Ujian Akhir Psikologi Sosial II
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, MA
ANDI PURNAWAN / 19310410002
Fakultas Psikologi Universitas
Proklamasi 45
Yogyakarta
Sebaran
Covid-19 sampai saat ini belum mereda. Di belahan bumi manapun, isu tersebut
masih mendominasi ruang publik. Sejak mulainya pandemi global, pembatasan
sosial masih terus diterapkan. Adanya virus corona
mengharuskan berbagai aktivitas sosial dilakukan secara jarak jauh, utamanya
adalah dari rumah. Tidak hanya dalam urusan pekerjaan, tetapi kegiatan belajar
mengajar. Jika biasanya, belajar tatap muka oleh guru ke siswa dilakukan di
sekolah kini mereka harus belajar secara daring (online) di rumah. Pada awalnya, mayoritas semua kalangan pelajar
tentu merasa keberatan dengan berbagai alasan. Hal tersebut tidak terkecuali
dengan pelajar sekolah dasar ke bawah yang masih berusia anak-anak.
Pembelajaran
jarak jauh menuntut anak beradaptasi dengan kebiasaan baru. Banyak dari mereka
belum bisa menerima keadaan tersebut. Mereka ingin sekali bertemu sekaligus
bermain dengan teman-temannya di sekolah maupun di lingkugan luar lainnya.
Kondisi ini tidak sedikit dari beberapa orang tua yang menjadi khawatir akan
mengganggu aspek perkembangan sosial pada anak. Pembatasan sosial tentu akan menghambat
proses interaksi sosial pada anak. Hal ini mengingat pentingnya tahap
perkembangan pada anak dalam belajar sosial di masyarakat. Proses sosial adalah
suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antarmanusia
yang berlangsung sepanjang hidupnya di dalam masyarakat (Yunistiati, Djalil
& Farid, 2014).
Sebagai
orang tua atau orang terdekat, apa yang bisa dilakukan untuk memastikan anak
memperoleh interaksi sosial walaupun sistem belajarnya dilakukan secara daring?
Adanya pembatasan sosial sebenarnya bisa dimanfaatkan siapa saja untuk
bersosialisasi, termasuk pada anak. Pembatasan sosial memberikan peluang
komunikasi dan relasi sosial melalui dunia maya (Ulfa & Mikdar, 2020). Berikut
tiga tindakan yang bisa diterapkan untuk mendapatkan proses interaksi sosial
pada anak.
1) Memanfaatkan
teknologi dalam hal ini adalah gadget untuk berkomunikasi dengan kerabat atau
teman-teman bermain anak. Melakukan interaksi sosial untuk anak bisa dilakukan
menggunakan layar. Memang tidak seperti belajar di sekolah yang bisa bertatap
muka langsung, namun poin pentingnya adalah orang tua tetap bisa mengajari anak
besosialisasi. Tidak hanya itu, orang tua sekaligus bisa mengajari anak tentang
pengguanaan teknologi. Penggunaan teknologi dengan tepat pada generasi Alpha
yang lahir di tahun 2010 tentu sangat baik. Adanya teknologi, menjadikan bentuk
dan pola komunikasi bersosialisasi lebih maju (Xiao, 2018).
2) Mengajari
anak melatih kesempatan untuk selalu meluangkan waktu dengan keluarga. Proses belajar
interaksi sosial pada anak paling dasar berawal dari keluarga. Selain interaksi
sosial, interaksi dengan alam bisa didapat dari keluarga. Misalnya mengajak
anak untuk berkebun, merawat hewan peliharaan, memasak bersama, dan masih
banyak lagi. Hal ini sekaligus meningkatkan hubungan emosional dengan anak.
Sehingga interaksi sosial ini tetap bisa diperoleh anak di masa pandemi dengan
membentuk kegiatan-kegiatan yang dibangun bersama orang tua di rumah.
3) Melatih
anak memperluas jaringan secara virtual. Situasi seperti ini bisa dimanfaatkan
untuk memperluas kesempatan berinteraksi atau besosialisasi dengan orang luar
pada anak. Penggunaan gadget tidak
hanya bertatap muka secara virtual dengan teman-temannya di sekolah, tetapi
bisa juga membuat anak membangun jaringan baru dengan orang lain lewat platform digital. Namun hal ini harus
dibatasi dan diawasi sesuai kebutuhan anak. Contoh positifnya yaitu, misalnya
mendaftarkan anak pada aplikasi belajar baik yang dulu sudah ada maupun program
terbaru dari Kemendikbud saat ini. Jaringan baru dapat membangun interaksi
sosial yang berasal dari mentor-mentor belajar dan peserta lain.
Kondisi
saat ini memaksa semua kalangan beradaptasi dengan kebiasaan baru, termasuk
pada anak-anak. Alasan keamanan dan kesehatan adalah senjata orang tua untuk
mejelaskan situasi yang terjadi saat ini. Walaupun kebiasaan belajar dan
bermain anak berubah, tentu tidak bisa menjadi penghalang mereka untuk melatih
perkembagan sosialnya. Peran orang tua dan orang-orang terdekat sangat besar
dalam memastikan anak tetap mendapat interaksi sosial. Prinsipnya orang tua dan
guru tidak bisa mendikte atau memaksakan anak hanya sekedar mentransfer
pengetahuan. Guru dan orang tua sebagai pendamping utama diharapkan memahami
kondisi anak, karena hal tersebut berpengaruh pada tahap belajar sosial pada
perkembangannya.
Daftar Pustaka
Ulfa, Z.D. & Mikdar, U.Z. (2020). Dampak pandemi
Covid-19 terhadap perilaku belajar, sosial dan kesehatan bagi mahasiswa FKIP
Universitas Palangka Raya. JOSSAE
(Journal of Sport Science and Education). 5(2), 124-138.
Xiao, A. (2018). Konsep interaksi sosial dalam
komunikasi, teknologi, masyarakat. Jurnal
Komunikasi, Media, dan Informatika. 7(2), 94-99.
Yunistiati, F., Djalali, M.A., & Farid, M. (2014).
Keharmonisan keluarga, konsep diri dan interaksi sosial remaja. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia.
3(01), 71-82.
0 komentar:
Posting Komentar