Kunjungan
Studi
ke
Balai Pelayanan Sosial
Tresna Werdha Yogyakarta
ke
Balai Pelayanan Sosial
Tresna Werdha Yogyakarta
Heny
Suprapti
183104101183
Fenomena
yang terjadi di kota besar saat ini, membuat sebagian masyarakat enggan untuk
mengurus kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia. Akhirnya dengan gampang
saja, mereka menitipkan kedua orang tuanya kepanti panti jompo disekitar.
Alasan mereka sangat sederhana, akibat terlalu sibuk bekerja sehingga tidak
mempunyai waktu untuk mengasuh orang tuanya. Mereka menitipkan orang tuanya
dengan maksud supaya mendapatkan perawatan yang lebih dari setiap perawat
ataupun pengurus panti yang merawatnya. Tak heran di kota-kota besar yang padat dengan segala bentuk aktivitasnya
berdiri panti-panti yang khusus mengurusi
lansia.
Hasil
kunjungan ke Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha di kamar Andong Sumawi pada
Senin, 15 April 2019, bahwa Balai
Pelayanan Sosial yang saya kunjungi dikelola oleh pemerintah dan kondisi nya
bagus dan terawat. Beberapa lansia yang terlihat sebenarnya belum terlihat tua renta bahkan masih sehat,
segar bugar dan bener-bener masih bisa menjaga diri sendiri. Bagi lansia yang
dititipkan oleh keluarganya diwajibkan membayar iuran.
Saya
mewawancarai Ibu Ngatiyem (70thn) yang masih melakukan kegiatan-kegiatan yang ada. Beliau
kadang berbicara dengan baik dan mampu mengendalikan emosi (tenang). Beliau
dititipkan oleh ponakannya di Balai Pelayanan Sosial ini dikarenakan keponakan
merasa kasihan, tak ada yang mengurusnya setelah anaknya meninggal. Beliau
merasa senang berada di balai pelayanan sosial karena masih ada orang-orang
yang rela merawat dan memperhatikan beliau.
Beliau
menjalin hubungan kekerabatan baik sesama penghuni panti. Ini terlihat ketika
beliau kelihatan akrab saat mengobrol sambil bersenda gurau. Beliau melakukan
keagitan seperti senam, pengajian. Setiap hari Sabtu ada gamelan. Terkadang ada yang berselisih
paham tapi itu wajar dalam menjalin hubungan kata Ibu Ngatiyem.
Menurut
Hurlock (1980) terjadi perubahan fisik berupa penampilan pada usia dewasa
akhir, diantanya adalah :
1. Daerah kepala
Hidung
menjulur lemas
Bentuk
mulut akan berubah karena hilangnya gigi
Mata
kelihatan pudar
Dagu
berlipat dua atau tiga
Kulit
berkerut dan kering
Rambut
menipis dan menjadi putih
2. Daerah Tubuh
· Bahu membungkuk dan tampak mengecil
· Perut membesar dan tampak membuncit
· Pinggul tampak menggendor dan tampak
lebih besar
· Garis pinggang melebar
· Payudara pada wanita akan mengendor
3. Daerah persendian
· Pangkal tangan menjadi kendor dan
terasa berat
· Kaki menjadi kendor dan pembuluh
darah balik menonjol
· Tangan menjadi kurus kering
· Kaki membesar karena otot-otot
mengendor
· Kuku tangan dan kaki menebal,
mengeras dan mengapur.
Lingkungan
Sosial Orang Dewasa Lanjut menurut Santrock (2002) Tiga teori yang menonjol,
yaitu :
a.Teori
pemisahan (disangagement theory)
Teori
pemisahan menyatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut secara perlahan-lahan
menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry (2002), dalam Santrock).
Penurunan
interaksi sosial dan peningkatan kesibukan terhadap diri sendiri dianggap mampu
meningkatkan kepuasan diantara orang-orang dewasa lanjut, rendahnya semangat
juang akan mengiringi aktivitas yang tinggi dan pemisahan tidak dapat dihindari
bahkan dicari-cari oleh orang usia lanjut. Serangkaian penelitian gagal
mendukung penelitian ini (Maddox, 1968; Neugarten, Havighurst & Tobin,
1968; Reichard, Levson & Peterson, 1962). Ketika individu terus hidup
secara aktif, energik, dan produktif sebagai orang dewasa lanjut, kepuasan
hidup mereka tidak menurun; sering kali tetap meningkat.
b.Teori
aktivitas (activity theory)
Teori
aktivitas menyatakan semakin orang-orang dewasa lanjut aktif dan terlibat,
semakin kecil mereka mersa renta dan semakin besar kemungkinan mereka merasa
puas dengan kehidupannya. Teori ini menyatakan bahwa individu-individu
seharusnya melanjutkan peran-peran masa dewasa tengahnya disepanjang masa
dewasa akhir; jika peran-peran itu diambil dari mereka (PHK), penting bagi
mereka untuk menemukan peran-peran pengganti yang memelihara keaktifan dan
keterlibatan mereka di dalam aktivitas-aktivitas kemasyarakatan.
