9.6.21

Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Psikologis Masyarakat Modern

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PSIKOLOGIS MASYARAKAT MODERN



Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah dinyatakan sebagai global pandemic oleh World Health Organization (WHO) sejak Maret 2020 dan di Indonesia dinyatakan sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat serta bencana nonalam yang menyebabkan kematian serta menimbulkan kerugian ekonomiyang cukup besar. (KementerianKesehatan Republik Indonesia, 2020). Sementara di Indonesia. kasus Covid 19 pertama muncul pada tanggal 2 Maret 2020 dan sampai tanggal 16 Mei 2020 jumlah korban yang terinfeksi telah mencapai 16.496 orang dengan 3083 orang meninggal dan 1076. COVID-19, telah menyebar secara luas dan cepat di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Virus Corona merupakan jenis virus baru yang ditemukan pertama kali di Wuhan Cina tahun 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrom Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). Gejala Virus Corona mirip dengan SARS, Jika dilihat dari persentase angka kematian, kasus kematian akibat SARS (9,6%) lebih tinggi dibanding COVID-19 (Kurang dari 5 %). Meskipun demikian jumlah kasus COVID-19 lebih banyak dibanding SARS, COVID19 juga mempunyai penyebaran yang cepat dan luas dibanding SARS. (Agung,2020) Namun yang membedakan adalah mudah menular,transparansi informasi, kekuarangan pasokan bagi tenaga medis, masalah inkubasi virus tidak jelas, karantina bersakala besar, dan “infodemic” yang unik, yaitu banyaknya informasi di media sosial yang menyebabkan pengaruh psikologis pada banyak orang (Dong & Bouey, 2020). Penyebaran COVID-19 yang cukup luas membawa banyak dampak bagi masyarakat dan terkhusus pasien COVID-19 sendiri. Salah satu dampaknya ialah kehilangan nyawa, penurunan ekonomi, terkendala aktivitas pendidikan, dan sosial.

Penyakit pandemi mempengaruhi psikologis orang secara luas dan masif, mulai dari cara berpikir dalam memahami informasi tentang sehat dan sakit, perubahan emosi (takut, khawatir, cemas) dan perilaku sosial (menghindar, stigmasisasi, perilaku sehat). Selain itu, pandemic psikologi, menimbulkan prasangka, dan diskriminasi outgroup—yang berpotensi menimbulkan kebencian dan konflik sosial. Misalkan, penamaan virus corona dengan nama virus Wuhan atau Virus China di awal wabah, telah menimbulkan prasangka, kebencian dan diskriminasi terhadap warga china di beberapa negara, seperti di Autsralia dan Amerika. Pandemi COVID-19, telah mengubah manusia dalam berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain.
Kehidupan masyarakat modern saat ini begitu sangat berbeda dengan kehidupan bermasyarakat pada jaman dahulu.Seiring dengan perkembangan zaman,kebudayaan umat manusiapun mengalami banyak perubahan.Perubahan tersebut sering dikenal dengan sebagai perubahan sosial atau sosial change.Dengan adanya covid 19 ini masyarakat dibuat kembali dengan suatu perubahan besar, kondisi ekonomi yang menurun drastis, hingga masyarakat diharuskan diam di rumah selama masa karantina demi menghindari terpaparnya dari virus covid 19,membuat masyarakat harus rela melakukan perubahan yang sangat cepat tanpa ada persiapan terlebih dahulu. Dampak psikologis begitu sangat terasa dari semua sektor, perputaran roda ekonomi lumpuh,pariwisata tutup,terlebih   dengan upah harian,yang begitu sangat terkena imbasnya.Tempat ibadah dengan terpaksa menjadi sepi, sekolah semua harus terpaksa di tutup,agenda-agenda massa dihilangkan karna dampak covid 19 ini.Istilah Work From Home (WFH) jadi melejit.

