14.10.20

DEMONSTRASI: TIDAK ADA MASSA SENDIRI PUN BISA

 

Andi Purnawan / 19310410002

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

Dosen Pembimbing: Dr. Arundati Shinta, MA

(Sumber gambar: Yakusa.id)

Demonstrasi merupakan suatu unjuk rasa guna menyampaikan aspirasi maupun bentuk penolakan dalam suatu keputusan atau kebijakan. Aksi demonstrasi menjadi bentuk tidak terimanya suatu massa terhadap isu-isu tertentu. Isu tersebut sangatlah beragam, baik di bidang hukum, sosial, pendidikan, kesehatan, agama, dan masih banyak lagi. Tujuan dari demo itu sendiri yaitu meminta suatu penjelasan bahkan sampai pencabutan terhadap keputusan oleh lembaga yang dituju. Demonstrasi dianggap lebih efektif karena mudah, cepat, dan bisa langsung diakses oleh pengambil kebijakan (Ramli, 2019). Demonstrasi lazimnya dilakukan oleh banyak massa, mengingat tujuannya memperoleh suara demi kepentingan bersama. Namun, beda halnya dengan cerita dari pengalaman penulis yang menyaksikan demonstrasi yang tidak memiliki massa alias berdemo sendiri.

Peristiwa ini berlangsung pada tahun 2017 saat penulis masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Seperti hari-hari biasa, kegiatan belajar mengajar berjalan dengan normal. Sampai pada waktu yang menunjukkan sekitar pukul 09.00 WIB terdengan suara lantang dari luar gedung SMA. Saat sebagian guru dan siswa mengecek ke depan aula, terlihat seorang perempuan yang berteriak-teriak sembari mengangkat selembar kertas. Dia berkali-kali meneriakkan soal keadilan. Sekolah kami memiliki kebijakan di saat KBM berlangsung maka gerbang utama sekolahan ditutup. Hal itu yang membuat perempuan tersebut semakin lantang berteriak karena menggunakan pengeras suara yang dia bawa. Satpam mencoba menenangkan perempuan tersebut, namun hanya sia-sia.

Sampai pada akhirnya datanglah dua guru kami yang merupakan wakil kepala sekolah dan BK SMA yang kemudian membiarkan masuk dan mengajaknya duduk di lobi. Setelah ditanya-tanya tentang maksud dari demo yang dia lakukan sendiri itu, perempuan yang berinisial R tersebut merupakan wali atau orang tua dari salah satu siswa di SMA kami. Nada bicaranya yang tinggi si R meminta penjelasan kepada pihak sekolah khususnya kepada BK yang dalam hal ini mengurusi permasalahan siswa tentang keadilan penerimaan beasiswa kurang mampu pada siswa. Diduga, anaknya tidak menerima beasiswa tersebut padahal kondisi perekonomiannya tergolong kurang. Perempuan tersebut juga memperlihatkan bukti bahwa keluarganya kurang mampu dengan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang dia bawa sendiri dari rumah. “Tetangga saya yang merupakan teman anak saya termasuk miskin dan mendapatkan beasiswa, tetapi kenapa anak saya yang perekonomiannya juga sulit tidak mendapatkannya pak...?”, tuturnya dengan tegas.  

Kedua guru kami mencoba menjelaskannya dengan tenang. Wakil kepala sekolah menyampaikan bahwa tugas pihak sekolah hanyalah mendata dan mengumpulkan serta mengusulkan kepada Dinas Pendidikan terkait penerimaan beasiswa kurang mampu tersebut. Urusan dapat atau tidaknya merupakan bukan kebijakan sekolah namun dari Dinas Pendidikan langsung. BK juga menambahkan informasi bahwa penerimaan beasiswa serupa tidak hanya berlangsung sekali, namun terdapat gelombang-gelombang. “Gelombang berikutnya silakan ibu melengkapi dan mengumpulkan berkas-berkas dari sekarang agar anak ibu bisa kami usulkan lagi”, jelasnya dengan santai. Tidak lama kemudian perempuan tersebut pergi dengan raut wajah yang masih belum lega.

Dari peristiwa yang diceritakan penulis, tentu dapat diambil benang merahnya. Demonstrasi merupakan hak masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa kapan pun konflik sosial bisa terjadi. Namun, sebagi anggota kelompok sosial yang baik hendaknya menyuarakan aspirasi dan tuntutannya secara bijak dan berkesan elegan agar konflik sosial tidak menimbulkan permasalahan yang lain. Perilaku demonstrasi yang tidak baik akan berujung anarkis dan hanya akan menimbulkan luapan emosi yang berdampak buruk bagi kedua belah pihak. Kecerdasan komunikasi harus dibentuk agar permasalahan bisa didengar dan  segera terealisasikan.

 

Referensi:

Ramli, R. (2019). Kecerdasan Isu Demonstrasi pada Pemberitaan Harian Fajar periode 2017. Jurnal Komunikologi. 16 (1): 48-54.

0 komentar:

Posting Komentar