14.3.21

Menelisik Potensi Umbul Saren Sebagai Hulu Irigasi Permanen

 

Ujian Mid Semester Psikologi Lingkungan

Herlinda Desi Anggraini/19310410008

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 

            “Menolak kapitalisasi sumber daya air demi pemberdayaan irigasi persawahan berbasis kearifan lokal”. Begitulah slogan perjuangan yang pantas disematkan kepada masyarakat Saren dalam upaya mereka menolak renacana pembangunan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tahun 1986 di sumber mata air dusun saren atau sekarang juga dikenal Umbul Pajangan.[1]


            Sleman sebagai salah-satu Kabupaten Kota di Provensi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak potensi sumber daya alam terbarukan yang hingga saat ini menjadi penyangga hidup masyarakat setempat. Salah satunya yakni sumber mata air. Berdasarkan data dari Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral Kabupaten Sleman yang dikutip oleh Harian Jogja (2018)  saat ini Kabupaten Sleman terdapat lebih 218 sumber mata air dengan sistem pengolahan bersifat konstruktif dalam bentuk embung atau bendungan dan juga yang bersifat alami.

            Salah sumber mata air yang hingga kini masih mempertahankan debit alirannya yakni umbul saren atau yang juga dikenal dengan umbul pajangan. Tidak banyak catatan yang menyajikan tentang umbul saren namun dalam tulisannya yang terbitkan di fornews, Adam (2020) memberikan keterangan bahwa umbul saren senyatanya telah dipergunakan sejak zaman kolonial Belanda, dimana wilayah Ngaplik pada zaman itu menjadi daerah yang dikuasai sepenuhnya oleh VOC untuk dijadikan wilayah perkebunan tebu yang kemudian akan dikirm dan diolah disejumlah pabrik gula di wilayah Klaten dan Yogyakarta.

            Umbul Saren sebagai sumber mata air alam yang masuk kategorikan permanen dalam sistem aliran Daerah Aliran Sungai (DAS), volume airnya tentu sangat bergantung pada kondisi musim lokal karena sumber airnya yang berasal dari sumplai aliran air dalam.[2] Seperti catatan kasus Pembinaan dan Penyediaan Sumber Daya Air (PPSDA) Kabupaten Sleman bahwa ditahun 2015 yang dimuat Tribun Jogja bahwa mesim kemarau panjang yang melanda beberapa wilayah termasuk Sleman telah berdampak pada penurunan volume air umbung pajangan yang berkisar 80 meter kubik menjadi 60 meter kubik atau turun sekitar 20% hal demikian dianggap berdampak pada irigasi pertanian yakni tidak terpenuhinya kebutuhan pengairan.

            Sebagai mata air alami yang alirannya sangat teratur meski bergantung pada aliran air bawa tanah, umbul saren saat ini tidaklah membutuhkan analisa frekuensi yang detail dalam manajemen infrastruktur,[3] karena kondisinya telah medapat hasil percikan bekas konstruksi perencanaan pembangunan PDAM yang pada akhirnya mendapat penolakan warga. Tentunya bukan tanpa alasan, berdasarkan hasil wawanara penulis terhadap Mbah Narto (65) warga asli Wedomartani yang juga menjadi saksi terhadap pristiwa penolakan pembangunan sumber air PDAM di dusun Seren memaparkan bahwa awal mulanya masyarkat tidak memerikan respon penolakan, karena pihak PDAM memberikan jaminan irigasi yang sumber airnya berasal dari kali kuning. Namun pada perekembangannya kali kuning dinilai tidak efektif dalam memenuhi kebutuhan pengairan persawahan disaat musim kemarau melanda sehingga masyarakat meminta pemerintah daerah untuk kembali menormalisasi sumber mata air di Dusun Seren seperti sebelumnya. Bahkan dikatakan oleh mbah narto bahwa bentuk penolakan warga tersebut dilakukan dengan cara yang terkesan bersifat desakan yakni demo.

Terlepas dari peristiwa masa lalu dan kondisi saat ini di umbul saren yang terpenting adalah bagaimana menjaga daerah resapan air (reboisasi) serta sistem ekologi  di wilayah ini (pengurangan konversi lahan) agar ketersediaan volume air umbul seren tetap terjaga saat musim kemarau sebagai satu problem yang patut diajukan, demi memenuhi kebutuhan masyarkat seara luas khususnya peduduk setempat yang aliran airnya tidak hanya digunakan sebagai suplai irgasi pertanian tapi juga dimanfaatkan sebagai tempat mina padi, mencuci, mandi bahkan saat ini popular dengan potensi ekowisata yang dimilikinya yakni sebagai taman bermain air.[4]

Lampiran

Foto 1 (anak-anak sedang bermain air di Umbul Saren dengan melonat dari atas eks konstruksi bangunan beton PDAM)

Sumber: Dok. Pribadi

Foto 2 (Aliran air irigasi Umbul Saren untuk kebutuhan persawahan dan mina padi) 

Sumber: Dok. Pribadi


  

Daftar Pustaka

Adam. 2020. Umbul Pajangan Saksi Bisu Penjajahan Belanda di Ngeplak, Sleman. https://fornews.co/news/umbul-pajangan-saksi-bisu-penjajahan-belanda-di-ngemplak-sleman/. Diakses pada tanggal 13 maret 2021 pukul 22.00.

Bakornas PB. 2007. Pengenalan karakteristik Bencana  dan Upaya Mitigasi di Indonesia. Jakarta:Direktorat Mitigasi Lachar.

Carter Wn. 1991. Disaster Managament: A disaster manager’s Handbook. National Library of The Philiphines CIP Data: Asean Development Bank.

Kodoatie, Robert. 2011. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tribunjogja. 2015. Air Embung di Sleman Susut 30 Persen. https://jogja.tribunnews.com/2015/11/04/air-embung-di-sleman-susut-30-persen. Diakses pada tanggal 13 maret 2021 pukul 21.15.

 

 


[1] Hasil Wawanara Penenliti terhadap Mbah Narto (Responden) sebagai saksi hidup penolakan masyarkat tergadap pembangunan PDAM di dusun Saren Tahun 1986. Diambil pada tanggal 12 Maret  2020 Pukul 16.30. 

[2] Lih. Jenis-jenis sungai di Indonesia berdasrkan alirannya.

[3] Lih. Kodoate (2011) dalam pengantar manajemen infrastruktur.

[4] Lih. Charter (1991) model mitigasi terhadap ancaman bencana kekeringan. Serta dalam Bakornas PB (2007) tentang Pengenalan karakteristik Bencana  dan Upaya Mitigasi di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar