7.3.21

TUMBLER, SENJATA PAMUNGKAS MEMERANGI SAMPAH PLASTIK


Tugas Psikologi Lingkungan Semester Genap 2020/2021

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, MA

ANDI PURNAWAN / 19310410002

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi persoalan besar dalam hal pelestarian lingkungan. Bagaimana tidak, setiap hari barang belanjaan selalu memakai kantong plastik sebagai wadahnya. Tidak hanya itu, dalam suatu acara seperti halnya rapat atau pertemuan-pertemuan banyak yang memakai (menyediakan) air munum kemasan plastik baik berbentuk gelas maupun botol. Tidak bisa dipungkiri memang menggunakan plastik bisa membuat kebutuhan manusia lebih praktis. Namun kepraktisan tersebut malah akan membuat dampak buruk bagi lingkungan. Plastik yang sifatnya tidak mudah terurai menjadikan semakin menumpuk dalam setiap harinya.

Permasalahan mengenai sampah plastik tentunya menjadi suatu hal yang serius mengingat dampak berbagai sektor yang ditimbulkan. Dampak menumpuknya sampah plastik dalam jangka panjang selain menjadi polusi tentunya juga akan menimbulkan penyakit dan sarang bagi hewan-hewan seperti serangga. Pada ekosistem, sampah yang terbuang ke laut akan termakan oleh hewan-hewan di laut dan menyebabkan rusaknya biota laut. Selain itu bagi sektor pariwisata, sampah plastik juga berdampak mengurangi keindahan objek wisata dan juga merusak ekosistem yang terdapat pada sekitar objek tersebut. Selain itu semua, banjir dan masalah kesuburan tanah tidak lepas dari plastik. Plastik bukan berasal dari senyawa biologis, sehingga memiliki sifat sulit terdegmdasi atau dalam istilah kimianya nonbiodegradable (Purwaningrum, 2016).

Latar belakang permasalahan di atas menjadikan niatan penulis untuk membagikan sedikit pengalaman tentang gerakan mengurangi sampah plastik di masyarakat. Aktivitas saya selain kuliah dan bekerja yaitu aktif dalam suatu komunitas / organisasi di kecamatan yaitu Forum Mahasiswa Gedangsari (disingkat Formasi). Forum tersebut berisikan mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Kecamatan Gedangsari. Salah satu agenda rutin tahunan Formasi yaitu Musyawarah Besar (Mubes) yang dihadiri seluruh anggota baik pengurus inti maupun pengurus harian. Lazimnya pada acara-acara rapat atau pertemuan pasti ada suguhan makanan dan minuman ringan apa lagi pertemuan yang berskala besar seperti Mubes. Hal tersebut berdampak menyumbangkan sampah plastik pada akhir acara. Lalu bagaimana langkah saya selaku yang pada saat itu ikut kepanitiaan?

Rapat persiapan Mubes pun berlangsung. Pada saat pembahasan konsumsi, saya mengusulkan pada acara Mubes nantinya peserta untuk membawa tumbler atau botol minum sendiri. Hal tersebut didasari keprihatinan saya pribadi dalam menyikapi sampah plastik yang dihasilkan masyarakat tiap harinya. Langkah tersebut merupakan aksi nyata kepedulian mahasiswa untuk turut serta melestarikan lingkungan dengan menerapkan 3R (Reduse, Reuse, Recycle). Selain itu, saya juga menyampaikan alasan langkah tersebut juga dapat menghemat pengeluaran kas, karena tidak perlu membeli air minum kemasan baik yang berbentuk gelas maupun botol.

Langkah baik memang mudah diterima dengan baik pula. Usulan saya awalnya menuai kontra baik dari ketua umung langsung maupun dari anggota kepanitiaan lainya. Mereka menilai bahwa hal tersebut terkesan tidak lazim dan belum tentu semua peserta mau membawa tumbler sendiri. Saya tidak patah semangat mempertahankan usulan. Saya menambahkan usulan untuk panitia menyediakan mineral galon. Jadi peserta bisa isi ulang air minumnya. Sedangkan untuk peserta yang tidak membawa tumbler, panitia hendaknya bisa menyediakan tumbler cadangan dua atau tiga botol. Sehingga tidak ada alasan repot saat acara konsumsi, bahakan tumbler tersebut diberikan gratis. Akhirnya usulan saya dapat diterima dengan baik oleh semua koordiator acara Mubes.

Pengurangan sampah plastik merupakan salah satu cara penyelamatan lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Langkah-langkah nyata terbentuk dari kesadaran diri masing-masing. Mahasiswa yang merupakan kaum terdidik di masyarakat seharusnya dapat memberikan contoh yang baik pada lingkungan. Mau menunggu sampai kapan kita dapat mengurangi masalah sampah plastik? Jika mau mengubah kebiasaan baik di masyarakat tentu hendaknya kita mengubah perilaku kita terlebih dahulu. Dengan begitu contoh yang kita berikan bisa terimplementasikan dan ditiru oleh lingkungan di sekitar kita. Kalau bukan dari kita lalu siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi?

Referensi:

Purwaningrum, P. (2016). Upaya mengurangi timbulan sampah plastik di lingkungan. Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology8(2), 141-147.

0 komentar:

Posting Komentar