24.4.19

BIMBINGAN PSIKOLOGI PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL POLRES SLEMAN


KOLABORASI MAHASISWA DAN DOSEN DALAM KEGIATAN 
PENGABDIAN MASYARAKAT 


Heny Suprapti
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Bidang pembinaan personel Pegawai Negeri Sipil Polres Sleman bekerjasama dengan Universitas Proklamasi 45 mengadakan acara Bimbingan Psikologi. Ibu Endang Suwanti, S.Pd., selaku Ketua Korpri Polres Sleman dalam sambutan pembukaan mengungkapkan bahwa setiap orangtua hendaknya terus mendampingi setiap tahapan perkembangan anak-anaknya. Hal ini sangat penting terutama pada era globalisasi yang mana anak seolah-olah ‘dikepung’ oleh berbagai pengaruh baik positif maupun negatif yang datang dari segala penjuru. Bila anak tidak mendapat pendampingan intensif, maka dikhawatirkan anak akan tersesat sehingga orangtua akan merasa kesulitan menarik anak kembali ke dalam pelukan keluarga. Pesan ibu pimpinan tersebut sangat relevan dengan diskusi yang dibawakan oleh Ibu Arundati Shinta dan Bapak Fx. Wahyu Widiantoro, dosen Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.


Dalam diskusi pertama, Bapak Fx. Wahyu Widiantoro mengemukakan berbagai masalah remaja masa kini yang sering kali sulit dipahami oleh generasi orangtuanya. Masalah-masalah remaja tersebut antara lain: meningkatnya jumlah remaja dengan HIV dan AIDS, infeksi menular seksual, kehamilan tidak diinginkan, dan penyalahgunaan NAPZA. Masalah-masalah tersebut sangat meresahkan orangtua, karena remaja seolah-olah justru berkompetisi untuk merasakan narkoba, untuk bergaul bebas dengan pasangannya. Anehnya, kedua ‘prestasi’ tersebut justru dipromosikan di media sosial remaja. Orangtua menjadi bingung, karena perilaku remaja tersebut bila berada di rumah adalah baik-baik saja, namun bila dilihat dari media sosialnya akan nampak betapa ‘liarnya’ remaja tersebut. Dalam hal ini, salah satu penyumbang kebingungan orangtua dalam memahami anaknya adalah kegagapan terhadap teknologi masa kini (gaptek).

Dalam hal ini, Bapak Wahyu sangat menekankan pentingnya orangtua untuk bersedia meningkatkan kemampuan dalam bidang teknologi informasi. Hal ini penting karena mendekati / menaklukkan remaja yang termasuk generasi milineal adalah sangat tidak mudah. Strategi yang cukup jitu untuk memahami remaja milineal adalah menjadi temannya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Berdasarkan strategi ini  maka orangtua akan lebih leluasa memantau segala aktivitas anaknya. Strategi ini sangat menekankan pentingnya peran keluarga sebagai peletak dasar pendidikan moral dan pandangan hidup bagi remaja yang termasuk dalam generasi milineal..

Siapa remaja generasi milineal itu? Generasi milenial adalah sebutan bagi individu yang lahir antara tahun 1980-2000 dan saat ini berusia sekitar 15–34 tahun. Mereka adalah masa depan Indonesia, karena Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2045. Adapun karakteristik remaja milenials yang paling menonjol yaitu lebih percaya pada informasi yang beradal dari internet dan media sosial daripada informasi dari orangtua, cenderung mudah merasa bosan serta haus akan pengakuan / eksistensi dirinya.

Untuk mendekati dan kemudian memahami remaja generasi milineal, maka orangtua perlu menerapkan pola asuh demokratis. Orangtua harus bisa berperan menjadi seperti temaan bagi anak-anaknya, sehingga komunikasi yang efektif sangat penting untuk dikuasai orangtua. Berlandaskan komunikasi efektif itu, maka orangtua diharapkan bisa mengajarkan ketrampilan hidup (life skills) kepada anak-anaknya. Ketrampilan hidup tersebut antara lain meliputi ketrampilan fisik, mental, emosional dan spiritual.

Ketrampilan fisik yaitu kemampuan remaja dalam mengolah fisiknya sehingga menjadi sehat. Cara yang bisa dilakukan misalnya dengan memilih makanan yang sehat, berolahraga, dan beristirahat secara seimbang. Ketrampilan mental meliputi kemampuan mempercayai dan menghargai diri, berpikir positif, mengelola dan mengatasi stress. Kemampuan mengelola stress ini sangat penting karena hidup mereka penuh tekanan yang datang dari dunia maya dan dunia nyata. Salah satu penerapan ketrampilan mental ini adalah dalam proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan ini sering kali penuh tekanan (stressor). Bila remaja piawai dalam ketampilan mental maka, mereka akan mampu mengambil keputusan yang bijak. Ketrampilan emosional yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosi-emosi negatif, misalnya emosi marah. Orang yang matang secara psikhis, akan mampu menyalurkan emosi marahnya dengan bijak. Begitu juga ketika remaja merasa kecewa terhadap suatu hal, maka mereka akan segera mampu mengambil hikmahnya. Ketrampilan spiritual yaitu kemampuan untuk bersyukur terhadap segala sesuatu yang menimpanya baik yang bersifat merugikan maupun yang menguntungkannya. Ketrampilan ini sangat tidak mudah diperoleh, namun bisa dilatih.


