KOLABORASI
MAHASISWA DAN DOSEN DALAM KEGIATAN
PENGABDIAN MASYARAKAT
Heny Suprapti
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Bidang pembinaan personel Pegawai
Negeri Sipil Polres Sleman bekerjasama dengan Universitas Proklamasi 45
mengadakan acara Bimbingan Psikologi. Ibu Endang Suwanti, S.Pd., selaku Ketua
Korpri Polres Sleman dalam sambutan pembukaan mengungkapkan bahwa setiap orangtua
hendaknya terus mendampingi setiap tahapan perkembangan anak-anaknya. Hal ini sangat
penting terutama pada era globalisasi yang mana anak seolah-olah ‘dikepung’
oleh berbagai pengaruh baik positif maupun negatif yang datang dari segala
penjuru. Bila anak tidak mendapat pendampingan intensif, maka dikhawatirkan
anak akan tersesat sehingga orangtua akan merasa kesulitan menarik anak kembali
ke dalam pelukan keluarga. Pesan ibu pimpinan tersebut sangat relevan dengan
diskusi yang dibawakan oleh Ibu Arundati Shinta dan Bapak Fx. Wahyu Widiantoro,
dosen Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
Dalam diskusi pertama, Bapak Fx.
Wahyu Widiantoro mengemukakan berbagai masalah remaja masa kini yang sering
kali sulit dipahami oleh generasi orangtuanya. Masalah-masalah remaja tersebut
antara lain: meningkatnya jumlah remaja dengan HIV dan AIDS, infeksi menular
seksual, kehamilan tidak diinginkan, dan penyalahgunaan NAPZA. Masalah-masalah
tersebut sangat meresahkan orangtua, karena remaja seolah-olah justru berkompetisi
untuk merasakan narkoba, untuk bergaul bebas dengan pasangannya. Anehnya, kedua
‘prestasi’ tersebut justru dipromosikan di media sosial remaja. Orangtua menjadi
bingung, karena perilaku remaja tersebut bila berada di rumah adalah baik-baik
saja, namun bila dilihat dari media sosialnya akan nampak betapa ‘liarnya’
remaja tersebut. Dalam hal ini, salah satu penyumbang kebingungan orangtua dalam
memahami anaknya adalah kegagapan terhadap teknologi masa kini (gaptek).
Dalam hal ini, Bapak Wahyu sangat
menekankan pentingnya orangtua untuk bersedia meningkatkan kemampuan dalam
bidang teknologi informasi. Hal ini penting karena mendekati / menaklukkan
remaja yang termasuk generasi milineal adalah sangat tidak mudah. Strategi yang
cukup jitu untuk memahami remaja milineal adalah menjadi temannya, baik di
dunia nyata maupun di dunia maya. Berdasarkan strategi ini maka orangtua akan lebih leluasa memantau segala
aktivitas anaknya. Strategi ini sangat menekankan pentingnya peran keluarga
sebagai peletak dasar pendidikan moral dan pandangan hidup bagi remaja yang
termasuk dalam generasi milineal..
Siapa remaja generasi
milineal itu? Generasi milenial adalah sebutan bagi individu yang lahir antara
tahun 1980-2000 dan saat ini berusia sekitar 15–34 tahun. Mereka adalah masa
depan Indonesia, karena Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2045.
Adapun karakteristik remaja milenials yang paling menonjol yaitu lebih percaya
pada informasi yang beradal dari internet dan media sosial daripada informasi
dari orangtua, cenderung mudah merasa bosan serta haus akan pengakuan /
eksistensi dirinya.
Untuk mendekati dan
kemudian memahami remaja generasi milineal, maka orangtua perlu menerapkan pola
asuh demokratis. Orangtua harus bisa berperan menjadi seperti temaan bagi
anak-anaknya, sehingga komunikasi yang efektif sangat penting untuk dikuasai
orangtua. Berlandaskan komunikasi efektif itu, maka orangtua diharapkan bisa
mengajarkan ketrampilan hidup (life
skills) kepada anak-anaknya. Ketrampilan hidup tersebut antara lain
meliputi ketrampilan fisik, mental, emosional dan spiritual.
Ketrampilan fisik yaitu
kemampuan remaja dalam mengolah fisiknya sehingga menjadi sehat. Cara yang bisa
dilakukan misalnya dengan memilih makanan yang sehat, berolahraga, dan
beristirahat secara seimbang.
Ketrampilan mental meliputi kemampuan mempercayai dan menghargai diri, berpikir
positif, mengelola dan mengatasi stress. Kemampuan mengelola stress ini sangat
penting karena hidup mereka penuh tekanan yang datang dari dunia maya dan dunia
nyata. Salah satu penerapan ketrampilan mental ini adalah dalam proses
pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan ini sering kali penuh
tekanan (stressor). Bila remaja piawai dalam ketampilan mental maka, mereka
akan mampu mengambil keputusan yang bijak. Ketrampilan emosional yaitu
kemampuan untuk mengendalikan emosi-emosi negatif, misalnya emosi marah. Orang yang
matang secara psikhis, akan mampu menyalurkan emosi marahnya dengan bijak. Begitu
juga ketika remaja merasa kecewa terhadap suatu hal, maka mereka akan segera
mampu mengambil hikmahnya. Ketrampilan spiritual yaitu kemampuan untuk
bersyukur terhadap segala sesuatu yang menimpanya baik yang bersifat merugikan
maupun yang menguntungkannya. Ketrampilan ini sangat tidak mudah diperoleh,
namun bisa dilatih.
