Sri Sunu Widyaningsih
183104201178
Mata Kuliah : Psikologi Umum II
Dosen Pengampu : Fx. Wahyu Widiantoro
S.Psi., M.A
Pentingnya attachment dalam suatu hubungan antara anak dengan orangtua.
Mengapa demikian ? Karena attachment /
gaya kelekatan orang tua sangat berpengaruh pada kepribadian sang anak saat
dari masa pertumbuhan anak dan masa pembelajaran anak adalah saat-saat yang
krusial karena anak akan memberikan respon sensitif khususnya saat ditinggal
oleh orang tua, mereka akan otomatis mencari perlindungan mulai dengan cara
menangis atau melempar barang yang ada di dekatnya, dan apabila berkelanjutan
maka akan membuat emosi sang anak lebih aktif, itulah mengapa pengawasan untuk
anak sejak dini perlu dilakukan oleh orang tua, hal itu untuk menghindari
stress karena dampak psikologis yang di alami oleh anak akibat tidak mendapat
respon dari orang tuanya, emosi yang stabil dan mental yang sehat pada anak di
dapat dari perlakuan dari sang orang tua dalam memberi kasih sayang pada anak, hal
tersebut membuat sang anak merasa barharga bagi dirinya sendiri dan berharga bagi
lingkungan sekitarnya, jadi perasaan yang diterima oleh sang anak adalah
perasaan aman dan perasaan tidak takut akan dunia luar.
Kelekatan yang dibangun dari pola
interaksi antara ibu dan anak bersifat jangka panjang, karena hal itu cukup
mempengaruhi hingga anak menjadi dewasa, perhatian dari orang tua pada anak
juga jangan dilakukan secara terus menerus dan sebaiknya mulai dikurangi saat
umur sekolah, hal itu agar anak dapat membentuk kepribadian yang mandiri dan
tidak selalu bergantung pada orang tuanya. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk
membangun attachment pada anak diantaranya adalah dengan mengembangkan
kepercayaan diri pada anak, yaitu contohnya dengan mengenalkan sang anak dengan
lingkungan dan orang luar, bisa tetangga atau saudara, agar anak terbiasa
bertemu dengan orang diluar orang tuanya sendiri, kemudian membantu anak dalam
mengeksplorasi lingkungan sekitarnya itu dengan mengajak anak bermain di luar
rumah dan mencari hal-hal baru, dan memberikan penjelasan akan sikap anak
terhadap lingkungan sekitar.
Santrock
1999 mengatakan bahwa pengaruh kebutuhan kelekatan tidak berhenti pada masa kanak-kanak,
lebih lanjut kebutuhan kelekatan juga akan mempengaruhi gaya interaksi
seseorang dalam menjalin hubungan pribadi atau intimasi pada masa dewasa.
Menurut Erikson, proses intimasi diawali oleh penetapan yang jelas mengenai
identitas dirinya. Jika intimasi tidak berkembang, maka akan terjadi isolasi.
Bolwby
(dalam Bretherton, 1992) menjelaskan lebih lanjut bentuk pola kelekatan aman (secure attachment) ditunjukan dengan ketika
anak berada di dekat ibu untuk beberapa saat kemudian melakukan eksplorasi,
anak kembali pada ibu ketika ada orang asing, tapi memberikan senyuman apabila
ada ibu didekatnya. Anak merasa sangat terganggu ketika ibu pergi dan
menunjukkan kebahagiaan ketika ibu kembali. Sebaliknya perilaku insecure attachment ditunjukkan dengan
anak menolak kehadiran ibu, menampakkan permusuhan, kurang mampu mengekspresikan
emosi negatif. Selain itu anak juga tampak mengacuhkan dan kurang tertarik
dengan kehadiran ibu. Berikutnya juga terdapat pola insecure-ambivalent
attachment dengan ciri anak menunjukkan kedekatan dengan ibu sampai tidak mau
mengeksplorasi ruang bermain sama
sekali. Anak akan marah ketika ibunya meninggalkan ruangan, namun bersikap
ambivalen ketika ibu datang kembali. Anak tersebut juga mampu mengekspresikan
emosi negatif namun dengan reaksi yang berlebihan.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa attachment yang baik adalah attachment secure karena
ketika anak beranjak dewasa mampu menjadi pribadi yang mandiri, tidak
tergantung serta memiliki hubungan positif dengan teman. Namun tidak semua
orang tua menerapkan gaya kelekatan seperti itu. Maka dari itu perlu adanya
perhatian dari orangtua supaya sejak dini menerapkan gaya kelekatan tersebut
kepada sang buah hati.
DAFTAR
PUSTAKA
Santrock,
J.W. (1999). Life-Span Development, 7thEd.
Boston: McGraw-Hill.
Bretherton.
(1992). The Origin Attachment Theory : John Bowlby and Mary Ainsworth. Developing Psychology, 28(5), 759-775.
0 komentar:
Posting Komentar