8.1.21

Remaja dengan Dunia Media Sosial


Ujian Akhir Psikologi Sosial 2

Dosen Pengampu :  Dr. Arundati Shinta, MA. 

Sekar Pramesthi Armindariani/ 19310410072

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta 

 

 

Kehidupan manusia di era sekarang sangat erat dengan dengan adanya keberadaan media sosial. Adanya media sosial membuat interaksi sosial antar satu orang dengan lainnya sangat mudah walau berjarak ribuan kilometer. interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya. Rumusan ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan hubungan timbal balik dari pada interaksi sosial antara dua atau lebih individu itu(H. Bonner dalam Farida, Djalali, & Muhammad, 2014). 

Media sosial banyak di gunakan khusunya remaja dalam interaksi meraka. Interaksi sosial sangat penting bagi remaja, karena apabila seorang remaja tidak memiliki kemampuan untuk berinteraksi sosial atau bahkan tidak dapat berinteraksi, disadari atau tidak, remaja ini akan kehilangan relasi. Dalam hubungan sehari-hari remaja tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain, remaja akan menyesuaian diri dengan lingkungannya, sehingga kepribadian remaja, kecakapannya, ciri-ciri kegiatannya baru menjadi kepribadian individu yang sebenarnya apabila keseluruhan system psychophisik tersebut berhubungan dengan lingkungannya. Pesatnya penggunaan media sosial telah memepengaruhi cara berinteraksi sosial atau mempengaruhi cara berpikir  terhadap teman, kenalan serta orang asing. Saat ini media sosial yang sering di gunakan remaja yaitu facebook, twitter, dan instagram.     

Dengan adanya fasilitas layanan pada media sosial salah satunya twitter. Tidak hanya sebagi media untuk chatting tetapi di twitter juga membagi cerita atau informasi yang di sampaikan, berkomentar, membagi foto baik foto sendiri (selfi) serta foto berame-rame, selain itu juga dapat membagi video lucu yang di unggah di twitter.

Di dalam media sosial pengguna dapat mengatur dirinya, mengkontrol semua tentang dirinya, sendiri. Sehingga yang terlihat adalah idelanya diri orang tersebut, berbeda ketika kita bertemu langsung dan mengenal secara langsung. Joe Walther menamai teorinya dengan sosial information processing (SIP) (dalam Angeline, 2018) karena ia yakin hubungan berkembang pada pihak-pihak yang awalnya ingin mendapatkan informasi mengenai orang lain dan menggunakan informasi untuk membentuk kesan interpersonal tentang siapa mereka. 

Dari aktivitas-aktivitas yang selalu dilakukan kalangan remaja melalui media sosial tidak dapat terbantahkan bahwa perilaku mereka sebagai pengguna terkadang ada yang masih terpengaruh secara dominan dari media sosial yang turut mempengaruhi kedewasaan secara psikologi sehingga memengaruhi bagaimana mereka berkomunikasi melalui media sosial.

Transparanyan batasan antara privasi dan publik di media sosial berdampak negatif terutama pada banyak kasus remaja di Indonesia. Perundungan atau berkomentar jahat pada akun media seseorang, yang secara tidak langsung komentar yang di berikan akan memincu terganggunya  keshetan mental seseorang.

Hal ini mengacu adanya kosep diri seseorang. Konsep diri adalah gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri, baik bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh atu timbul dalam interaksi dengan lingkungn sosialnya. Menurut Calhoun dan Acocella 1990 (dalam Farida, Djalali, & Muhammad, 2014) dalam perkembangannya konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.   

Konsep Diri Positif Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah individu yang tahu betuil tentang dirinya dapat memahami dan menerima sejumlah fakta dan sangat bermacam- macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penuaan. Dapat disingkat individu yang memilki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dapat menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas. 

A.    Konsep Diri negatif Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua type, yaitu :

1.    Pandangan individu tentag dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang duihargai dalam kehidupannya.

2.    Pandangan tentang dirinya terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.  


media sosial tidak hanya di manfaatkan sebagai media berkomunikasi antar individu, tetapi media sosial sebagai media mengekspresikan diri  terutama pada remaja yang mana ingin di perhatikan dan masa menstabilkan kosep diri mereka atau mencari identitas diri meraka. Dalam hal ini peran lingkungan keluarga atau lingkungan pergaulan sangat berperan penting bagaimana seorang remaja dalam menentukan konsep diri mereka.

 

 

Referensi

Xio, Angeline. (2018). Konsep Interaksi Sosial dalam Komunikasi, Teknologi, Masyarakat. Jurnal Komunikasi.17(2). Universitas Pelita Harapan Jakarta.  

Aliuddin, A,B., Sadjad, Riza S., & Najib, Muh. (2014). Sikap dan Perilaku Remaja Perempuan dalam Ajang Gaul Melalui Media Sosial Facebook. Jurnal Komunikasi KAREBA. 3(4). Universitas Hasanuddin.

Yunistiati, Farida., Djalali, M,A., & Farid, M. (2014). Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial. Jurnal Psikologi Indonesia. 3(1), 71-82 . 

0 komentar:

Posting Komentar