Ditinjau
dari aktivitas yang ada di lingkungan ibu Ngatiyem, aktivitas mereka sangatlah
dibatasi. Mereka hanya boleh melakukan aktivitas di lingkungan wisma mereka
masing-masing. Padahal itu hanya akan membuat mereka tidak puas dengan
kehidupan karena mereka tidak bisa langsung beraktivitas dengan masyarakat.
Tetapi, dengan adanya kegiatan setiap minggu, yang dilakukan oleh beberapa
orang untuk memberikan keterampilan kepada para lansia. Itu akan mengganti
keterlibatan mereka dalam masyarakat.
c.
Teori rekonstruksi gangguan sosial (social breakdwown-reconstruction theory)
Teori
ini menyatakan bahwa penuaan dinyatakan melalui fungsi psikologis negatif yang
dibawa oleh pandangan-pandang negatif tentang dunia sosial dari orang-orang
dewasa lanjut yang tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka.
Rekonstruksi sosial dapat terjadi dengan merubah pandangan dunia sosial dari
orang-orang dewasa lanjut dan menyediakan sistem-sistem yang mendukung mereka.
Gangguan sosial dimulai dengan pandangan dunia sosial yang negatif dan diakhiri
dengan identifikasi serta pemberian label seseorang sebagai individu yang tidak
mampu. Masyarakat melihat orang tua sebagai tidak mampu dan kuno.
Social
Breakdown
•
Struktur masyarakat yang tidak memberikan kesempatan pada lansia untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki.
•
Masyarakat mengembangkan stereotip negative para lansia
Menurut
saya Social Breakdown ini sering terjadi pada para lansia yang berada langsung
dalam ruang lingkup masyarakat. Seperti yang pernah dialami Ibu Ngatiyem, sebelum beliau
berada di panti. Beliau bekerja sebagai buruh pabrik..
Social
Recontruction
•
Struktur masyarakat yang memberi kesempatan pada lansia untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki
•
Masyarakat memberi kesempatan pada lansia sebagai bagian yang aktif dan partisipatif
dalam masyarakat.
Hal ini berbanding terbalik dengan
apa yang terjadi pada lansia dalam lingkungan masyarakat, mereka berada dalam
panti sosial Tresna Werdha ini mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki. Seperti ibu Ngatiyem yang mendapatkan kegiatan seperti
senam, pengajian, gamelanan setiap Sabtu. Secara tidak langsung mereka yang berada di
panti sudah bisa turut aktif dalam masyarakat.
Berdasarkan
hasil wawancara dan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa lansia seperti
halnya Ibu Ngatiyem dititipkan oleh keponakannya ke balai pelayanan sosial karena
keluarga merasa kasihan serta tidak ada yang mengurusnya. Demikian penuturan Ibu
Ngatiyem bahwa tidak ingin berada di panti namun karena tidak memiliki keluarga,
orang tua dan saudara beliau sudah meninggal. Balai pelayanan sosial Tresna Werdha
menjadi pilihan yang baik untuk menikmati hari tua. Pandangan masyarakat
tentang Panti Werdha yang saat ini telah berganti sebutan sebaga Balai
pelayanan sosial perlu diluruskan. Lansia yang dititipkan di Balai pelayanan
sosial tidak berarti mereka terbuang, mereka tetap memiliki keluarga yang
merupakan bagian penting dari keberadaannya.
Di Balai
pelayanan sosial para lansia menemukan teman yang relatif seusia dengannya. Mereka
dapat berbagi cerita karena keberadaan lansia yang ada memiliki karakter dan
problema yang berbeda-beda, maka perlu penanganan khusus.
Di Balai
pelayanan sosial Trena Werdha para lansia diberikan hal-hal yang positif
seperti program-program pelayanan sosial yang bisa memberikan kesibukan untuk
mereka sebagai pengisian waktu luang, diantaranya pemberian bimbingan sosial,
bimbingan mental spiritual misalkan pembacaan yasin, maulid, ceramah, dan
lain-lain, penyaluran bakat dan hobi, senam, dan banyak kegiatan lainnya.
Selain itu, mereka juga mendapatkan pelayanan dari para pekerja sosial untuk
bisa menjalani hari-harinya dengan ceria.
Para
lansia di Balai pelayanan sosial mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok serta
kebutuhan bagi rohani mereka, ada seseorang yang bisa mendengarkan mereka
berbicara maupun saling berbagi.
Daftar
Pustaka
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta : Erlangga.
Santrock, John W. 2002. Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup Edisi 5 Jilid 2).
Jakarta : Erlangga.
0 komentar:
Posting Komentar