29.6.21

PEMBANGUNAN PERMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN UNTUK MENGURANGI POLUSI UDARA

 


Ujian Akhir Semester Psikologi Lingkungan Semester Genap 2020/2021

Nurul Khikmah

19310410064

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta. MA

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi mengenai Pembangunan Berkelanjutan (World Summit On Sustainable Development) telah diselenggarakan pada tanggal 26 Agustus - 4 September 2002 yang lalu di Johannesburg,

Afrika Selatan.  Dalam konferensi ini Ketua PBB, Kofi Annan, menyampaikan 5 (lima) masalah khusus, disingkat sebagai WEHAB (water, environment, health, agriculture, biodiversity) yang dapat ditangani bersama, yaitu:

1.   masalah air dan sanitasi, dimana lebih dari satu milyar penduduk dunia hidup tanpa air bersih dan  dua milyar tidak memiliki sanitasi yang memadai. Lebih dari tiga juta orang setiap tahun mati oleh penyakit yang diakibatkan oleh tidak adanya air bersih.

2.   masalah energi, dimana komsumsi energi yang besar dengan pertumbuhan 2% per tahun sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi global karbon dioksida (CO2) das gas rumah kaca lainnya yang naik dua kali lipat pada tahun 1965-1998, yang  berakibat pada perubahan iklim dunia.

3. produktivitas pertanian yang menurun drastis dimana terjadi degradasi lahan sebagai akibat perubahan iklim, kekeringan dan banjir yang berdampak pada dua pertiga lahan pertanian dunia.  Di Afrika, jutaan orang selalu diancam kelaparan dan kemiskinan.

4. kesehatan, dimana kegiatan pembangunan berdampak pada lingkungan dan kesehatan.

Sekitar 11 juta anak di bawah usia lima tahun, sebagian besar di 

negara berkembang, setiap tahun meninggal akibat penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air dan udara. 

5. berkurangnya keragaman hayati dan kerusakan ekosistem. Dalam 10 tahun ini bumi kehilangan sekitar 94 juta  hektar hutan.

Naiknya emisi gas rumah kaca di negara industri membuat naiknya permukaan air laut di Pasifik Selatan. Kenaikan permukaan laut 10-20 cm dalam seratus tahun terakhir, menyebabkan sedikitnya 46 juta orang per tahun dilanda banjir.

Kelima masalah ini menjadi perhatian bersama umat manusia untuk diatasi agar pembangunan yang berkelanjutan dapat tetap dipertahankan. Tulisan ini akan membahas salah satu masalah diatas yaitu masalah energi, dimana konsumsi energi di perkotaan berdampak pada polusi udara.  Selanjutnya, pembangunan permukiman yang berkelanjutan dibahas sebagai salah satu upaya pemecahan masalah polusi udara di perkotaan.

POLUSI UDARA

Sumber polusi

Sumber polusi udara dapat berasal dari sumber alami, seperti gunung berapi dan sumber buatan oleh perbuatan manusia, seperti gas buangan industri dan kendaraan bermotor.  Di perkotaan, masalah pencemaran udara lebih banyak berasal dari sumber buatan. Masalah pencemaran buatan di perkotaan semakin lama akan semakin bertambah seiring dengan proses urbanisasi yang pesat. Pada tahun  2000 di dunia, jumlah penduduk kota telah mencapai 40% dari total jumlah penduduk, dan menurut proyeksi pada tahun 2010 akan mencapai 55%.

Peningkatan jumlah penduduk yang relatif tinggi di perkotaan ini menimbulkan masalah bagi lingkungan hidup, misalnya masalah kurangnya air bersih, buruknya kondisi sanitasi, pembuangan sampah padat dan berbahaya, hilangnya ruang terbuka, dan polusi udara.

Dampak polusi udara

Udara setiap saat kita butuhkan, secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya tanpa udara lebih dari 3 menit.  Karena berbentuk gas udara yang ada dimana-mana, sehingga manusia tidak pernah memikirkannya ataupun memperhatikannya. Sampai kemudian pada tahun 1930 di Belgia terjadi wabah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh pencemaran udara. Tahun-tahun berikutnya pencemaran udara sering menyebabkan terjadinya kematian dan kesakitan dalam proporsi epidemik di beberapa tempat di dunia.

Zat-zat pencemar udara dapat digolongkan tiga yaitu zat kimia, zat fisis, dan zat biologis. Dampak zat-zat pecemar udara ini terhadap manusia, terutama zat kimia dan zat fisis, akan dibahas lebih rinci, berikut ini:

1. Zat Kimia

Zat pencemar kimia yang paling banyak terdapat di udara bebas adalah karbon monooksida (CO), sulfur oksida (SO), nitrogen oksida (NO), hidrokarbon (H2C), dan partikulat (debu) yang berasal dari pabrik semen, industri metalurgi, industri konstruksi, dan juga kendaraan bermotor.  Pengaruh zat kimia pertama-tama akan ditemukan pada sistem pernapasan, kulit dan selaput lendir, selanjutnya apabila memasuki peredaran darah, maka efek sistemik tak dapat dihindari.  Secara rinci akan dibahas beberapa zat-zat pencemar kimia yang berasal dari kendaraan bermotor dan kegiatan industri, seperti CO, CO2, NO, dan CFC.

2. Zat Fisis

Zat pencemar fisis yang banyak didapat adalah temperatur, kebisingan, sinar ultra violet, sinar infra merah, gelombang mikro, gelombang elektromagnetik, dan sinar-sinar radioaktif.  Saat ini kebisingan merupakan salah satu penyakit lingkungan yang penting. Pada tahun 1970-an di Amerika Serikat, tingkat kebisingan kota bertambah 1dB per tahun dan 10 dB per dekade. Penyebabnya adalah bertambahnya jalan tol di perkotaan, peningkatan kepadatan lalu lintas udara, perubahan dari pesawat berpropeller menjadi pesawat jet, aktivitas konstruksi, dan mekanisasi seperti sepeda motor, mesin cuci, dll. Di AS, 20% dari penduduk yang terpapar bising pada 90 dB menderita ketulian.  Di Indonesia yang terus membangun, tingkat kebisingan di beberapa kota besar akan terus naik. Pada tahun 1990, hasil pengukuran di beberapa kota besar di

Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kebisingan hampir melampaui tingkat dB maximum yaitu sebesar 80 dB.

KESIMPULAN

Pemerintah menyadari pentingnya masalah lingkungan dalam pembangunan seperti disampaikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim, bahwa: “pemerintah beberapa kali mengalami kegagalan dalam proses pembangunan berkelanjutan karena mengabaikan tiga syarat penting, yakni ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.  Ketiganya berkaitan satu sama lain yang telah menjadi persyaratan global dan dugunakan di berbagai Negara.”

Pentingnya masalah lingkungan ini telah diatasi juga di bidang hukum dan peraturan yang telah dilakukan baik di tingkat nasional maupun internasional.  Di tingkat internasional, misalnya di bidang energi, persoalan perubahan iklim berkaitan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca (CO2), dilakukan dengan  kerangka PBB yaitu Konvensi Perubahan Iklim dijabarkan dalam Protocol Kyoto yang mensyaratkan Negara yang meratifikasi mengurangi emisi CO2 sampai target yang disepakati.  Namun, eratnya hubungan bisnis dan kekuasaan menyebabkan AS sebagai penyumbang seperempat emisi gas CO2 dunia, menolak Protokol Kyoto.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ritonga, Abdurrahman. Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001.

Slamet, Juli Soemirat. Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress, 2002.


0 komentar:

Posting Komentar