PSIKOLOGI SOSIAL
RIZAL ARIFFUDIN
19310410020
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
MOTIF-MOTIF DASAR YANG MELATARBELAKANGI PERILAKU PROSOSIAL
Bagaimana kita dapat menjelaskan mengapa
orang memiliki perilaku heroik dan pengorbanan diri yang besar ketika orang tersebut mampu
untuk tidak peduli? Hal tersebut disebabkan oleh perilaku prososial (prosocial behavior), yaitu setiap perilaku yang
memiliki tujuan untuk menguntungkan orang lain (Penner, Dovidio, Piliavin & Schroeder, 2005).
Perilaku
prososial dapat dilatarbelakangi motif kepedulian pada diri sendiri dan mungkin
pula karena altruisme. Pembahasan berikut ini lebih berfokus pada perilaku
prososial yang dimotivasi oleh altruisme, yaitu keinginan untuk menolong orang lain walaupun orang yang menolong
tersebut harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan. Altruisme merupakan perbuatan menolong yang dilakukan murni tanpa adanya keinginan
untuk mengambil keuntungan atau meminta balasan, bahkan terkadang orang
terse but harus mengeluarkan biaya atau pengorbanan bagi dirinya.
Perilaku prososial dan altruisme, ditentukan oleh
faktor genetik atau faktor belajar/pengasuhan? Apakah ada motif menolong yang
murni? Berikut ini beberapa teori yang menjelaskan hal tsb.
Psikologi Evolusioner: Insting dan Gen
Menurut teori evolusi Charles Darwin (18), seleksi alam merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup. Sebaliknya, gen yang memperkecil kemungkinannya untuk
mempertahankan hidup maupun
menghasilkan keturunan, lebih
kecil kemungkinannya untuk diturunkan.
Bagaiman teori evolusi menjelaskan tentang altruisme? Jika orang-orang mencapai tujuan untuk memastikan bahwa dirinya dapat bertahan hidup,
mengapa
mereka mau menolong orang lain yang dapat mengorbankan dirinya sendiri? Jika mengacu pada teori evolusi maka tidak akan ada yang namanya altruism, karena orang bertindak untuk mementingkan dirinya sendiri. Benarkah demikian?
Seleksi Keturunan (Kin Selection)
Kin selection merupakan suatu pemikiran dimana orang berperilaku untuk lebih memilih untuk menolong
seseorang yang memiliki hubungan genetis dalam rangka untuk bertahan hidup. Orang akan
lebih memilih seseorang yang memiliki hubungan genetis daripada yang tidak
dalam situasi hidup dan mati, misalnya peristiwa kebakaran.
Para psikolog
tidak menyarankan bahwa
orang harus mempertimbangkan pentingnya biologis dari
perilaku mereka sebelum memutuskan untuk menolong atau tidak. Menurut teori evolusi, orang-orang yang mengikuti
aturan "pentingnya biologis" lebih dapat bertahan hidup daripada yang
tidak.
Norma
Timbal Balik (Norm of Reciprocity)
Dalam
menjelaskan altruisme, psikolog juga merujuk pada norma timbal balik, yaitu
harapan bahwa menolong orang lain akan meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan menolong kita di masa yang akan
datang. Pemikiran tersebut yaitu sebagai rnanusia kita berkembang, sekelompok
individu yang egois, dimana masing-masing individu hidup dalam area atau
gua-nya masing-masing akan
merasa lebih sulit untuk bertahan hidup jika dibandingkan dengan sekolompok
orang yang telah belajar bekerja sarna. Orang-orang yang bertahan hidup
adalah orang-orang yang telah memahami arti timbale balik dengan para
tetangganya : "Saya akan me nolong
kamu sekarang, dengan perjanjian bahwa ketika saya membutuhkan pertolongan,
kamu akan membantu saya sebagai balasannya".
Herbert Simon
(1990) berpendapat bahwa sangat mudah bagi individu untuk mempelajari norma
sosial dari anggota lain dari masyarakat. Orang-orang yang rnempelajari dengan
baik norma dan kebiasaan dari suatu masyarakat memiliki keuntungan dalam
bertahan hidup. Karena sejak berabad-abad yang lalu, budaya rnernpelajari
hal-hal seperti bagaimana orang dapat bekerja sarna dengan baik, dan orang yang
mempelajari aturan ini lebih dapat bertahan hidup daripada yang tidak.
