5.6.20

Bagaimana Agar Kasus Pembunuhan Sadis Yang Dilakukan Oleh Remaja 15 Tahun Tidak Terulang?


Beatrice. A. J. C. Randan / 19310410040
Fakults Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, MA.

Baru-baru ini warga Sawah Besar digemparkan dengan terjadinya peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh NF, remaja perempuan berusia 15 tahun. Gadis yang masih duduk di bangku SMP itu dengan sadis membunuh bocah 6 tahun berinsial APA yang merupakan anak dari tetangganya dengan cara menenggelamkan lalu menyimpan mayatnya di dalam lemari. Awalnya NF hendak membuang korban yang sudah lemas tak berdaya. Namun karena hari sudah sore, maka NF menyimpan bocah tersebut ke dalam lemari. Pada Jumat (6/3/2020) pagi, NF kebingungan mencari lokasi tempat pembuangan jasad korban. Saat itu, NF hendak berangkat ke sekolah. Dalam perjalanan, dia mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian lain lalu datang melapor ke Polsek Metro Taman Sari dan mengakut telah membunuh. Saat itu, hasrat dalam diri NF sudah tak terbendung lagi. Dari catatan kepolisian saat pemeriksaan, NF sebelumnya memang kerap punya hasrat untuk membunuh seseorang. Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto mengatakan, NF merasa puas atas pembunuhan sadis itu. Bahkan, dia tampak tak menyesal telah menghabisi bocah di bawah umur yang sudah lama ia kenal.



Gambar yang tertera dalam buku catatan milik siswi SMP berinisial NF ini, rupanya punya makna mendalam. Seperti diketahui, NF (15) gadis remaja yang menjadi tersangka kasus pembunuhan bocah 5 tahun itu kini tengah hamil 14 minggu. Menjalani pemeriksaan selama dua bulan, terungkap bahwa tersangka, remaja pembunuhan bocah tersebut ternyata adalah korban pelecehan seksual.
Komisioner KPAI, Ai Maryati mempertanyakan pengawasan orangtua si pelaku hingga pelaku nekat membunuh tetangganya dengan keji di rumahnya sendiri. Menurut Ai, peristiwa tersebut sebetulnya bisa dihindari bila orangtua hadir dan mengawasi perilaku anaknya. Ia pun meminta polisi mendalami pengawasan orang tua dalam kasus ini. Ia yakin, pembunuhan itu tidak mungkin hanya didasari oleh film yang ditonton si pelaku. "Mungkin ada kelemahan korban atau ada human interest, atau kekecewaan lain yang dilampiaskan ke anak ini, atau relasi yang powerful," ujar Ai. Ai mengatakan, peristiwa ini merupakan pukulan telah bagi perlindungan anak karena menunjukkan lengahnya pengawasan orang tua terhadap anak hingga menimbulkan korban jiwa. "Ini merupakan suatu pukulan  bagi perlindungan anak karena ada hal yang luput dari pengawasan orang tua sehinggaga anak melakukan kejahatan," kata Ai
Menanggapi kasus tersebut, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Nisa Kurnia Illahiah memberikan tanggapannya dari segi perfilman. Dosen pengampu mata kuliah Media Budaya dan Masyarakat Urban itu mengatakan, ada dua faktor yang bisa memengaruhi  remaja melakukan tindakan tersebut, yang terbagi atas faktor utama dan faktor penguat. Faktor utama ialah psikologis pelaku, kondisi keluarga dan lingkungan. Sedangkan faktor faktor penguat ialah adegan film, di mana film menunjang tindakan dengan memberikan gambaran bagaimana cara membunuh atau eksekusinya. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi antara orangtua dan guru untuk memberikan edukasi terkait dengan tontonan anak. Termasuk pemerintah dalam menghadirkan kurikulum yang sesuai dengan kondisi sekarang.
Dr. Nurul Hartini, S.Psi., M.Kes selaku Pakar Psikologi Keluarga dan Kesehatan Mental Unair menambahkan, kurang harmonisnya komunikasi antara anak dengan orang tua juga diyakini menjadi faktor utama anak melakukan tindakan menyakiti, seperti bullying atau kejahatan. Nurul menjelaskan, dasar pembentukan kepribadian anak ditentukan pada umur lima tahun pertama. Kebutuhan yang tidak terpenuhi pada usia awal tersebut menyebabkan anak membutuhkan kebutuhan afeksi yang sangat kuat. Maka kasih sayang, sentuhan, dekapan sangat dibutuhkan oleh anak-anak.
Nurul mengungkapkan bahwa semua kejadian seperti itu dasarnya pada keluarga. Karena keluarga merupakan sekolah yang pertama dan utama untuk anak. Sehingga keluarga, khususnya orangtua dan pengasuh, perlu membekali diri dengan banyak ilmu, mulai dari ilmu parenting, karakter, hingga media.


Referensi Gambar:

https://indopolitika.com/mengurai-akar-masalah-remaja-bunuh-balita/

0 komentar:

Posting Komentar