Diskusi kedua dipandu oleh Ibu Arundati Shinta, yang menterjemahkan diskusi Bapak Wahyu dalam suatu simulasi / game psikologi yang menarik. Tema game psikologi ini adalah praktek orangtua dalam memotivasi anak-anaknya untuk lebih maju. Dalam simulasi tersebut, ada dua relawan yang diminta maju ke depan dan mereka diminta untuk berperan sebagai anak usia 7 tahun yang duduk di kels 1 SD. Peran itu diterjemahkan dalam tugas yaitu menggambar bebas pada selembar kertas. Peserta lainnya kemudian diminta untuk memberikan pendapat terhadap hasil gambar tersebut. Pesan dari game psikologi ini adalah bahwa orangtua ternyata sering membanding-bandingkan anak-anaknya sebagai strategi untuk memotivasi anak-anaknya. Anak yang menjadi target pembandingan, tentu saja merasa tidak nyaman, dan responnya justru menjauh dari orangtua. Sayangnya, orangtua kurang menyadari ‘kesalahan’ strategi ini.

Respon peserta dalam pertemuan ini sangat bagus. Ada banyak pertanyaan yang muncul, yaitu:

Ø  Bapak Ika Trimakna: “Bagaimana memotivasi anak agar lebih maju tanpa harus membanding-bandingkan dengan anak lainnya?”. Jawaban ibu Shinta yaitu segera hentikan praktek membanding-bandingkan antar anak-anak. Segralah perlihatkan perilaku orangtua yang bisa menjadi suri tauladan, dan dampingi terus anak dalam melakukan kegiatan. Bila gagal, terus besarkan hatinya bahwa untuk menjadi sukses memang harus gagal terlebih dahulu. Hal inilah yang menjadi dasar bagi prinsip belajar (learning).

Ø  Bapak Endro Purwono: “Bagaimana menasehati anak agar lebih mampu dalam mengelola waktu sehingga tidak terbiasa pulang larut malam?”. Jawaban Bapak Wahyu yaitu pentingnya penanaman nilai tanggungjawab sejak usia dini, sehingga anak mampu membedakan hal-hal yang berdampak baik dan buruk bagi dirinya.


Ø  Ibu Endang Suwanti: “Bagaimana caranya agar anak tidak menghabiskan waktu dengan bermain HP dan laptop?”. Jawaban Ibu Shinta yaitu orangtua hendaknya mampu dengan tegas menjalankan aturan untuk membatasi penggunaan HP dan laptop di dalam rumah. Selain itu, orangtua juga harus memberikan perilaku yang bisa menjadi panutan bagi anak-anaknya, yaitu tidak kecanduan bermain HP. Hal ini juga berlaku untuk perilaku merokok. Hendaknya orangtua tidak bermain HP / merokok di depan anak-anaknya. Bapak Wahyu menambahkan bahwa hendaknya keluarga dapat menjalankan fungsinya yakni dengan mencipatakan komunikasi yang afektif antar anggota keluarga, memberikan dukungan, perhatian dan kepedulian terhadap remaja serta memiliki kemampuan untuk mengontrol perilaku remaja. Tujuannya adalah agar remaja mampu meregulasi diri dalam proses perkembangannya dan membentuk menjadi individu yang memiliki daya juang.


Antusiasme dan komentar positif peserta juga muncul ketika pertemuan sudah usai. Hal ini berarti bahwa acara Bimbingan Psikologi ini terlaksana dengan sukses. Kesuksesan ini juga terlaksan berkat dukungan dan kerjasama serta kekompakan rekan-rekan PNS Polres Sleman. Para peserta mengungkapkan bahwa narasumber mampu mengemas tema yang disajikan dengan cara yang menarik, dengan contoh-contoh sesuai dengan kondisi keseharian.

Tulisan ini adalah laporan pelaksanaan kegiatan Bimbingan Psikologi pada PNS di Polres Sleman Yogyakarta. Pertemuan dilaksanakan pada Kamis, 18 April 2019 di Aula Polres Sleman Yogyakarta. Jumlah peserta yang hadir adalah 40 orang. Adapun mahasiswa Fakultas Psikologi UP45 yang terlibat adalah saya sendiri yaitu Heny Suprapti, NIM. 183310410182. Dalam pertemuan ini saya bertanggung jawab mempersiapkan jadwal, tempat, mengedarkan undangan, memotivasi rekan-rekan sesama PNS Polres Sleman untuk hadir dalam pertemuan ini, dan tentu saja menulis laporan pelaksanaan. Melihat kesuksesan acara ini, saya berharap kedua narasumber tersebut bersedia menghadiri pertemuan-pertemuan berikutnya di Polres Sleman dan tentu saja memberikan pencerahan dalam bidang psikologi.








0 komentar:

Posting Komentar