10.1.21

RESILIENSI PADA INDIVIDU KECENDERUNGAN INGIN BUNUH DIRI

 

RESILIENSI PADA INDIVIDU  KECENDERUNGAN INGIN BUNUH DIRI

UJIAN PSIKOLOGI INOVASI

Dosen Pengampu : Dr.Arundati Shinta

Penulis ;

    Nama :Nirbita Melani

NIM :18.310.410.1180

 

 

Dewasa ini semakin mudah menemukan informasi mengenai bunuh diri,ini merupakan fenomena yang begitu menarik melihat maraknya kasus bunuh diri menjadi  sangat memprihatinkan yang sebenarnya harus benar-benar menjadi perhatian.

Bunuh diri merupakan upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mengakhiri kehidupan secara sadar berupaya untuk mati (Muhith,2015).

Dikutip dari WHO Global Health Estimates 2017 mengeluarkan data bahwa kematian global tertinggi akibat bunuh diri dinegara-negara berpendapatan rendah dan menengah adalah umur 20 tahun.Di Indonesia banyak sekali kasus-kasus mengenai bunuh diri,parahnya ada yang sampai dipublikasikan secara terang-terangan.Lalu mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Menurut Khan (2011),low et al(2012) didapatkan hasil depresi memiliki hubungan dengan ide bunuh diri.Masalah yang tidak terselesaikan akan menimbulkan stress,Sejumlah penelitian melaporkan bahwa stress dan kehidupan yang penuh stress merupakan peristiwa yang sangat terkait dengan gejala depresi,yang kemudian meninggalkan resiko bunuh diri (Zhang et al,2011,you et al,2014)Stres berkelanjutan dapat mengakibatkan kecemasan dan depresi.

Di dalam buku jelajah jiwa hapus stigma menjelaskan beberapa factor yang membuat seseorang memiliki pikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri,diantaranya :

1.    Factor biologis

Banyak penelitian yang melihat adanya hubungan riwayat bunuh diri pada keluarga dengan percobaan bunuh diri,ini dihubungkan baik secara transmisi genetic maupun efek lingkungan yang menunjukan perilaku tersebut.Pada buku tersebut dilakukan penelitian pada 2 subjek yaitu,pada subjek utama tidak mempunyai riwayat keluarga dengan perilaku bunuh diri,namun faktor herediter dan neurotransmitter menjadi pertimbangan dari peran factor biologis dalam tindakan bunuh diri subjek FA dan AS.Perilaku agresif pada keluarga juga berhungungan dengan perilaku bunuh diri,perilaku agresif orang tua berkaitan dengan pola pengasuhan yang menggunakan kekerasan fisik maupun verbal.

Gangguan fisik yang menyertai seseorang dengan percobaan bunuh diri mempunyai beberapa aspek yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri.Ditemukan pada kasus AS terdapat gangguan pendengaran kongenital sehingga menimbulkan gangguan body image dan disfungsi yang disebabkan gangguan tersebut.

 

2.    Factor psikologis

Factor psikologis dalam penelitian ini dilihat dari pola asuh dan stabilitas keluarga,temperamen,kepribadian,mekanisme coping,dan psikopatologi yang ada.pada kasus FA terdapat pola asuh yang mengandung kekerasan verbal dan fisik (physical violence dan verbal abuse).

Dampak KDRT dapat berupa dampak fisik dan dampak psikis,dampak yang fatal adalah kematian,dan yang tidak fatal seperti cedera,keluhan fisik,dan kecacatan.

Pada kasus ke 2 yaitu orang tua AS memiliki sikap double bind kepada AS,yaitu seperti ibu AS memiliki watak yang protektif tetapi meminta As untuk hidup mandiri,dan Ayah As yang membebaskan anak-anaknya agar mandiri.

Kepribadian yang terkait dengan bunuh diri adalah kepribadian yang ambang,antisosial,dan histrionic.

Kepribadian ambang yang menunjukan agresivitas dan impulsivvitas.Kepribadian histrionic mempunyai keinginan untuk menarik perhatian dan mendapatkan keunntungan sekunder.Kepribadian antisosial menunjukan lemahnya nilai dan ikatan emosional dengan keluarga dan masyarakat.

3.    Factor sosiokultural

Factor sosiokultural juga dapat melatarbelakangi perilaku bunuh diri seseorang,diantaranya pertemanan,problem group,minoritas,penghayatan spiritual,nilai-nilai hidup,masalah keahlian,bakat,pendidikan,dan proses kreatif.

           

            Bagaimana pemikiran bunuh diri bisa muncul ?

            Ide bunuh diri bisa muncul karena mindset seorang individu yang menganggap bahwa bunuh diri adalah jalan keluar dari masalah yang dihadapi,menganggap bahwa cara ini adalah cara yang dapat mengubah realitas yang terjadi,

            Gangguan jiwa dapat ditangani dengan sikap optimis gejala maupun disfungsi penyerta.Upaya preventif yang dilakukan adalah pencegahan terhadap relasi bunuh ide bunuh diri yang muncul pada seorang individu.

Dalam buku jelajah jiwa hapus stigma bahwa mengingat urgensi masalah bunuh diri,sangatlah penting untnuk dilakukan penampisan dini dan intervensi pada fasilitas pelayanan kesehatan primer atau local gatekeeper lain yang memungkinkan untuk dilaksankan (Perlemen,et al.,2011)Berkembangnya ide untuk bunuh diri dapat dipertanyakan melalui wawancara langsung atau penampisan melalui mekanisme self report (Shain,2016).

            Dalam penelitiannya,proses penampisan dilaksanakan pada tahapan pencegahan primer dengan melakukan deteksi dini bahwa individu mempunyai kecenderungan ide bunuh diri berdasarkan adanya factor-faktor resiko.

            Persepsi para pemangku kebijakan tentang bunuh diri akan sangat mempengaruhi masa depan upaya pencegahan bunuh diri di setiap Negara (Hermes,2009:Word Health Organization,2012). Indonesia telah memberlakukan UU no 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,beberapa pelayanan kesehatan ditanggung oleh BPJS kesehatan antaranya gangguan kesehatan menyakiti diri sendiri.

            Bagaimana mendeteksi individu yang cenderung ingin bunuh diri ?

Usahakan untuk mulai peka pada kondisi sekitar kita,belajar untuk selalu care terhadap siapapun karena sebetulnya seseorang yang cenderung ingin bunuh diri aktivitasnya dapat diamati seperti,merasa sedih,sering menangis,anxietas dan gelisah,perubahan mood drastic,mudah tersinggung,bingung,menurunnya minat dalam kegiatan sehari-hari,sulit mengambil keputusan,menyakiti diri sendiri atau orang lain,menjadi fanatic terhadap agama atau bisa menjadi artheis,terdapat juga fakotr bunuh diri didalam komunitas yaitu,keyakinan kultural tentang kehidupan setelah kematian dan penerimaan tentang bunuh diri rasional sebagai sebuah solusi terhadap masalah social

Ketersediaan metode bunuh diri,prevalensi masalah psikososial seperti depresi dan gangguan penggunaaan zat yang membatasi kemampuan individu untuk beradaptasi terhadap keadaan yang penuh tekanan

            Pencegahan bunuh diri di Indonesia telah dilakukan diantaranya :

1.    Pengembangan program pencegahan bunuh diri yang efektif dengan sosialisasi yang massif

2.    Penguatan edukasi mengenai kesehatan mental bagi masarakat

3.    Pemantauan secara berkala di tingkat nasional melalui data yang akurat,

4.    Keluarga perlu proaktif untuk mencari informasi dan memahami tentang pola asuh yang mengikuti perkembangan zaman

5.    Menyikapi konflik orang tua dan anak secara wajar

6.    Orang tua perlu berempati dengan kebutuhan anaknya

7.    Who Indonesia ikut mensosialisasikan strategi pencegahan bunuh diri dan dijadikan program oleh masin-masing lembaga terkait yang tercantum dalam rekomendasi demi tercapainya common goals dari strategi pencegahan bunuh diri

8.    Konsisten mendampingi Indonesia dalam ikhtiar mencapai targetgoal terkait bunuh diri

9.    Pada media massa menjalankan amanat UU nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa yang mengatur upaya promotif media massa.

10. Mengikuti perkembangan kaidah tentang penulisan berita tentang bunuh diri

11. Melakukan edukasi kepada masyarakat tentang jesehatan jiwa secra umum,dan bunuh diri secra khusus untuk mengurangi stigma terkait bunuh diri.

Maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan ingin bunuh diri bermula pada diri kita sendiri,stress yang berlebihan,dan kecemasan yang teramat sangat dapat memicu kita untuk depresi.Kita cenderung untuk ingin mengubah sebuah realita,namun tidak dapat dilakukan dengan semudah itu,dengan kita bisa menerima maka kita akan terhindar dari pikiran stress dan kecemasan.

Tidak hanya itu,ternyata factor dari luar juga dapat memicu kecenderungan ingin bunuh diri seperti keluarga,lingungan tempat tinggal,pertemanan,dan lain-lain.Bunuh diri dapat mewariskan penyesalan yang tak bekesudahan bagi keluarga yang ditinggalkan,Ada sebuah rasa penasaran tentang apa penyebabnya,memungkinkan bahwa selama ini keluarga tidak mengenali sosok pelaku bunuh diri.Kondisi tidak berdamai dengan realita akan berdampak toxic pada keberlangsungan hidup kita.


referensi :

Yusuf,Nova Riyanti.2020.Jelajah Jiwa Hapus Stigma Autopsi Psikologis Bunuh Diri Dua Pelukis.Jakarta:PT.Kompas Media Nusantara

Winurini,Sulis.2019.Pencegahan bunuh diri di Indonesia.bidang kesejahteraan sosial,VolXI no 20.ISSN 2088-2351

http://Materi-Bunuh-diri-talk-show dr-Carla.pdf

Aulia,Nur & dkk.2019.Analisis hubungan faktor resiko bunuh diri dengan ide bunuh diri terhadap remaja.Jurnal Keperawatan.Volume 11 No 4 hal 303-310.ISSN2085-2049

0 komentar:

Posting Komentar