Ujian
Mid Semester Psikologi Lingkungan
Andi
Purnawan / 19310410002
Dosen
Pengampu: Dr.Arundati Shinta,MA
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Indonesia merupakan negara
yang memiliki iklim tropis dengan dua musim tiap tahunnya, yaitu musim kemarau
dan musim penghujan. Letak dan kondisi geografis, menjadikan negara ini selalu
memanfaatkan tiap musim yang berlangsung. Saat musim penghujan, air yang berlimpah
tentu digunakan untuk sarana berbagai keperluan, terutama dalam bidang
pertanian dalam hal pengairan. Air hujan tersebut terkadang juga ditampung untuk
nantinya digunakan dalam kebutuhan sehari-hari dan sebagai sediaan pada saat
musim kemarau tiba. Namun terkadang kondisi klimatoligis di Indonesia sering
tidak bisa diprediksi. Jangka lama kedua musim tersebut tidak seimbang. Misalnya
pada tahun ini intensitas musim kemarau lebih lama dari pada musim penghujan.
Hal tersebut tentu membuat kualahan para petani terutama petani padi.
Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu daerah di Yogyakarta yang merasakan dampak dari musim yang tidak stabil. Menurut data geografis, Gunungkidul sebagai salah satu kabupaten di Yogyakarta merupakan salah satu kabupaten yang mengalami ancaman kekeringan terparah (Apriani et al, 2014). Salah satu daerah di Gunungkidul yang terdampak adalah Desa Mertelu, Kecamatan Gedangsari. Tiap tahunnya masyarakat desa tersebut memiliki keluhan yang sama yaitu kekeringan karena kemarau yang berkepanjangan. Pekerjaan utama warga setempat yang mayoritas adalah petani, sering kesusahan dalam melakukan penghitungan masa cocok tanam dan panen padi karena terkendala masa musim. Saat waktunya penanaman padi atau penyebutannya musim sawah, masalah pengairan menjadi PR besar bagi para petani. Proses penanaman padi yang cenderung banyak, tentu tidak akan berhasil jika persediaan air tidak memadai. Lalu langkah apa yang dilakukan warga masyarakat menghentikan permasalahan tersebut?
Warga masyarakat
berinisiatif melakukan penggalian sumur di dekat persawahan yang diyakini
terdapat sumber mata air. Dana penggalian tersebut didapatkan dari para donator-donatur
yang sebelumnya sudah disodori proposal. Tenaga penggalian dilakukan oleh warga
masyararakat itu sendiri selaku sumber daya manusia yang nantinya akan
menggunakan sumur mata air tersebut. Mereka melakukan bekerja memakai asas
gotong royong sebagai ciri khas kegiatan di pedesaan. Warga masyarakat membuat
jadwal kerja beserta kelompoknya yang memuat jam operasional penggalian serta
jatah warga yang mengirim makanan untuk santap pekerja saat istirahat. Dalam
musyawarah warga sebelumnya, mereka memiliki kesepakatan bersama yaitu bagi
warga yang tidak berangkat gotong royong tanpa alasan jelas saat tiba jatahnya,
maka dikenai denda sebesar Rp.10.000, yang nantinya denda tersebut dimasukkan
dalam kas.
Kearifan lokal terdapat pada
beberapa kelompok/ masyarakat adat dan mengandung nilai luhur budaya yang masih
kuat menjadi identitas karakter warga masyarakatnya (Priyatna, 2017). Nilai kearifan lokal yang
terdapat dalam kegiatan warga tersebut utamanya adalah gotong royong. Namun,
selain itu kearifan lokal nampak terlihat juga pada saat warga masyarakat
melakukan doa bersama di dekat penggalian sumur mata air. Sudah menjadi tradisi
di Desa Mertelu pada saat melakukan suatu pembangunan, mereka melakukan doa
bersama yang dilanjutkan dengan makan-makan. Pada kegiatan ini nampak warga
melakukan doa bersama pada malam hari. Malam hari dipilih karena jika dilakukan
siang tidak semua warga yang terlibat penggalian bisa hadir. Makanan yang
tersaji adalah diantaranya sego punar
(nasi cetak), sayur gudangan, telur, ayam, dan masih banyak lauk lainnya. Doa
dipimpin oleh ketua adat Desa Mertelu. Dalam doa tersebut terpanjat harapan
warga mengenai kebutuhan air yang terpenuhi.
Referensi:
Apriani, F., Setianingsih, Y. D., Arum, U. M.
P., Susanti, K. A., Wicaksono, S. I., & Faruk, A. (2014). Analisis curah
hujan sebagai upaya meminimalisasi dampak kekeringan di Kabupaten Gunungkidul tahun
2014. Khazanah: Jurnal Mahasiswa. 6(2), 13-22.
Priyatna, M. (2017). Pendidikan karakter
berbasis kearifan lokal. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam. 5(10), 1311-1336.
0 komentar:
Posting Komentar