Diskusi kedua dipandu oleh
Ibu Arundati Shinta, yang menterjemahkan diskusi Bapak Wahyu dalam suatu simulasi
/ game psikologi yang menarik. Tema game psikologi ini adalah praktek orangtua
dalam memotivasi anak-anaknya untuk lebih maju. Dalam simulasi tersebut, ada
dua relawan yang diminta maju ke depan dan mereka diminta untuk berperan
sebagai anak usia 7 tahun yang duduk di kels 1 SD. Peran itu diterjemahkan
dalam tugas yaitu menggambar bebas pada selembar kertas. Peserta lainnya
kemudian diminta untuk memberikan pendapat terhadap hasil gambar tersebut.
Pesan dari game psikologi ini adalah
bahwa orangtua ternyata sering membanding-bandingkan anak-anaknya sebagai strategi
untuk memotivasi anak-anaknya. Anak yang menjadi target pembandingan, tentu
saja merasa tidak nyaman, dan responnya justru menjauh dari orangtua. Sayangnya,
orangtua kurang menyadari ‘kesalahan’ strategi ini.
Respon peserta dalam
pertemuan ini sangat bagus. Ada banyak pertanyaan yang muncul, yaitu:
Ø
Bapak Ika Trimakna: “Bagaimana memotivasi anak agar lebih maju
tanpa harus membanding-bandingkan dengan anak lainnya?”. Jawaban ibu Shinta
yaitu segera hentikan praktek membanding-bandingkan antar anak-anak. Segralah perlihatkan
perilaku orangtua yang bisa menjadi suri tauladan, dan dampingi terus anak
dalam melakukan kegiatan. Bila gagal, terus besarkan hatinya bahwa untuk
menjadi sukses memang harus gagal terlebih dahulu. Hal inilah yang menjadi
dasar bagi prinsip belajar (learning).
Ø
Bapak Endro Purwono: “Bagaimana menasehati anak agar lebih mampu
dalam mengelola waktu sehingga tidak terbiasa pulang larut malam? ”.
Jawaban Bapak Wahyu yaitu pentingnya penanaman nilai tanggungjawab sejak usia
dini, sehingga anak mampu membedakan hal-hal yang berdampak baik dan buruk bagi
dirinya.
Ø
Ibu Endang Suwanti: “Bagaimana caranya agar anak tidak menghabiskan
waktu dengan bermain HP dan laptop? ”.
Jawaban Ibu Shinta yaitu orangtua hendaknya mampu dengan tegas menjalankan
aturan untuk membatasi penggunaan HP dan laptop di dalam rumah.
Selain itu, orangtua juga harus memberikan perilaku yang bisa menjadi panutan bagi
anak-anaknya, yaitu tidak kecanduan bermain HP. Hal ini juga berlaku untuk
perilaku merokok. Hendaknya orangtua tidak bermain HP / merokok di depan
anak-anaknya. Bapak Wahyu menambahkan bahwa hendaknya keluarga dapat
menjalankan fungsinya yakni dengan mencipatakan komunikasi yang afektif antar
anggota keluarga, memberikan dukungan, perhatian dan kepedulian terhadap remaja
serta memiliki kemampuan untuk mengontrol perilaku remaja. Tujuannya adalah
agar remaja mampu meregulasi diri dalam proses perkembangannya dan membentuk
menjadi individu yang memiliki daya juang.
Antusiasme dan komentar
positif peserta juga muncul ketika pertemuan sudah usai. Hal ini berarti bahwa
acara Bimbingan Psikologi ini terlaksana dengan sukses. Kesuksesan ini juga
terlaksan berkat dukungan dan kerjasama serta kekompakan rekan-rekan PNS Polres
Sleman. Para peserta mengungkapkan bahwa narasumber mampu mengemas tema yang
disajikan dengan cara yang menarik, dengan contoh-contoh sesuai dengan kondisi
keseharian.
Tulisan ini adalah laporan
pelaksanaan kegiatan Bimbingan Psikologi pada PNS di Polres Sleman Yogyakarta. Pertemuan
dilaksanakan pada Kamis, 18 April 2019 di Aula Polres Sleman Yogyakarta. Jumlah
peserta yang hadir adalah 40 orang. Adapun mahasiswa Fakultas Psikologi UP45
yang terlibat adalah saya sendiri yaitu Heny
Suprapti, NIM. 183310410182. Dalam pertemuan ini saya bertanggung jawab
mempersiapkan jadwal, tempat, mengedarkan undangan, memotivasi rekan-rekan
sesama PNS Polres Sleman untuk hadir dalam pertemuan ini, dan tentu saja
menulis laporan pelaksanaan. Melihat kesuksesan acara ini, saya berharap kedua
narasumber tersebut bersedia menghadiri pertemuan-pertemuan berikutnya di
Polres Sleman dan tentu saja memberikan pencerahan dalam bidang psikologi.
0 komentar:
Posting Komentar