Tulisan ini Guna Untuk Memenuhi Ujian Mid Semester 2 Psikologi Sosial 1
Dosen
Pembimbing : Dr. Arundati Shinta, M. A
Oleh
:
Nama
: Sofi anggraini
NIM
: 20310410065
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Pendahuluan
Manusia adalah
makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya orang lain. Manusia
sebagai makhluk sosial selalu mempunyai naluri yang kuat untuk hidup dengan
sesamanya (Soekanto, 2013: 23). Kita hidup di Negara Indonesia dimana memiliki
beraneka ragam budaya, adat, kepercayaan, dan agama. Agama yang ada di
Indonesia meliputi agama Islam, Khatolik, Kristen, Budha, Khonghucu, dan
berbagai kepercayaan yang selalu terpelihara di bawah naungan Pancasila (Zaini,
2010). Penanaman nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati, dan toleransi
antar umat beragama melalui pendidikan termasuk cara yang efektif dan tepat.
Saiful
Mujani mendefinisikan ulang pengertian toleransi dari Sullivan Pierson, dan
Marcus sebagai kesediaan untuk menghargai, menerima atau menghormati segala
sesuatu yang ditolak atau ditentang seseorang (Mujani, 2007). Mengajarkan pendidikan
toleransi kepada anak adalah hal penting, karena pada dasarnya anak masih dapat
diarahkan. Anak juga mengalami proses perkembangan luar biasa dan belum
terpengaruh banyak hal negatif di lingkungan sehingga akan jauh lebih mudah
orang tua atau pendidik mengarahkan dan membimbing anak-anaknya dalam penanaman
nilai-nilai pendidikan karakter (Fadlillah dan Khorida, 2016: 43-44). Nilai
toleransi tampaknya sangat sederhana akan tetapi memiliki arti yang penting dalam
kehidupan bangsa. Apabila pendidikan toleransi tidak diajarkan atau dikenalkan
sejak usia anak-anak dampak negatifnya mungkin dapat menimbulkan “anak
melakukan bullying”. Kondisi ini sangat berpotensi membahayakan toleransi
beragama mengingat cinta tanah air dan Pancasila merupakan pilar utama bagi
terjaganya Kebhinekaan Indonesia dari perpecahan dan permusuhan. Komnas
Perlindungan Anak bahkan telah menemukan fenomena intoleransi beragama dari
beberapa daerah. Anak usia dini sudah berani mengolok temannya yang berbeda
agama dengan sebutan kafir (Wiwoho, 2017).
Penutup
Perilaku bullying tersebut mungkin karena anak di rumah kurang berinteraksi sosial. Dengan menanamkan pendidikan toleransi sejak usia anak, akan berdampak baik untuk anak kedepannya. Sikap orang tua dan pendidik harus dapat mendorong untuk anak memahami bahwa perbedaan itu indah dan merupakan sikap terpuji. Penanaman sikap toleransi beragama merupakan salah satu sikap dasar sosial. Penanaman dapat dilakukan dengan diwujudkan strategi 5k yaitu, konsensus, komitmen, konsisten, kontinu, konsekuen ( Fidesrinur dkk, 2015). Dengan begitu anak akan tumbuh menjadi anak yang memiliki kecerdasaan sosial mudah beradaptasi di lingkungan sosial dan tahu akan menempatkan dirinya.
Daftar
Pustaka
Bimo Wiwoho, 2017. “Komnas KA Khawatir Anak Mengolok Teman
dengan Sebutan Kafir”
https://www.cnnindonesia.com/ (diakses
pada tanggal 25 Maret 2021 pukul 16.45 WIB)
CNN Indonesia. 2018. Pentingnya Mengajarkan Toleransi pada Anak
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180723094606-277-316185/pentingnya-mengajarkan-toleransi-pada-anak
(diakses pada tanggal 26 Maret 2021 pukul 17.35 WIB)
Fadlillah, Muhammad dan
Lilif Mualifatu Khorida. 2016. Pendidikan
Karakter Anak Usia Dini: Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Fidesrinur, dkk. 2015. Pedoman Penanaman Sikap PAUD. Jakarta:
Direktorat Pembinaan PAUD, Kemdikbud
Mujani, Saiful. 2007. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi,
dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Soekanto, Soerjono.
2013. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Zaini. 2010. Penguatan Pendidikan Toleransi Sejak Usia Dini
https://www.neliti.com/publications/40302/penguatan-pendidikan-toleransi-sejak-usia-dini-menanamkan-nilai-nilai-toleransi
(diakses
pada tanggal 26 Maret 2021 pukul 16.15 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar