RESILIENSI MANTAN PECANDU NARKOBA
UJIAN PSIKOLOGI INOVASI
Dosen Pengampu : Arundati Shinta
Penulis Meysella Al Firdha Hanim
Penyalahgunaan narkoba atau napza menjadi permasalahan
yang sampai sekarang belum terselesaikan. Narkoba telah mendekati semua kalangan.
Narkoba atau narkotika di Indonesia hanya dapat digunakan untuk kepentingan
medis. Namun, di Indonesia terjadi peredaran gelap narkoba dan penyalahgunaan
narkoba. Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah mencapai tahap yang
mengkhawatirkan. Penggunaan narkoba yang dilakukan secara berlebihan
menyebabkan ketergantungan. Ketergantungan yang dialami oleh pecandu narkoba
sulit untuk dihentikan. Penghentian penggunaan dan proses pemulihan
ketergantungan narkoba merupakan proses yang rumit dan memerlukan waktu
panjang, sehingga tidak jarang dalam perjalanannya, seorang mantan pecandu narkoba
mengalami relapse atau kekambuhan (Partodiharjo dalam Utami, 2015).
Mantan pecandu narkoba merupakan orang yang pernah
melakukan penyalahgunaan, memakai, serta mengalami ketergantungan terhadap
narkoba kemudian telah dinyatakan sembuh dan lepas dari ketergantungannya. Selain
masalah relapse atau kekambuhan, individu yang pernah menjadi pecandu narkoba
ditemukan memiliki control emosi yang rendah, hubungan yang tidak memadai,
perilaku untuk merusak diri sendiri, dan melakukan pertahanan diri (Galanter
& Brook dalam Karsiyati, 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa mereka
mempunyai resiliensi, yaitu mampu berkembang dengan baik dalam menghadapi
kesulitan. Disamping itu ditemukan pula bahwa mereka yang dapat mempertahankan
kepulihannya disebabkan karena adanya penghayatan positif mengenai diri
sendiri.
Hal ini sesuai dengan konsep self compassion. Neff
(2010) menyatakan bahwa self compassion dapat berkontribusi meningkatkan
penghayatan positif mengenai diri sendiri, menghilangkan emosi negative, dan
meningkatkan rasa keterhubungan dengan orang lain. Neff (2003) menjelaskan
bahwa self compassion adalah pemberian pemahaman dan kebaikan kepada diri
sendiri ketika mengalami kegagalan ataupun membuat kesalahan, tidak menghakimi
diri sendiri dengan keras maupun mengkritik diri sendiri dengan berlebihan atas
ketidaksempurnaan, kelemahan, dan kegagalan yang dialami diri sendiri. Dengan
self compassion, individu akan lebih mampu memahami kemanusiaan yang dimiliki
sehingga membantu mengurangi rasa takut dari penolakan sosial.
Mantan pengguna narkoba adalah seorang yang telah
berhenti menggunakan, menyalahgunakan atau mengkonsumsi segala jenis zat yang
memberikan efek ketergantungan. Dalam hal ini mantan pengguna benar-benar
berhenti dan tidak menggunakan narkoba lagi, meskipun harus berjuang dengan
adversity atau trauma yang dialaminya ketika tidak menggunakan narkoba lagi.
Kemampuannya untuk tetap berdiri teguh di tengah-tengah banyaknya kesulitan
yang dihadapinya ini disebut dengan resiliensi.
Pengguna narkoba biasanya berhenti dengan melakukan
rehabilitasi, rehabilitasi merupakan upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga
yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif.
Tujuannya agar si pengguna tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan
yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Penyakit ikutan disini yaitu penyakit
seperti HIV / AIDS, hepatitis, sifilis, dan lain-lain. Rehabilitasi
penyalahguna narkotika meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan
pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan
narkotika. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan secara terpadu,
baik fisik, maupun mental, maupun sosial, agar bekas pengguna narkotika dapat
kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak semua
pengguna narkotika menjalani perawatan di tempat rehabilitasi, di antara mereka
ada yang berhenti atas dasar kemauan sendiri tanpa adanya rasa paksaan dari
siapa pun. Individu yang berhenti menggunakan narkoba tanpa menjalani
rehabilitasi seperti seseorang yang sudah berusaha sendiri dan bersikukuh untuk
mempertahankan keinginannya untuk berhenti menggunakan narkoba, yang biasa
disebut dengan resiliensi.
