi gas CO2
dunia, menolak Protokol Kyoto.
DAFTAR PUSTAKA
Ritonga, Abdurrahman. Kependudukan
dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2001.
Slamet,
Juli Soemirat. Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta:
Gadjah Mada UniversityPress, 2002.
0 komentar:
Posting Komentar