27.3.21

Pendidikan Toleransi dan Dampaknya Terhadap Anak-Anak

 

Tulisan ini Guna Untuk Memenuhi Ujian Mid Semester 2 Psikologi Sosial 1

Dosen Pembimbing : Dr. Arundati Shinta, M. A

Oleh :

Nama : Sofi anggraini

NIM : 20310410065

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Pendahuluan

            Manusia adalah makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial selalu mempunyai naluri yang kuat untuk hidup dengan sesamanya (Soekanto, 2013: 23). Kita hidup di Negara Indonesia dimana memiliki beraneka ragam budaya, adat, kepercayaan, dan agama. Agama yang ada di Indonesia meliputi agama Islam, Khatolik, Kristen, Budha, Khonghucu, dan berbagai kepercayaan yang selalu terpelihara di bawah naungan Pancasila (Zaini, 2010). Penanaman nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati, dan toleransi antar umat beragama melalui pendidikan termasuk cara yang efektif dan tepat.

Saiful Mujani mendefinisikan ulang pengertian toleransi dari Sullivan Pierson, dan Marcus sebagai kesediaan untuk menghargai, menerima atau menghormati segala sesuatu yang ditolak atau ditentang seseorang (Mujani, 2007). Mengajarkan pendidikan toleransi kepada anak adalah hal penting, karena pada dasarnya anak masih dapat diarahkan. Anak juga mengalami proses perkembangan luar biasa dan belum terpengaruh banyak hal negatif di lingkungan sehingga akan jauh lebih mudah orang tua atau pendidik mengarahkan dan membimbing anak-anaknya dalam penanaman nilai-nilai pendidikan karakter (Fadlillah dan Khorida, 2016: 43-44). Nilai toleransi tampaknya sangat sederhana akan tetapi memiliki arti yang penting dalam kehidupan bangsa. Apabila pendidikan toleransi tidak diajarkan atau dikenalkan sejak usia anak-anak dampak negatifnya mungkin dapat menimbulkan “anak melakukan bullying”. Kondisi ini sangat berpotensi membahayakan toleransi beragama mengingat cinta tanah air dan Pancasila merupakan pilar utama bagi terjaganya Kebhinekaan Indonesia dari perpecahan dan permusuhan. Komnas Perlindungan Anak bahkan telah menemukan fenomena intoleransi beragama dari beberapa daerah. Anak usia dini sudah berani mengolok temannya yang berbeda agama dengan sebutan kafir (Wiwoho, 2017).

Penutup

Perilaku bullying tersebut mungkin karena anak di rumah kurang berinteraksi sosial. Dengan menanamkan pendidikan toleransi sejak usia anak, akan berdampak baik untuk anak kedepannya. Sikap orang tua dan pendidik harus dapat mendorong untuk anak memahami bahwa perbedaan itu indah dan merupakan sikap terpuji. Penanaman sikap toleransi beragama merupakan salah satu sikap dasar sosial. Penanaman dapat dilakukan dengan diwujudkan strategi 5k yaitu, konsensus, komitmen, konsisten, kontinu, konsekuen ( Fidesrinur dkk, 2015). Dengan begitu anak akan tumbuh menjadi anak yang memiliki kecerdasaan sosial mudah beradaptasi di lingkungan sosial dan tahu akan menempatkan dirinya. 

Daftar Pustaka

Bimo Wiwoho, 2017. “Komnas KA Khawatir Anak Mengolok Teman dengan Sebutan Kafir”

https://www.cnnindonesia.com/ (diakses pada tanggal 25 Maret 2021 pukul 16.45 WIB)

CNN Indonesia. 2018. Pentingnya Mengajarkan Toleransi pada Anak

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180723094606-277-316185/pentingnya-mengajarkan-toleransi-pada-anak (diakses pada tanggal 26 Maret 2021 pukul 17.35 WIB)

Fadlillah, Muhammad dan Lilif Mualifatu Khorida. 2016. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini: Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Fidesrinur, dkk. 2015. Pedoman Penanaman Sikap PAUD. Jakarta: Direktorat Pembinaan PAUD, Kemdikbud

Mujani, Saiful. 2007. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Zaini. 2010. Penguatan Pendidikan Toleransi Sejak Usia Dini

https://www.neliti.com/publications/40302/penguatan-pendidikan-toleransi-sejak-usia-dini-menanamkan-nilai-nilai-toleransi (diakses pada tanggal 26 Maret 2021 pukul 16.15 WIB)

 




0 komentar:

Posting Komentar