12.11.20

PENGELOLAAN WAKTU PADA PEREMPUAN BEKERJA, MENUNTUT ILMU, DAN MENDIDIK ANAK

 

     TUGAS ESSAY PSIKOLOGI INOVASI

 

             

         Nama:Heny Suprapti

 

           

            NIM:183104101183

 

 

Dosen Pengampu: Dr.Arundanti Shinta,M.A

 

 

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 

 

 

 

PENGELOLAAN WAKTU PADA PEREMPUAN BEKERJA, MENUNTUT ILMU, DAN MENDIDIK ANAK

 

 

 


 

 

Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam mencapai tujuan hidup. Individu yang berkualitas dapat tercapai dengan melakukan pendidikan yang terencana dengan baik. Terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas tergantung pada mutu pendidikan. Kesadaran pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan menggunakan pendidikan telah banyak dilakukan, tetapi kenyataannya hal tersebut belum cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan (Depdiknas, 2001). Adapun pengertian pendidikan sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Depdiknas, 2003).

Perempuan memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam keluarga dan masyarakat. Sayangnya, banyak yang tidak bisa memainkan peran dan fungsinya tersebut akibat dari rendahnya tingkat pendidikan (Khayati, 2008). Pendidikan bagi perempuan merupakan hal yang sangat penting, sebab perempuan yang terdidik merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya harus didapatkan oleh seluruh masyarakat termasuk perempuan agar diperoleh individu yang unggul dan berkualitas. Tuntutan pendidikan tersebut, terus berlaku pada setiap tingkatan kehidupan, tua maupun muda, remaja maupun ibu rumah tangga. Hal inilah yang mendasari banyaknya para orang tua dan ibu rumah tangga untuk terus melanjutkan pendidikannya meskipun memiliki tanggungjawab lain yaitu mengurusi rumah dan juga bekerja di berbagai sektor.

Ketiga peran yang dijalankan para ibu rumah tangga tersebut memunculkan banyak tantangan dan persoalan. Persoalan isu gender yang mengatakan bahwa peran wanita dan ibu rumah tangga hanya sebatas “kasur, sumur, dan dapur” menjadi tantangan tersendiri bagi para ibu rumah tangga. Permasalahan lain yang muncul ketika ibu rumah tangga mengambil ketiga peran tersebut adalah kesulitan dalam pengelolaan waktu. Idealnya, ibu rumah tangga membutuhkan waktu dan tenaga yang besar dalam mengatur keluarganya, namun pada kenyataannya, tuntutan pekerjaan dan tugas belajar juga membutuhkan waktu dan konsentrasi yang tinggi. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat memberikan gangguan dalam kehidupan ibu rumah tangga sehingga tidak dapat menjalankan perannya dengan baik. Hal inilah yang mendorong para ibu rumah tangga untuk menjadi pribadi tangguh dan resilience dalam menghadapi perannya tersebut.

 

Pembahasan

Resiliensi dapat diartikan sebagai adaptasi yang baik dibawah keadaan khusus (Snyder & Lopez, 2002). Menurut Campbell‐Sills dan Steins (2007) resiliensi merupakan adaptasi yang positif dalam menghadapi stres dan trauma. Resiliensi adalah pola pikir yang memungkinkan individu untuk mencari pengalaman baru dan untuk melihat kehidupannya sebagai suatu pekerjaan yang mengalami kemajuan. Resilensi juga merupakan kapasitas seseorang untuk tetap berusaha pada kondisi baik dan memiliki solusi yang produktif ketika berhadapan dengan kesulitan ataupun trauma, yang memungkinkan adanya stress di kehidupannya (Reivich & Shatte, 2002). Resilensi juga dipandang sebagai ukuran keberhasilan kemampuan coping stress (Connor & Davidson, 2003). Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh mengenai resiliensi, maka dapat disimpulkan bahwa resiliensi merupakan suatu usaha dari individu sehingga mampu beradaptasi dengan baik terhadap keadaan yang menekan, sehingga mampu untuk pulih dan berfungsi optimal dan mampu melalui kesulitan.

Persoalan yang dihadapi ibu rumah tangga dalam membagi waktu antara bekerja, belajar dan mendidik anak; pada awalnya merupakan permasalahan yang sangat sulit dihadapi. Hal ini dikarenakan, ibu rumah tangga belum mampu beradaptasi dengan ketiga tugasnya tersebut. Namun, ibu rumah tangga dapat menjadi pribadi yang resilien jika mampu bertahan dan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapinya. Ibu rumah tangga yang resilien tidak muncul dengan cepat dan sendirinya, akan tetapi telah melalui proses-proses tertentu. Menurut O’Leary dan Ickovics (1995), terdapat empat tahapan yang dialami oleh individu yang dapat mengarahkan pada kondisi resilien yaitu:

1.    Mengalah

Yaitu kondisi yang menurun dimana individu mengalah atau menyerah setelah menghadapi suatu ancaman atau keadaan yang menekan. Level ini merupakan kondisi ketika individu menemukan atau mengalami kemalangan yang terlalu berat bagi mereka. Outcome dari individu yang berada pada level ini berpotensi mengalami depresi, narkoba dan pada tataran ekstrem bisa sampai bunuh diri.