Pandemi virus corona ini memberikan tiga efek psikologis bagi seseorang, yakni krisis, uncertainty (ketidakpastian), dan loss of control. Untuk efek krisis ditandai dengan datang mendesak secara tiba-tiba tanpa persiapan, dan memiliki efek negatif yang sangat menekan.Kemudian untuk efek dalam hati masyarakat, umumnya dirasakan seseorang dengan kekhawatiran kapan kondisi ini akan berakhir, kapan para pekerja kantor bisa kembali bekerja di perkantoran atau bertemu dengan banyak orang atau masyarakan yang sedang ada di luar kota bisa bertemu dengan sanak saudara kembali ketika di hari idul fitri. Sedangkan untuk efek "loss of control", masyarakat hanya dapat melihat atau mendengarkan tanpa bisa melakukan hal apapun karna dengan alasan keamanan kesehatan.Permisalan dari efek loss of control ini adalah kita bisa melihat bahwa angka kematian terus naik,namun tetapi kita tidak bisa berbuat apa-apa.Kondisi ini memicu munculnya stres. Semakin tinggi tingkat stres seseorang, maka semakin besar seseorang untuk tidak patuh terhadap aturan.Sementara itu, munculnya stres juga dapat diambil dari faktor perekonomian, urusan keluarga di mana kondisi ini pun cenderung membuat seseorang tidak mau mematuhi aturan, disinilah tingkat psikolog masyarakat modern kembali harus menjadi sorotan. Diketahui, pemerintah telah berupaya melakukan pencegahan penularan virus corona dengan langkah PSBB dan meminta masyarakat untuk tidak mudik, serta tetap menjaga jarak antar-manusia.Tetapi masyarakat yang merasa sudah tidak punya penghasilan lagi dan kehidupannya tidak disokong, maka stres ini membuat mereka memilih untuk mencari tempat aman karena efek ketidakpastian, mengenai ketidakjelasan nasibnya. Contoh untuk "loss of control", Latusmenyampaikan ketika warga tidak bisa melakukan apa pun dengan angka penambahan kasus Covid-19 di Indonesia. Sebab kondisi tersebut dinilai terjadi di luar kendali.Oleh karena itu mereka mencoba mengambil alih kontrol dengan perilaku yang bisa mereka kendalikan, misal panic buying atau pulang kampung, perilaku yang bisa mereka lakukan dan membuat diri sendiri merasa aman,hal ini masyarakat lakukan karna ada unsur loss of control yang sedang di hadapi masyarakat modern seperti sekarang ini. Selain dari itu, faktor demografi juga berpengaruh, seperti budaya disiplin di negara Indonesia. Sebagai makhluk komunal, setiap manusia cenderung untuk bersosialisasi dengan individu lain,berkomunikasi dengan sesama masyarakat. Agar dapat mengendalikan kondisi di tengah pandemi, bisa dengan adanya aturan yang tegas, reward dan punishment yang jelas dapat mengatur masyarakat agar patuh terhadap aturan pencegahan dari pemerintah pusat maupun daerah.Jika usaha tersebut direalisasikan, maka aturan itu akan sama-sama menguntungkan bagi pemerintah dan masyarakat. Tetapi, apabila realitasnya berkebalikan, maka akan terjadi pelanggaran.Kalau aturannya jelas, tapi ternyata menimbulkan stres atau tekanan bagi masyarakat karena kehidupan tidak disokong, maka akan terjadi pelanggaran.

Kunci dari semua ini ialah menahan diridan aspek psikologis guna meningkatkan imunitas tubuh agar terhindar dari virus covid 19.Dengan perubahan-perubahan yang ada semoga masyarakat dan pemerintah bisa bekerja sama demi mencapai keinginan bersama,untuk melawan virus pademi covid 19 ini.


Daftar Pustaka

Agung, Ivan Muhammad. “Memahami Pandemi COVID-19 Dalam Perspektif Psikologi Sosial.” Buletin Ilmiah Psikologi 1, no. 2 (2020): 68–84. https://doi.org/10.24014/pib.v1i2.9616.

Dong L, & Bouey J. (2020) Public mental health crisis during COVID-19 pandemic, China. Emerging Infection Diseases.7, 2326 https://doi.org/10.3201/eid2607.200407.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020, April 10). Pedoman Pencegahan dan Penangana Covid 19. hal. https://covid19.go.id/p/protokol/pe doman-pencegahan-danpengendalian-coronavirus-diseasecovid-19.
http://e-journal.unmas.ac.id/index.php/webinaradat/article/download/1170/1003/

0 komentar:

Posting Komentar