25.3.18

MATERI KULIAH INSTRUMENTASI PENELITIAN



MATERI KULIAH  
INSTRUMENTASI PENELITIAN

I R W A N T O
 NIM. 16.310.410.1125)

Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

TIU :
1.    Memahami definisi instrumentasi penelitian
2.    Memahami definisi pengukuran
3.    Memahami kaidah pokok dalam pengukuran
4.    Memahami pengukuran (pengamatan) secara kualitatif dan kuantitatif
5.    Memahami langkah-langkah pengukuran
6.    Memahami kesalahan macam-macam kesalahan pengukuran dan cara menghindarinya.
Instrumentasi penelitian merupakan sesuatu yang amat penting dan strategis kedudukannya dalam keseluruhan kegiatan penelitian karena dengan instrumentasi penelitian itulah didapatkan data. Data merupakan bahan penting yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan, mencari sesuatu yang akan digunakan untuk mencapai tujuan, dan untuk membuktikan hipotesis. Jadi data merupakan kunci pokok dalam kegiatan penelitian, sekaligus menentukan kualitas hasil penelitiannya.
Untuk dapat memahami pengertian dan fungsi instrumentasi sebagai salah satu mata rantai kegiatan penelitian, perlu dikaji kedudukan instrumentasi dalam model pembuktian hipotesis seperti terlihat pada Gambar 1.
Penelitian dipandang sebagai serangkaian kegiatan dalam rangka pembuktian kebenaran hipotesis, sehingga instrumentasi (dan pengukuran) merupakan alat utama bagi upaya pembuktian tersebut, yaitu dengan beranjak dari rancangan penelitian yang dipilih, peneliti dapat mengobseravsi variabel-variabel penelitian.
MASALAH
HIPOTESIS

PEMBUKTIAN



(observasi empirik)








Rancangan Penelitian


Operasionalisasi





INSTRUMENTASI




DATA
Variabel

Pengukuran




Interpretasi  :
Hipotesis DITERIMA atau DITOLAK


Gambar 1. Kedudukan instrumentasi dalam Pembuktian Kebenaran Ilmiah
Instrumentasi penelitian adalah alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang terkumpul, sehingga disimbolkan dengan ungkapan :garbage tool garbage result. Oleh karena itu, menyusun instrumentasi bagi kegiatan penelitian merupakan langkah penting yang harus dipahami betul-betul oleh peneliti.
Pada Gambar 1 juga dapat diketahui bahwa instrumentasi akan sangat menentukan apakah data yang diperoleh benar-benar merupakan representasi faktual dari variabel penelitian atau dengan kata lain, apakah data yang diperoleh tersebut merupakan alat yang valid untuk membuktikan hipotesis.
Instrumentasi didefinisikan sebagai proses pemilihan atau pengembangan metode dan alat ukur yang tepat dalam rangka pembuktian kebenaran hipotesis.
Definisi tersebut mengindikasikan bahwa hipotesislah atau variabel-variabel yang diturunkan dari hipotesis yang menentukan metode dan alat pengukuran, bukan sebaliknya. Dengan kata lain, instrumentasi merupakan variabel tergantung terhadap variabel penelitian. Oleh karenanya yang menjadi dasar bagi kegiatan instrumentasi adalah landasan teoritik yang digunakan dalam menyusun hipotesis dan operasionalisasinya. Dasar pemikiran  ini perlu ditekankan karena banyak peneliti muda yang berpikir secara terbalik yaitu memilih terlebih dahulu metode dan alat ukur yang ada baru menentukan variabel penelitiannya, atau memilih metode dan alat ukur yang sama sekali tidak cocok dengan landasan teoritik yang melatarbelakangi variabel penelitian.
Pada Gambar 1 juga terlihat bahwa pengukuran merupakan kegiatan lanjutan yang tidak terpisahkan dari instrumentasi itu sendiri.Pengukuran merupakan implementasi instrumentasi yang dikenakan pada variabel-variabel penelitian, sehinggga diperoleh data penelitian. Untuk dapat memahami hakekat pengukuran, lebih dahulu perlu dikaji pengertian data  itu sendiri dan kaitannya dengan aspek metodologik.
Data adalah bentuk jamak dari datum, merupakan manifestasi realitas (kebenaran), dan bukan kebenaran itu sendiri.Data hanya merefleksikan realitas yang sesungguhnya, seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.
Realitas (kebenaran) Absolut

