8.1.21

BELAJAR DARING DARI RUMAH: PASTIKAN ANAK TETAP MENDAPAT INTERAKSI SOSIAL!


Ujian Akhir Psikologi Sosial II

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, MA

ANDI PURNAWAN / 19310410002

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

Sebaran Covid-19 sampai saat ini belum mereda. Di belahan bumi manapun, isu tersebut masih mendominasi ruang publik. Sejak mulainya pandemi global, pembatasan sosial masih terus diterapkan. Adanya virus corona mengharuskan berbagai aktivitas sosial dilakukan secara jarak jauh, utamanya adalah dari rumah. Tidak hanya dalam urusan pekerjaan, tetapi kegiatan belajar mengajar. Jika biasanya, belajar tatap muka oleh guru ke siswa dilakukan di sekolah kini mereka harus belajar secara daring (online) di rumah. Pada awalnya, mayoritas semua kalangan pelajar tentu merasa keberatan dengan berbagai alasan. Hal tersebut tidak terkecuali dengan pelajar sekolah dasar ke bawah yang masih berusia anak-anak.

Pembelajaran jarak jauh menuntut anak beradaptasi dengan kebiasaan baru. Banyak dari mereka belum bisa menerima keadaan tersebut. Mereka ingin sekali bertemu sekaligus bermain dengan teman-temannya di sekolah maupun di lingkugan luar lainnya. Kondisi ini tidak sedikit dari beberapa orang tua yang menjadi khawatir akan mengganggu aspek perkembangan sosial pada anak. Pembatasan sosial tentu akan menghambat proses interaksi sosial pada anak. Hal ini mengingat pentingnya tahap perkembangan pada anak dalam belajar sosial di masyarakat. Proses sosial adalah suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antarmanusia yang berlangsung sepanjang hidupnya di dalam masyarakat (Yunistiati, Djalil & Farid, 2014).

Sebagai orang tua atau orang terdekat, apa yang bisa dilakukan untuk memastikan anak memperoleh interaksi sosial walaupun sistem belajarnya dilakukan secara daring? Adanya pembatasan sosial sebenarnya bisa dimanfaatkan siapa saja untuk bersosialisasi, termasuk pada anak. Pembatasan sosial memberikan peluang komunikasi dan relasi sosial melalui dunia maya (Ulfa & Mikdar, 2020). Berikut tiga tindakan yang bisa diterapkan untuk mendapatkan proses interaksi sosial pada anak.

1)    Memanfaatkan teknologi dalam hal ini adalah gadget untuk berkomunikasi dengan kerabat atau teman-teman bermain anak. Melakukan interaksi sosial untuk anak bisa dilakukan menggunakan layar. Memang tidak seperti belajar di sekolah yang bisa bertatap muka langsung, namun poin pentingnya adalah orang tua tetap bisa mengajari anak besosialisasi. Tidak hanya itu, orang tua sekaligus bisa mengajari anak tentang pengguanaan teknologi. Penggunaan teknologi dengan tepat pada generasi Alpha yang lahir di tahun 2010 tentu sangat baik. Adanya teknologi, menjadikan bentuk dan pola komunikasi bersosialisasi lebih maju (Xiao, 2018).

2)    Mengajari anak melatih kesempatan untuk selalu meluangkan waktu dengan keluarga. Proses belajar interaksi sosial pada anak paling dasar berawal dari keluarga. Selain interaksi sosial, interaksi dengan alam bisa didapat dari keluarga. Misalnya mengajak anak untuk berkebun, merawat hewan peliharaan, memasak bersama, dan masih banyak lagi. Hal ini sekaligus meningkatkan hubungan emosional dengan anak. Sehingga interaksi sosial ini tetap bisa diperoleh anak di masa pandemi dengan membentuk kegiatan-kegiatan yang dibangun bersama orang tua di rumah.

3)    Melatih anak memperluas jaringan secara virtual. Situasi seperti ini bisa dimanfaatkan untuk memperluas kesempatan berinteraksi atau besosialisasi dengan orang luar pada anak. Penggunaan gadget tidak hanya bertatap muka secara virtual dengan teman-temannya di sekolah, tetapi bisa juga membuat anak membangun jaringan baru dengan orang lain lewat platform digital. Namun hal ini harus dibatasi dan diawasi sesuai kebutuhan anak. Contoh positifnya yaitu, misalnya mendaftarkan anak pada aplikasi belajar baik yang dulu sudah ada maupun program terbaru dari Kemendikbud saat ini. Jaringan baru dapat membangun interaksi sosial yang berasal dari mentor-mentor belajar dan peserta lain.

Kondisi saat ini memaksa semua kalangan beradaptasi dengan kebiasaan baru, termasuk pada anak-anak. Alasan keamanan dan kesehatan adalah senjata orang tua untuk mejelaskan situasi yang terjadi saat ini. Walaupun kebiasaan belajar dan bermain anak berubah, tentu tidak bisa menjadi penghalang mereka untuk melatih perkembagan sosialnya. Peran orang tua dan orang-orang terdekat sangat besar dalam memastikan anak tetap mendapat interaksi sosial. Prinsipnya orang tua dan guru tidak bisa mendikte atau memaksakan anak hanya sekedar mentransfer pengetahuan. Guru dan orang tua sebagai pendamping utama diharapkan memahami kondisi anak, karena hal tersebut berpengaruh pada tahap belajar sosial pada perkembangannya.

Daftar Pustaka

Ulfa, Z.D. & Mikdar, U.Z. (2020). Dampak pandemi Covid-19 terhadap perilaku belajar, sosial dan kesehatan bagi mahasiswa FKIP Universitas Palangka Raya. JOSSAE (Journal of Sport Science and Education). 5(2), 124-138.

Xiao, A. (2018). Konsep interaksi sosial dalam komunikasi, teknologi, masyarakat. Jurnal Komunikasi, Media, dan Informatika. 7(2), 94-99.

Yunistiati, F., Djalali, M.A., & Farid, M. (2014). Keharmonisan keluarga, konsep diri dan interaksi sosial remaja. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia. 3(01), 71-82.

0 komentar:

Posting Komentar