2.    Bertahan (Survival)

Pada tahapan ini individu tidak dapat meraih atau mengembalikan fungsi psikologis dan emosi positif setelah dari kondisi yang menekan. Efek dari pengalaman yang menekan membuat individu gagal untuk kembali berfungsi secara wajar.

3.    Pemulihan (Recovery)

Yaitu kondisi ketika individu mampu pulih kembali pada fungsi psikologis dan emosi secara wajar dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang menekan, walaupun masih menyisihkan efek dari perasaan negatif yang dialaminya. Dengan begitu, individu dapat kembali beraktivitas untuk menjalani kehidupan sehari-harinya, mereka juga mampu menunjukkan diri mereka sebagai individu yang resilien.

4.    Berkembang Pesat (Thriving)

Pada tahapan ini, individu tidak hanya mampu kembali pada tahapan fungsi sebelumnya, namun mereka mampu melampaui level ini pada beberapa respek. Pengalaman yang dialami individu menjadikan mereka mampu menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan, bahkan menantang hidup untuk membuat individu menjadi lebih baik.

Ibu rumah tangga dalam menghadapi tuntutan pekerjaan dan pendidikan, membutuhkan dukungan dari keluarga dan lingkungan. Hal ini dikarenakan kedua faktor tersebut sangat lekat dengan kehidupan ibu rumah tangga. Suami selaku partner dalam rumah tangga, harus terus memberikan dukungan, tidak hanya dukungan fisik, namun juga dukungan psikis. Hal tersebut sangatlah dibutuhkan para ibu rumah tangga agar dapat menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga, pekerja, dan sekaligus pelajar dangan baik.

Di samping dukungan dari keluarga dan lingkungan, terdapat beberapa karakteristik yang mampu membuat ibu rumah tangga mampu beradaptasi dengan baik saat menghadapi masalah, mengatasi berbagai hambatan, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal (Wolin dan Wolin, 1999):

a.    Insight, yaitu kemampuan mental untuk bertanya pada diri sendiri dan menjawab dengan jujur. Hal ini untuk membantu individu untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain, serta dapat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi.

b.    Kemandirian, yaitu kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian melibatkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara jujur pada diri sendiri dan peduli pada orang lain.

c.    Hubungan, Seorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, atau memiliki role model yang sehat.

d.   Inisiatif, yaitu melibatkan keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab atas kehidupan sendiri atau masalah yang dihadapi. Individu yang resilien bersikap proaktif bukan reaktif bertanggung jawab dalam pemecahan masalah, selalu berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang dapat diubah serta meningkatkan kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang tidak dapat diubah.

e.    Kreativitas, melibatkan kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi dan alternative dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang resilien tidak terlibat dalam perilaku negatif sebab ia mampu mempertimbangkan konsekuensi dari setiap perilaku dan membuat keputusan yang benar. Kreativitas juga melibatkan daya imajinasi yang dugunakan untuk mengekspresikan diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu menghibur dirinya sendiri saat menghadapi kesulitan.

f.     Humor, yaitu kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan, menertawakan diri sendiri dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Individu yang resilien menggunakan rasa humornya untuk memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan.

g.    Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan untuk hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan yang tepat tanpa rasa takut akan pendapat orang lain. Mereka juga dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam membantu orang lain yang membutuhkan.

 

 

Penutup

Tuntutan kehidupan mendorong para wanita untuk memiliki banyak peran, yaitu sebagai ibu rumah tangga, pekerja dan juga pelajar. Ketiga peran tersebut dapat memberikan beban yang berat bagi ibu rumah tangga jika tidak memiliki resiliensi yang baik. Keluarga dan lingkungan dapat menjadi faktor penting bagi para ibu rumah tangga untuk dapat resilien dalam menjalankan perannya. Oleh karena itu, dukungan keluarga dan lingkungan menjadi faktor penting pada resiliensi ibu rumah tangga.

 

Referensi

Campbell‐Sills, L., & Stein, M. B. (2007). Psychometric Analysis and Refinement of the Connor–Davidson Resilience Scale (CD‐RISC): Validation of a 10‐item Measure of Resilience. Journal of Traumatic Stress: Official Publication of The International Society for Traumatic Stress Studies. 20 (6), 1019-1028.

Connor, K. M., & Davidson, J. R. (2003). Development of a new resilience scale: The Connor‐Davidson resilience scale (CD‐RISC). Depression and Anxiety Journal. 18 (2), 76-82.

Depdiknas. (2001). Partisipasi Masyarakat. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Khayati, E. Z. (2008). Pendidikan dan independensi perempuan. Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam. 6 (1), 19-35.

O'Leary, V. E., & Ickovics, J. R. (1995). Resilience and thriving in response to challenge: an opportunity for a paradigm shift in women's health. Women's Health Journal. 1 (2), 121-142.

Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Keys to Finding your Inner Strength and Overcoming Life's Hurdles. New York: Broadway Books.

Snyder, C.R & Shane J. Lopez. (2002). Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press Inc.

Wolin, S. J., & Wolin, S. (2010). The resilient self: How survivors of troubled families rise above adversity. New York: Villard Books.

 

0 komentar:

Posting Komentar