ORANG TUA YANG MENDIDIK DENGAN CINTA
Ika Fatmawati
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Sikap dan perilaku
orangtua di rumah yang membentuk karakter anak- anak kita. Keluarga adalah pondasi
bagi perkembangan intelektual ataupun moral. Membantu para orang tua menjadi
orang tua baik adalah satu- satunya hal paling penting yang dapat di lakukan
sekolah untuk membantu para murid mengembangkan karakter yang kuat dan berhasil
secara akademik. Arahkan anak- anak dengan sungguh- sungguh, secara konsisten
dan rasioanal (Lickona Thomas, 2014).
Anak- anak, cepat sekali
merespon apa yang tersaji di hadapannya setiap hari. Apa yang di lihat, itulah
contoh nyata bagi mereka. Mereka mengamati kemudian menjadikan orang tua mereka
sebagai idola, sebagai model. “Nanti kalau aku sudah jadi Ummi, aku juga mau kuliah”. Kata
putri keduaku, Afrina.
Saat melihat Ibunya
melakukan pekerjaan rumah, seringkali anak- anak menawarkan diri untuk
membantu. Percayakan saja pekerjaan ringan untuk mereka sesuai dengan
kemampuan. Anak akan merasa bahagia dan dihargai saat kita menerima tawarannya,
meskipun hanya dengan membuang sampah atau menutup pintu. Mereka akan bangga
saat bercerita kepada teman- temannya.
Setiap orang tua
pasti punya pilihan masing- masing, ada yang keduanya bekerja, ada yang Ayah
bekerja sementara Ibu sebagai ibu rumah tangga. Begitu juga dengan saya, pagi
saya mengabdikan diri di lembaga pendidikan, sore sampai malam harus kuliah.
Apakah anak- anak tidak protes? Pernah. Suatu hari anak pertama ingin sekali
ikut kuliah, ingin mengetahui tempat ibunya menuntut ilmu. Apakah saya marah?
Tidak, justru saya mengajaknya ketika jam kuliah siang dan hanya satu mata
kuliah saja. Apa respon anak saya setelah itu? Dia mengatakan bahwa tempat
kuliah ibu jauh, lebih baik di rumah belajar, bermain bersama Adik, membantu
Ayah, tidak capek.
Seorang ibu saat
meninggalkan rumah, baik untuk bekerja maupun untuk menuntut ilmu harus di
komunikasikan dengan pasangan, agar tidak terjadi ketimpangan dalam menjalankan
fungsinya dirumah. Lalu apakah anak hanya di berikan sisa waktu? Bukan sisa
waktu, tepatnya adalah di sela-sela waktu itulah waktu milik anak. Mereka yang
mengingatkan saya ketika saya tidak segera berangkat, dan menyampaikan kalau di
rumah mereka akan sholeha, tidak rewel.
Banyak pandangan
miring terhadap kedua orang tua yang bekerja, dan anggapan kalau anak di
telantarkan. Bagi kami, inilah saatnya menguatkan pendidikan karakter pada
mereka. Bukan sebuah paksaan, tetapi tanggung jawab kami melatih kemandirian
anak dengan cara sendiri.

Bernard (Henderson
& Milstein, 2003), menyatakan anak- anak yang memiliki resiliensi
menunjukkan karakteristik adanya kompetensi sosial yang disertai dengan
kemampuan problem solving yang baik,
berfikir kritis, kemampuan untuk mengambil inisiatif, memiliki tujuan, mampu
melihat ke depan dan melihat hal-hal positif untuk dirinya di masa depan.
Jangan berkecil hati
karena tidak memiliki banyak waktu bersama anak. Kuantitas bukan jaminan atas
kualitas. Bangun kedekatan emosi dengan anak dan libatkan mereka saat kita
berada dirumah. Sedikitnya waktu bersama anak tidak lantas menjadikan mereka
raja dan ratu dengan menuruti semua keinginan anak. Menggunakan waktu dengan
baik ketika bersama mereka adalah cara yang tepat.
Orang tua harus bisa
menjadikan diri mereka contoh bagi anak, seperti apa orang tua ingin melihat
anak di masa depan, itulah hasil dari perilaku orang tua sekarang. Jalinan
komunikasi yang baik dengan mereka, membuat mereka merasa selalu di perhatikan
meskipun intensitas pertemuan singkat. Ketika ada kesempatan libur bersama,
segeralah ajak mereka untuk berkegiatan bersama, menikmati pagi di pantai atau
hanya sekedar bermain bersama.
Anak- anak kita akan
memperlakukan anak mereka kelak, dengan cara
bagaimana orang tua memperlakukan mereka. Semangat menjadi orang tua
keren, semangat menjadi orang tua yang mendidik dengan cinta.
Referensi :
-
Sholichah,
M. (2016). Pengaruh persepsi remaja tentang konflik antar orang tua dan
resiliensi terhadap depresi dan kecemasan. Jurnal
Humanitas 2016.
-
Lickona,
T. (2012) Pendidikan karakter. Bantul: Kreasi wacana
0 komentar:
Posting Komentar