Akibatnya, melalui seleksi alam, kemampuan untuk mempelajari norma sosial
menjadi bagian dari perbaikan genetis. Salah satu norma yang dipelajari dan
dinilai berharga oleh orang-orang adalah menolong orang lain. Singkatnya,
orang-orang secara genetis diprogram untuk mempelajari norma-norma sosial, dan
salah satu normanya adalah altruisme (Hoffman, 1981; Kameda, Takezawa, &
Hastie, 2003).
Pertukaran Sosial: Costs dan Rewards dalam Menolong
Walaupun beberapa ahli psikologi sosial tidak setuju dengan pendekatan
evolusioner tentang perilaku prososial, namun mereka tetap memberikan pandangan
bahwa perilaku altruism dapat timbul karena adanya self-interest. Bahkan, teori pertukaran sosial berpendapat bahwa
kebanyakan dari yang kita lakukan berakar dari keinginan untuk memaksimalkan penghargaan yang akan kita dapat dan menimimalkan pengorbanan yang harus kita lakukan (Homans,
1961; Lawler & Thye,
1999; Thibaut & Kelley, 1959). Perbedaan teori pertukaran sosial dan
pendekatan evolusioner adalah: Teori
pertukaran sosial tidak mencari akar dari keinginan itu sendiri, atau tidak diasumsikan bahwa keinginan tersebut ada
berdasarkan kondisi genetis. Teori
pertukaran sosial mengasumsikan bahwa orang-orang dalam hubungan mereka dengan
orang lain berusaha untuk memaksimalkan rasio dari penghargaan sosial yang
nantinya akan dapat dibandingkan dengan pengorbanan sosial yang harus
dilakukan.
Menolong dapat menjadi suatu yang
berharga dalam beberapa cara, antara lain:
1. Seperti yang kita ketahui dalam norma timbal balik, menolong dapat
meningkatkan kemungkinan seseorang akan menolong kita juga sebagai balasannya.
2. Menolong seseorang merupakan investasi masa depan, akan menjadi
pertukaran sosial suatu hari nanti, seseorang akan menolong kita ketika kita
membutuhkan pertolongan.
3. Menolong juga dapat meredakan "tekanan personal" yang
ditimbulkan orang lain yang berada di sekeliling kita. Orang akan merasa
terganggu ketika mereka melihat orang lain menderita dan mereka menolong orang
tersebut paling tidak untuk meredakan "tekanan" mereka sendiri
(Dovidio, 1984; Dovidio, Piliavin, Gaertner, Schroeder, & Clark, 1991; Eisenberg & Fabes, 1991).
4. Dengan menolong orang
lain kita juga
bisa mendapatkan penghargaan secara sosial dari orang lain dan meningkatkan rasa berharga bagi diri kita sendiri.
Namun di sisi lain, menolong
orang lain juga dapat menimbulkan adanya suatu
pengorabanan yang besar. Perbuatan menolong menjadi menurun ketika pengorbanan yang harus dilakukan pada
perbuatan itu besar, misalnya ketika perbuatan tersebut menempatkan kita pada suatu kondisi membahayakan bagi fisik tubuh kita, yang dapat
menyebabkan rasa sakit dan malu, atau yang paling mudah, perbuatan tersebut sangat menyita waktu yang kita miliki
(Dovidio et aI, 1991; Dovidio, Piliavin, Gaertner, Schroeder, & Clark,
1981; Piliavin, Piliavin,
& Rodin, 1975).
Pada dasarnya, teori pertukaran sosial berpendapat bahwa altruisme yang
sesungguhnya itu tidak
ada. Orang menolong
ketika keuntungan yang didapatkan lebih besar dari pengorbanan yang harus dilakukan.
Empati dan Altruisme : Motif yang Tulus dalam Menolong
Daniel Batson (1991) adalah tokoh
yang paling kuat menyatakan pemikiran bahwa banyak orang yang tekadnya menolong
murni keluar dari kebaikan hati mereka. Batson mengatakan bahwa orang terkadang
menolong orang lain untuk alasan pribadi, namun terkadang motif orang tersebut
murni altruistik, dimana tujuan mereka yaitu hanya menolong orang lain,
walaupun dalam menolong tersebut memerlukan pengorbanan yang besar bagi dirinya. Batson
mengatakan, altruisme yang murni akan muncul ketika
kita merasakan empati
terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan, yaitu menempatkan diri kita pada posisi orang lain serta merasakan emosi dan kejadian seperti yang mereka rasa.
REFERENSI:
Aronson, E., Wilson. T.D., & Akert, R.M. (2007). Social Psychology
(6th edition).
Singapore: Pearson Prentice Hall.
0 komentar:
Posting Komentar