Cuslon 2006 (dalam Gumilang 2012 : 94) menjelaskan
bahwa dalam proses resiliensi terdapat empat level ketika seseorang mengalami
situasi cukup tertekan, yaitu succumbing (mengalah), survival (bertahan),
recovery (pemulihan), thtiving (berkembang dengan pesat). Sebagai mantan
pecandu narkoba membutuhkan kemampuan agar tidak relapse (kambuh) dengan
melewati empat level itu tadi dan dapat melanjutkan hidup dengan baik. Namun,
relapse dapat terjadi lagi apabila individu bergaul kembali dengan teman-teman
pemakai narkoba atau bandarnya, individu tidak mampu menahan keinginan atau
sugesti untuk memakai kembali narkoba dan individu bisa mengalami stress ataupun
frustasi. Dapat diartikan bahwa tinggal di lingkungan penyalahgunaan narkoba
akan lebih beresiko bagi seseorang yang ingin pulih dari ketergantungan
narkoba.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami
(2014) bahwa mantan pengguna narkoba mampu mempertahankan kesembuhannya dengan
mengembangkan kemampuan resiliensi yang dimilikinya. Kemudian hasil penelitian
yang dilakukan oleh Syaiful (2015) berupa rancangan program peningkatan
resiliensi pecandu narkoba. Pada program rancangan tersebut berisikan intervensi
konseling untuk pecandu dan keluarga pecandu.
Faktor protektif yang sangat berperan untuk menguatkan
mantan pecandu narkoba menjadi resilien diantaranya adalah dukungan sosial dari
keluarga dan faktor internal seperti rasa percaya diri, kemandirian, keterampilan
sosial, keyakinan mengatasi masalah, tujuan dan makna hidup yang jelas, serta
reaksi emosional (temperamen) yang positif. Apabila mantan pecandu narkoba
memiliki faktor – faktor protektif, maka mereka akan lebih mampu mengatasi
tantangan atau ujian yang mungkin bisa memicu mereka untuk relapse.
Hasil penelitian Aztri & Milla (2013) menunjukkan
bahwa mantan pecandu narkoba yang berhasil pulih dari ketergantungannya adalah
mereka yang memiliki perasaan berharga karena adanya dukungan sosial dan mereka
yang mampu memaknai kehidupan dan kesulitan yang dijalani sebagai sesuatu yang
dihadapi secara positif. Hal ini berkaitan dengan adanya self compassion.
Faktor – faktor yang membantu para mantan pecandu narkoba untuk bisa
mempertahankan kepulihannya seperti memiliki harapan hidup, perasaan berharga,
dan mampu menarik pelajaran dari kesulitan merupakan sesuatu yang berkaitan
dengan self compassion.
Oleh karena itu, self compassion mempunyai potensi
dapat meningkatkan kemampuan regulasi emosi, penghayatan positif mengenai diri
sendiri, pemecahan masalah, dan rasa keterhubungan dengan orang lain, termasuk
pada mantan pecandu narkoba. Aspek-aspek tersebut juga merupakan bagian dari
karakteristik resiliensi. Oleh karena itu juga dengan adanya self compassion
maka resiliensi diharapkan menjadi lebih baik atau lebih meningkat.
Maka dapat disimpulkan bahwa mantan pecandu narkoba
mengalami kesulitan dalam upaya pemulihan seperti permasalahan hidup, bertahan
dari keinginan dan pengaruh lingkungan untuk relapse (kambuh), jika lingkungan
yang ditempati adalah lingkungan dengan para penyalahgunaan narkoba. Self
compassion juga perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar membantu pengembangan
resiliensi pada mantan pecandu narkoba. Apabila sedang menghadapi tekanan atau
sedang menghadapi masalah, maka self compassion dapat membantu para mantan
pecandu narkoba untuk lebih mampu berkembang dengan baik dalam menghadapi
kesulitan atau menjadi resilien.
Artinya, bagi para mantan pecandu narkoba semakin
tinggi self compassion, maka semakin tinggi pula resiliensi pada mantan pecandu
narkoba. Saat mantan pecandu narkoba semakin memiliki rasa keterhubungan dengan
orang lain, mampu meregulasi emosi, dan memiliki penghayatan yang positif
mengenai diri sendiri, ia menjadi lebih resilien sehingga mampu menghadapi
tantangan-tantangan sebagai seorang mantan pecandu narkoba.
Referensi :
Febriannabilah, Rizki, Ratih Arruum Listiyandini.
(2016). Hubungan Antara Self Compassion
Dengan Resiliensi Pada Mantan Pecandu Narkoba Dewasa Awal. Prosiding
Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indoesia, Vol. 1, No. 1, Hal 19-28.
Desmita. (2008). Psikologi
Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar