7.12.20

Analisis faktor dari Hans J. Eysenck

Lidya Aritonang

19310410033

FX Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A.


 BIOGRAFI HANS J. EYSENCK :

    H. J. Eysenck dilahirkan di Berlin, Jerman pada tahun 1916, dan disana pulalah awal dia mendapatkan pendidikannya. Kedua orangtuanya adalah selebritis dan berharap bahwa Eysecnck dapat mengikuti jejak kedua orangtuanya. Pada umur 2 tahun dia terpaksa di asuh oleh neneknya karena kedua orangtuanya bercerai. Pada tahun 1934, karena gerakan NAZI dia meninggalkan Jerman dan pindah ke Inggris. Disinilah dia melanjutkan studinya, dan pada tahun 1940 dia berhasil memperoleh gelar Ph.D dalam psikologi di Universitas London.

    Di dalam merumuskan pendapatnya mengenai tingkah laku manusia, Eysenck memilih konsepsi-konsepsi yang sederhana dan bercorak operasional. Dia yakin, bahwa dimasa yang akan datang teori dan eksperimen harus bergandengan tangan, dan dengan demikian  banyak kelemahan akan dapat diatasi. Hal ini pada pendapatnya dapat ditempuh dengan membuat perumusan yang sederhana dan bercorak operasional itu.

    Eysenck berpendapat dasar umum sifar-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Dia juga berpendapat bahwa semua tingkahlaku dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah seluruh pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif (intelegence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament), sektor somatic (constitution).

TEORI FAKTOR EYSENCK

Kriteria untuk Mengidentifikasikan Faktor

a.Kriteria pertama, bukti psikometri bagi keberadaan faktor harus disusun. Yang terkait dengan kriteria ini adalah faktor harus bisa diandalkan dan direplikasi. Penelitian lain dari labolatorium lain, harus juga menemukan suatu faktor, dan para peneliti ini harus mengidentifikasi secara konsisten ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme Eysenck.

b.Kriteria kedua, adalah faktor juga harus memiliki sifat warisan dan cocok dengan model genetik yang ada. Kriteria ini mengeliminasi karakteristik yang dipelajari, seperti kemampuan untuk meniru pandangan pribadi yang terkenal atau keyakinan agama atau politik tertentu.

c.Kriteria ketiga, faktor harus masuk akal dari sudut pandang teoretis. Eysenck menggunakan metode deduktif untuk melakukan penelitiannya, dimulai dari teori dan kemudian mengumpulkan data yang secara logis konsisten dengan teori tersebut.

d.Kriteria keempat, kriteria terakhir bagi eksistensi sebuah faktor adalah faktor harus memiliki relevansi sosial, artinya harus bisa dibuktikan bahwa faktor-faktor yang diperoleh secara matematis memiliki kaitan (meski tidak selalu kausal). Dengan variabel-variabel yang relevan secara sosial seperti ketagihan pada obat-obatan, kecerobohan untuk melukai tanpa sengaja, performa menakjubkan dalam olahraga, perilaku psikotik, kriminalitas, dan sebagainya.

Hierarki Faktor-Faktor Pengorganisasian Perilaku

Kepribadian sebagai organisasi tingkahlaku oleh Eysenck dipandang memiliki empat tingkatan hierarkis, berturut-turut dari hierarki yang tinggi ke hierarki yang rendah: tipe-traits-habit-respon spesifik.

>Hirarki tertinggi : Tipe, kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.

>Hirarki kedua : Trait, kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.

>Hirarki ketiga : kebiasaan tingkah laku atau berfikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/fikiran yang muncul kembali nuntuk merespon kejadian yang mirip.

>Hirarki terendah : Respon spesifik, tingkah laku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.

Dinamika Kepribadian
Cattel berpendapat bahwa motivasi bersifat innate (bawaan), juga bersifat learned (dipelajari). Dalam sistem Cattel, ada 3 macam sifat-sifat dinamik atau dinamika kepribadian yang penting, yakni: sikap, erg, dan sentimen. Erg serupa dengan dorongan biologis, sedangkan sentimen adalah struktur-struktur sikap yang dipelajari. Sedangkan sikap adalah hubungan antara erg dan sentimen.

Erg
Cattel percaya bahwa ada motivasi yang diperoleh individu sebagai suatu bawaan. Sebagai perbandingan, insting binatang. Menurut Cattel , Ergs melibatkan reaksi bawaan untuk mencapai suatu tujuan melalui stimulus yang dipelajari. Ergs manusia antara lain: anger (kemarahan), curiosity (keingintahuan), fear (ketakutan), greed (keserakahan), hunger (rasa lapar), loneliness (kesendirian), pity (belas kasihan), pride (kebangaan), sensuousness (sensualitas), dan seks.

Perbedaan individu terjadi dalam banyak cara. Salah satunya terjadi karena faktor genetik dan keturunan. Di sisi lain perilaku yang sangat kompleks bisa tersebar dari orang ke orang (person to person) atau melalui lingkungan sosial.

