Review
jurnal : Resiliensi Remaja Berprestasi Dengan Latar Belakang Orang Tua Bercerai
Oleh
: Marsum
Nim
: 183104101187
Riview jurnal ini di buat guna untuk memenuhi mata kuliah
Psikologi Inovasi
Dosen
pengampu Ibu Arundati Shinta, MA
Topik |
Resiliensi remaja berprestasi
dengan latar belakang orang tua bercerai |
Sumber |
Ihromi, T.O. 1999.
Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Kartono, Kartini.
2014. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta : PT. Grafindo Persada Apsari, Nurliana Cipta. 2015. Hak
Anak Perspektif Pekerjaan Sosial. Sumedang: Unpad Press. |
Teori |
·
Perceraian yang dialami oleh orang tua tentunya membawa
perubahan terhadap struktur dan relasi dalam keluarga. Salah satu perubahan
struktur keluarga yang diakibatkan oleh perceraian dan dirasakan oleh anak
adalah kondisi dimana anak tidak lagi tinggal bersama kedua orang tuanya
pasca perceraian. Lebih lanjut Ihromi (1999) menegaskan bahwa pada masa
setelah perceraian merupakan periode paling sulit bagi anak. Kondisi tersebut
tentunya menuntut anak untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya agar dapat
beradaptasi dengan situasi pasca perceraian. ·
Beragam macam persoalan dialami anak pasca terjadinya
perceraian orang tua, salah satu permasalahan yang dialami anak pasca
terjadinya perceraian adalah stigma masyarakat terhadap anak - anak yang
hidup dengan latar belakang orang bercerai. Hingga saat ini, masih banyak
ditemukan masyarakat yang dengan mudah memberikan stigma atau melakukan
pelabelan bahwa tindakan delikuen banyak diakibatkan oleh anak dengan latar
belakang orang tua bercerai. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kartono (2014)
yang menjelaskan bahwa setiap perubahan dalam relasi personal antara suami
istri menjurus pada arah konflik dan perceraian, maka perceraian merupakan
faktor penentu bagi pemunculan kasus – kasus neurotik, tingkah laku a-sosial
dan kebiasaan – kebiasaan delikuen. ·
Berangkat dari asumsi tersebut, sebenarnya diperlukan
sebuah pemahaman baru bahwa pada kenyataannya tidak menutup kemungkinan
perceraian dapat dipandang dari sisi yang lebih positif. Perceraian yang
dialami oleh orang tua dimasa lalu sebenarnya dapat dijadikan motivasi bagi
anak agar terhindar dari pengalaman buruk yang dialami oleh orangtuanya
dimasa yang akan datang. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Amadea dkk
(2015) yang menjelaskan bahwa pada saat remaja dihadapkan oleh situasi kedua
orang tuanya yang bercerai, maka hal tersebut dapat dijadikan motivasi dalam
dirinya agar kelak kehidupannya di masa depan tidak “gagal” seperti orang
tuanya. |
Permasalahan. |
Kemampuan resiliensi dalam hal ini juga
diperlukan dalam mengatasi dampak perceraian orang tua, mengingat perceraian
merupakan salah satu hal yang sulit diterima oleh anak. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Woolfolk (2008) yang menjelaskan bahwa perceraian adalah
sesuatu yang tidak mudah bagi anak khususnya bagi remaja. Untuk itu dengan
adanya kemampuan resiliensi seseorang diharapkan dapat melewati perubahan dan
tekanan hidup yang dialaminya secara lebih efektif, termasuk dalam proses
melewati kondisi pasca perceraian orang tua. |
Metode |
·
Metode yang digunakan dalam proses penelitian ini
adalah studi literatur, yakni dalam proses penghimpunan data dan sumber –
sumber yang berhubungan dengan topik yang dikaji didapat peneliti melalui
berbagai sumber yakni seperti jurnal, buku dokumentasi, internet, maupun
pustaka. ·
Penelitian ini mencoba mengkaji terkait bagaimana
sumber – sumber resiliensi dan faktor – faktor yang mempengaruhi resiliensi
yang dimiliki anak berprestasi dengan latar belakang orang tua bercerai. Pola
– pola tersebut tentunya dapat menuntun kita untuk dapat memahami tentang
bagaimana seorang remaja dengan latar belakang orang tua bercerai dapat
bangkit dari tekanan hidup yang ditimbulkan akibat perceraian, meminimalkan
dampak, bahkan mengalihkan dampak – dampak yang merugikan akibat perceraian
dengan cara yang lebih positif yakni dengan berprestasi. |
Hasil
Penelitian |
·
Ketika orang tua bercerai, anak seringkali menjadi
korban. Dampak yang ditimbulkan dari perceraian orang tua tentunya
berpengaruh pada kehidupan atau perkembangan anak dan dapat mempengaruhi
aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual anak. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hutchinson dalam Apsari (2015) terkait pengaruh perceraian
merupakan salah satu faktor penghambat perkembangan anak. ·
Kemampuan resiliensi dalam hal ini sangat diperlukan
dalam mengatasi dampak perceraian orang tua, mengingat perceraian merupakan
salah satu hal yang sulit diterima oleh anak. Hal yang sama juga dikemukakan
oleh Woolfolk (2008) yang menjelaskan bahwa perceraian adalah sesuatu yang
tidak mudah bagi anak khususnya bagi remaja. Untuk itu dengan adanya
kemampuan resiliensi seseorang diharapkan dapat melewati perubahan dan
tekanan hidup yang dialaminya secara lebih efektif, termasuk dalam proses
melewati kondisi pasca perceraian orang tua. |
Diskusi |
·
Pada dasarnya, menjalani
kehidupan dipanti asuhan bukan hal yang mudah. Dengan fasilitas apa adanya,
remaja di panti asuhan harus tetap menjalani kehidupan dengan mempertahankan
kualitas hidupnya meskipun berada pada fase transisi perkembangan. Namun
demikian, remaja tersebut memiliki kualitas hidup yang baik terkait dengan
kesehatan. |
Kesimpulan |
·
Resiliensi dalam hal ini memiliki fungsi bagi kehidupan
manusia antara lain untuk mengatasi, melewati, serta bangkit dari situasi
menekan; mengalihkan dampak negatif dari situasi yang menekan menjadi dampak
yang positif; serta guna mencapai kehidupan yang lebih baik. ·
Resiliensi tentunya sangat diperlukan dan perlu untuk
dikembangkan ketika seorang anak atau remaja dihadapkan pada kondisi
perceraian orang tua. Hal ini karena, dengan adanya resiliensi dampak –
dampak negatif yang ditimbulkan akibat perceraian dapat terminimalisir,
selain itu anak atau remaja dapat mengembangkan dirinya ke arah yang lebih
positif. |
0 komentar:
Posting Komentar