Andi
Purnawan / 19310410002
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, MA.
(Sumber Gambar: konsultankti.wordpress.com)
Remaja
merupakan masa di mana seseorang mencari jati diri dan ingin selalu memperoleh
penerimaan di lingkungannya. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri
yang burupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam
masyarakat (Hurlock, 2006). Salah satu tugas perkembangan remaja yaitu mencapai
hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya serta mencapai peran
sosial baik sebagai pria maupun wanita. Berkaitan dengan hubungan sosial,
remaja harus menyesuaikan diri dengan orang di luar lingkungan keluarga,
seperti kelompok teman sebaya (peer group).
Kuatnya pengaruh kelompok sebaya terjadi karena remaja lebih banyak berada di
luar rumah bersama dengan teman sebaya sebagai kelompok. Kelompok teman sebaya
memiliki aturan dan norma sosial tertentu yang harus dipatuhi oleh remaja
sebagai anggota kelompoknya.
Melakukan
tindakan yang sesuai dengan norma sosial dalam psikologi sosial dikenal sebagai
konformitas. konformitas adalah perubahan persepsi, opini dan perilaku individu
berdasarkan informasi yang diberikan kelompok sehingga konsisten dengan norma
kelompok dan dilakukan sebagai bentuk penyesuaian terhadap aturan kelompok
karena adanya tekanan baik yang nyata maupun yang hanya dibayangkan dengan
tujuan agar dapat diterima menjadi bagian dari kelompok tersebut (Suminar &
Meiyuntari, 2015). Adanya konformitas dapat dilihat dari perubahan perilaku
atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh
ada maupun yang dibayangkan saja.
Kelompok
sosial remaja dalam hal ini adalah teman sebaya merupakan suatu kelompok yang
terdiri dari remaja yang mempunyai usia, sifat, dan tingkah laku yang sama dan
ciri-ciri utamanya adalah timbul persahabatan (Hurlock, 2006). Konsep
konformitas seringkali digeneralisasikan untuk masa remaja Hal tersebut dapat
dimengerti mengingat pada masa remaja proses pemantapan diri sedang berlangsung
sehingga remaja akan lebih rentan terhadap pengaruh perubahan dan tekanan yang
ada di sekitarnya. Remaja yang mempunyai tingkat konformitas
tinggi akan lebih banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam
kelompoknya, sehingga remaja cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya
sebagai usaha kelompok, bukan usahanya sendiri. Apabila kelompok tersebut
dirasa menguntungkan maka remaja akan berbuat sesuai dengan tuntutan
(pemimpin-pemimpin) kelompoknya.
Dasar
utama dari konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas di mana
terdapat dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang
lainnya, walaupun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang menyimpang. Kebutuhan
untuk diterima dalam kelompok sebaya menyebabkan remaja melakukan perubahan
dalam sikap dan perilaku sesuai dengan perilaku anggota kelompok teman sebaya.
Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obat terlarang
atau merokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibatnya
bagi diri mereka sendiri. Hal tersebut tidak mengherankan, karena terkadang
remaja begitu ingin diterima sehingga akan melakukan apapun sesuai penilaian
dan persetujuan dari kelompok teman sebaya agar diterima dan diakui
keberadaannya dalam kelompok.
Konformitas
terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif dan negatif.
konformitas remaja yang positif yaitu seperti keterlibatan remaja dengan
kumpulan atau sebuah organisasi yang mengumpulkan uang untuk kegiatan
kemanusiaan, menghabiskan waktu dengan anggota dari perkumpulan dan dengan
mengajak juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang positif; sedangkan
konformitas remaja yang negatif yaitu seperti menggunakan bahasa yang
asal-asalan, mencuri, coret mencoret, dan mempermainkan orang tua dan guru. Hubungan
dengan teman sebaya yang ditujukan dengan interaksi yang terus terjalin dengan
teman sebaya membuat remaja mempersepsi dirinya berdasarkan cerminan dari
penilaian teman sebaya.
Besarnya
pengaruh komformitas teman sebaya yang bersifat negatif dalam pencarian identitas
diri, dapat menimbulkan kegagalan sehingga menimbulkan perilaku yang tidak
dapat diterima oleh lingkungan sosial atau masyarakat. Remaja yang tidak bisa
mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak
dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal (Hidayati, 2016). Perilaku
nakal ini bermacam-macam, seperti merokok, berbohong, membolos dari sekolah,
menghabiskan uang sekolah, mencuri uang orang tua, hingga pada tahap kenakalan
remaja yang yang bersifat kriminal seperti tawuran, penyalahgunaan narkoba dan
obat-obatan serta seks bebas.
Pada akhirnya, konsep diri sangat mempunyai peranan penting untuk menyeimbangkan prilaku remaja dengan tata cara perilaku pergaulannya dengan teman sebayanya. Remaja juga tidak terjebak pada prilaku konformitas yang dapat menyebabkan kerugian pada dirinya. Adanya kecerdasan sosial dan emosional tentu sangat penting untuk remaja agar bisa menyikapi lingkungan sekitar yang mempengaruhinya. Tidak lupa, mengingat rentang perkembangan seorang remaja tentu perlu adanya bimbingan agar remaja dapat berkembang dan tumbuh secara optimal sehingga dapat mengetahui bakat dan minatnya yang bisa memunculkan prestasi-prestasi serta tidak selalu ikut-ikutan dengan teman sebayanya dan dengan seperti itu tentu penghargaan diri seorang remaja tetap ada bahkan meningkat.
Referensi:
Hidayati,
N. W. (2016). Hubungan harga diri dan konformitas teman sebaya dengan kenakalan
remaja. Jurnal Penelitian Pendidikan
Indonesia. 1 (2), 31-36.
Hurlock, E. (2006). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Suminar,
E., & Meiyuntari, T. (2015). Konsep diri, konformitas dan perilaku
konsumtif pada remaja. Persona: Jurnal
Psikologi Indonesia. 4 (02), 145-152.
0 komentar:
Posting Komentar