Sentimen 
Pada bahasan diatas telah dibahas bahwa sentiment muncul pada hubungannya denga sikap dan erg pada dinamika perilaku. Pada bahasan diatas disebutan bila sentiment muncul sebagai penjembatan antar erg dan sikap. Sentiment sendiri adalah organisasi strutur keseimbangan sikap yang memperoleh energi dari erg tetapi dibentuk oleh hasil belajar. Jadi disini bisa disimpulkan bila sentiment dibentuk dari lingkungan.sentimen juga muncul akibat faktor-faktor pengalaman dan sosio-cultural, bukan dari faktor-faktor konstitusi. 

Sikap
Sikap adalah ungkapan dinamika kepribadian dasar yang dapat diamati, dimana sikap saling berhubungan dengan sentimen dan erg. Pada hubungan tersebut sikap muncul sebagai keinginan awal atau dorongan manusia yang bertujuan memenuhi kebutuhan erg (dorongan bawaan) yang akan dijembatani oleh sentimen. Sikap sendiri berfungsi sebagai minat dengan suatu intensitas tertentu untuk melakukan serangkaian tindakanterhadap suatu objek. Jadi sikap juga bisa disebut sebagai konsep tentang tingkah laku spesifik atau keinginan untuk bertingkah laku tertentu sebagai respon terhadap suatu situasi. Kemudian sikap berkembang menjadi motivator tingkah laku sehingga bisa dikatakan bila sikap sebagai faktor utama yang berpengaruh pada timbulnya perilaku.

Dynamic Lattice
Berbagai sifat dinamik saling berhubungan dalam suatu pola subsidiasi. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur tertentu berfungsi sebagai sarana bagi tercapainya tujuan dari unsur-unsur lain.

Psikotisme

Awalnya, teori Eysenck tentang kepribadian didasarkan hanya kepada dua dimensi kepribadian-ekstraversi dan neurotisme. Setelah beberapa tahun menganggap psikotisme (P) sebagai faktor kepribadian sendiri, Eysenck akhirnya menaikannya ke posisi yang sama dengan E dan N (Eysenck & Eysenck, 1976). Seperti ekstraversi dan neurotisme, P adalah faktor yang bersifat bipolar, dimana psikotisme berada di satu kutubnya dan superego di kutub yang lainPsikotisme
Awalnya, teori Eysenck tentang kepribadian didasarkan hanya kepada dua dimensi kepribadian-ekstraversi dan neurotisme. Setelah beberapa tahun menganggap psikotisme (P) sebagai faktor kepribadian sendiri, Eysenck akhirnya menaikannya ke posisi yang sama dengan E dan N (Eysenck & Eysenck, 1976). Seperti ekstraversi dan neurotisme, P adalah faktor yang bersifat bipolar, dimana psikotisme berada di satu kutubnya dan superego di kutub yang lain.

Eysenck (1994, hlm. 20) berhipotesis bahwa manusia yang tinggi psikotismenya memiliki “predisposisi yang tingggi untuk menjadi stres dan mengembangkan gangguan psikotik”.  Menurut Eysenck (1994b, 1994c) semakin tinggi skor psikotisme, semakin rendah tingkat stres yang dibutuhkan untuk mengundang reaksi psikotik.

Ekstraversi

Konsep Eysenck tentang ekstraversi dan introversi sebaliknya, lebih dekat dengan pengertian populer. Ekstraversi terutama dicirikan oleh perasaan sosial dan keimplusifan namun oleh juga rasa humor, kegairahan hidup, kepekaan terhadap hal-hal yang lucu, optimisme, dan sifat-sifat lain yang mengindikasikan penghargaan terhadap hubungan dengan sesamanya (Eysenck & Eysenck, 1969). Sedangkan pribadi introvert dicirikan oleh sifat yang sebaliknya.

Menurut (Eysenck, 1982), perbedaan ekstraversi dan intraversi bukanlah pada aspek behavioral, melainkan lebih pada tartaran biologis dan genetik. Eysenck (1997a) yakin bahwa sebab utama perbedaan antara  ekstraversi dan intraversi berada di tingkat stimulasi kulit otak, sebuah kondisi fisiologis yang diwarisi bukannya dipelajari. Karena pribadi ekstrover memiliki tingkat stimulasi kulit otak lebih rendah ketimbang pribadi introver, mereka memliki ambang indrawi lebih rendah mengalami reaksi lebih besar terhadap stimulasi indrawi.

Neurotisme
Superfaktor yang disarikan Eysenck adalah neurotisme/stabilitas. Seperti ektraversi dan introversi, faktor N memiliki komponen bawaan yang kuat. Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Namun  neurotisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simptom-simptom gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisisme mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi lebih rentan untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibandingkan skor N yang rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan.

Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem syaraf otonom (ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingungan yang wajar sekalipun sudah merespon secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik.

 

Referensi :

Theory of personality (Feist J Feist)

Psikologi kepribadian (Drs. Sumandi Suryabrata) raja grafindo persada 2005

http://unikunik.wordpress.com/2009/05/07/tipologi-biologis-hans-eysenck/

0 komentar:

Posting Komentar