PSIKOLOGI LINGKUNGAN 2021
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
NAMA: DEVI NURMALA SARI
NIM: 19310410048
MATA KULIAH: PSIKOLOGI LINGKUNGAN
DOSEN PENGAMPU: Dr. Arundati Shinta, MA.
Sampah
dapat didefinisikan sebagai beban atau sumberdaya yang bernilai tergantung dari
cara bagaimana sampah dikelola (Zaman, 2009: 1). Menurut UU No. 18 Tahun 2008
Bab 1 Pasal 1 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat. McDougall et al. (2001:1) mendefinisikan sampah
sebagai sesuatu yang kurang berguna dan bernilai, atau sisa-sisa yang tidak
berguna. Sampah adalah produk dari aktivitas manusia. Secara fisik terdiri atas
material yang sama dengan barang yang berguna, hanya dibedakan dari kurangnya
nilai. Sebab kurangnya nilai atau kegunaan dapat dihubungkan dengan
tercampurnya sampah dan komposisi sampah yang tidak diketahui.
Menurut
EPA Waste Guidelines (2009: 11) sampah adalah segala sesuatu yang dibuang,
ditolak, diabaikan, tidak diinginkan, atau materi yang tidak terpakai, materi
yang tidak terpakai tersebut tidak untuk dijual, didaur ulang, diproses ulang,
diperbaiki atau dimurnikan oleh kegiatan terpisah yang memproduksi materi
tersebut. Selain itu sampah juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
dideklarasikan oleh peraturan atau kebijakan perlindungan lingkungan yang
didefinisikan sebagai sampah, baik bernilai ataupun tidak. Dari berbagai
definisi diatas terdapat kesamaan definisi sampah secara umum, yaitu sampah
adalah materi yang dibuang dan berkurang nilainya. Hal yang sedikit berbeda
diungkapkan oleh McDonough dan Braungart (2002: 92) dalam Scheinberg (2010: 9)
yang mengatakan bahwa sampah mempunyai nilai yang sama dengan makanan.
Pernyataan ini dapat diartikan bahwa McDonough dan Braungart memandang bahwa sampah
mempunyai nilai yang sangat tinggi dan berharga bahkan sampai mempunyai nilai
yang sama dengan makanan.
Pengelolaan
sampah kota di Indonesia menjadi masalah aktual seiring dengan semakin
meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk yang berdampak pada semakin banyak
jumlah sampah yang dihasilkan. Beberapa penelitian menganalisis penyebab
masalah-masalah yang terjadi pada pengelolaan sampah di Indonesia. Chaerul et
al. (2007) menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di
Indonesia, diantaranya kurangnya dasar hukum yang tegas, tempat pembuangan
sampah yang tidak memadai, kurangnya usaha dalam melakukan pengomposan, dan
kurangnya pengelolaan TPA dengan sistem yang tepat. Kardono (2007:631)
mengatakan bahwa permasalahan pengelolaan sampah yang ada di Indonesia dilihat
dari beberapa indikator berikut, yaitu tingginya jumlah sampah yang dihasilkan,
tingkat pelayanan pengelolaan sampah masih rendah, tempat pembuangan sampah
akhir yang terbatas jumlahnya, institusi pengelola sampah dan masalah biaya.
Salah
satu permasalahan yang ditimbulkan dari sampah adalah menurunnya estetika di
sekitar tempat pembuangan sampah sehingga berpotensi menimbulkan konflik sosial
dengan masyarakat yang ada di sekitarnya. Penentangan yang dilakukan masyarakat
sekitar pada umumnya berkenaan dengan sebab yang membahayakan kesehatan,
keselamatan, berkurangnya kenyamanan dan keterbatasan lahan khususnya untuk
penempatan TPA. Penempatan TPA memerlukan lahan yang luas sedangkan lahan di
kota besar semakin sempit karena meningkatnya pertambahan penduduk. Seperti
yang diungkapkan oleh Hadi (2005:47), dampak lingkungan dan sosial yang timbul
akibat TPA telah menjadi fenomena umum di kota-kota besar seperti Jakarta
(Bantargebang), Surabaya (Keputih, Sukolilo), Semarang (Jatibarang) dan bahkan
menjurus menjadi konflik vertikal. Resistensi terhadap TPA oleh penduduk lokal
telah menjadi fenomena umum. Dalam konteks pemecahan persoalan sampah, maka
perubahan pola konsumsi merupakan salah satu pendekatan yang harus dimulai.
Selain itu, Hadi (2005:18) juga mengatakan bahwa pendekatan pembangunan
masyarakat perlu diterapkan dikarenakan banyaknya gejolak-gejolak sosial akibat
adanya aktivitas pembangunan.
Permasalahan
pengelolaan sampah yang utama adalah sampah yang tidak mengalami proses
pengolahan dan pengelolaan TPA dengan sistem yang tidak tepat (masih berfokus
pada lahan urug). Pengelolaan TPA terpadu merupakan suatu kebutuhan penting
manusia. Keberadaan TPA sebagai tempat pembuangan akhir sampah sepatutnya
diadakan dengan pertimbangan keamanan ketat terhadap pencemaran untuk masa
sekarang dan' mendatang. TPA tetap menjadi salah satu cara penanganan sampah
akhir yang populer karena sangat sulit untuk memusnahkan atau mengurangi jumlah
produksi sampah yang dihasilkan dari aktivitas kegiatan manusia seiring dengan
pertumbuhan populasi manusia yang pesat. Sulitnya mengelola TPA dan dampak
lingkungan yang besar dari TPA mengharuskan pengelolaan TPA yang lebih baik
lagi terutama dalam hal mengolah sampah dengan daur ulang.
Banyak
dampak positif yang dihasilkan dari pengelolaan sampah yang fokus pada
pengolahan dan pengurangan pencemaran serta melibatkan masyarakat atau berbasis
komunitas dari sumber sampah sampai ke TPA. Direkomendasikan agar sistem
pengelolaan sampah di Indonesia berbasis partisipasi komunitas dan tidak hanya
mengandalkan TPA dengan sistem lahan urug. Sistem pengelolaan sampah berbasis
komunitas sangat penting untuk dikembangkan karena hanya memerlukan biaya
kecil, teknologi sederhana, mudah dioperasikan dan melibatkan partisipasi
masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa penyelesaian permasalahan sampah yang tidak
komprehensif dari hulu ke hilir dan melibatkan semua pihak menjadi hambatan
utama berjalannya pengelolaan sampah yang tidak berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Mahyudin. (2017). KAJIAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN SAMPAH DAN
DAMPAK LINGKUNGAN DI TPA (TEMPAT PEMROSESAN AKHIR). Jukung Jurnal Teknik
Lingkungan, 3 (1): 66-74.
Mahyudin (2014). STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH BERKELANJUTAN.
Fakultas Teknik Prodi Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat 10 (2014)
33-40.
0 komentar:
Posting Komentar