Realitas Data Primer
Realitas Data Sekunder


Perkiraan (harapan) Peneliti
Gambar 2. Hakekat Kebenaran Data Penelitian
Gambar 2 memberi pengertian kepada peneliti bahwa data yang diperoleh dengan pengukuran bersifat terbatas dalam mengungkapkan keseluruhan realitas kebenaran itu sendiri.Kesadaran ini juga yang mendorong para peneliti untuk semaksimal mungkin untuk mengupayakan kaidah-kaidah pengukuran yang benar, agar data yang diperoleh dapat lebih mendekati realitas yang sesungguhnya. Disamping itu, peneliti juga akan hati-hati dalam menarik kesimpulan atau melakukan generalisasi empirik setelah hasil penelitian diperoleh.
Secara umum, dikenal dua macam data , yaitu data literal dan data observasional. Data literal (historik) ialah data yang diperoleh dengan melakukan pencatatan terhadap kejadian atau fenomena yang telah berlalu, contohnya data yang diperoleh dengan cara anamnesis atau mempelajari catatan yang ada (sebagai data sekunder). Data observasional ialah data yang diperoleh dengan melakukan observasi langsung terhadap fenomena.Contohnya : data yang diperoleh dengan cara pemeriksaan klinik, pemeriksaan laboratorik, atau pemeriksaan langsung yang lain.
Hakekat pengukuran dengan demikian merupakan suatu kerangka kerja operasional yang mengusahakan agar fakta atau fenomena diletakkan sedemikian rupa sehingga maknanya terlihat lebih nyata, lebih mendekati realitas sesungguhnya.
Pengukuran didefinisikan sebagai pemberian batas kuantifikasi tertentu pada variabel sehingga dapat diketahui nilai atau besaran variasinya.
Bagaimana tingkat kecermatan batas tersebut dapat diidentifikasi, ditentukan oleh jenis variabelnya.Konsep tingkat pengukuran (level of measurement) variabel adalah beranjak dari pengertian di atas.Makin jelas batas kuantifikasi tersebut dapat diidentifikasi, maka hasil pengukuran lebih ke arah rasional.Sebaliknya, kalau kuantifikasi tidak mungkin dapat dilakukan, dan batas hanya membedakan satu nilai dari yang lain, maka hasil pengukuran yang diperoleh berupa data berskala nominal.
Pengukuran dibagi menjadi dua, yaitu pengamatan kualitatif dan pengamatan kuantitatif.
Pengamatan kualitatif adalah penetapan atau identifikasi terhadap adanya (atau tidak adanya) nilai nominal variabel tertentu pada suatu subyek.
Pengamatan kuantitatif adalah penetapan atau identifikasi besar kecilnya (magnitude) nilai variasi suatu variabel , atau kuantifikasi terhadap variasi nilai dari suatu variabel.
Baik pengukuran kualitatif maupun kuantitatif, keduanya harus berpijak pada kaidah pokok pengukuran, yaitu obyektivitas, validitas dan reliabilitas.Tiga kaidah inilah yang merupakan petunjuk bagi peneliti untuk mendekatkan data hasil penelitiannya dengan realitas yang sesungguhnya.
Obyektivitas mengandung arti bahwa pengukuran yang dilakukan benar-benar terbebas dari bias peneliti, sehingga menghasilkan data apa adanya. Bias disini dapat berupa kecondongan pada perkiraan atau harapan peneliti maupun kecondongan pada kenyataan umum (yang biasa terjadi).
Kaidah validitas mempertanyakan apakah pengukuran yang dilakukan benar-benar mengukur apa yang memang dikehendaki untuk diukur, atau adakah ketergayutan antara metode dan alat ukur dengan obyek ukur. Misalnya kita akan mengukur kekuatan otot, apakah pengukuran yang kita lakukan benar-benar mengukur kekuatannya, bukan mengukur ketahanan atau derajat kontraksinya.
Kaidah reliabilitas mempertanyakan akurasi, konsistensi atau stabilitas pengukuran.Data yang reliabel berarti data yang benar-benar mencerminkan nilai yang sesungguhnya dari variabel yang diukur, karena kemutlakan yang demikian sukar terjadi, maka secara lebih realis dikatakan bahwa reliabilitas pengukuran ditentukan oleh sedikitnya terjadi skor yang salah.
Pengukuran (pengamatan) kualitatif
Adalah menetapkan ada atau tidaknya nilai atau ciri tertentu pada subyek penelitian, sehingga hanya diperoleh data dengan skala nominal.Dalam prakteknya, masalah ketepatan identifikasi ciri tersebut merupakan hal yang pokok.
Peneliti yang melakukan pengukuran kualitatif harus senantiasa sadar tentang kemungkinan berbuat dua macam kesalahan, yaitu positif palsu dan negative palsu.Positif palsu terjadi kalau subyek yang sesungguhnya tidak mempunyai ciri diberi skor positif atau sebaliknya negatif palsu terjadi bila subyek yang mempunyai ciri tetapi mendapat skor negatif.
Dalam penelitian kedokteran dan kesehatan banyak dijumpai contoh pengukuran kualitatif ini.Penetapan diagnosis suatu penyakit, misalnya sering menimbulkan problematika kesalahan pengukuran.Contoh : penetapan diagnosis tuberculosis (tbc) paru dengan menggunakan pemeriksaan radiologik. Positif palsu terjadi kalau orang sehat didiagnosis tbc paru, negatif palsu terjadi bila penderita tbc paru didiagnosis sehat. Pada pengukuran lain, negatif palsu akan sama dengan positif palsu, misalnya penetapan jenis kelamin bayi dalam kandungan dengan menggunakan pemeriksaan amniosintesis. Bayi laki-laki didiagnosis wanita atau sebaliknya, keduanya adalah positif dan negatif palsu.
Ada dua jalan untuk menghindari terjadinya kesalahan pengukuran, yaitu :
1) menggunakan alat dan cara ukur yang sesensitif mungkin dan sudah terujikan validitas dan reliabilitasnya,
2) ketrampilan pengukur sendiri yang diperoleh dari pengalaman. Disamping itu kondisi si pengukur sendiri akan sangat mempengaruhi ketepatan pengukuran, misalnya kelelahan, kesibukan, dsb. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh peneliti.
Pengukuran (pengamatan) kuantitatif
Adalah melakukan identifikasi besar-kecilnya variasi nilai, sehingga yang diukur adalah variaibilitas suatu ciri subyek penelitian.
Berbeda dengan pengukuran kualitatif, pengukuran kuantitatif ini tidak hanya mengidentifikasi ada tidaknya suatu ciri, tetapi juga kuantififikasi terhadap nilai ciri tersebut (variasinya).
Hasil pengukuran kuantitatif ini adalah data yang berskala kontinum, mulai dari skala ordinal, interval sampai rasio tergantung pada variabel yag dijadikan obyek ukur. Dibandingkan dengan pengukuran kualitatif, pengukuran ini membutuhkan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi.
Secara praktis, pengukuran suatu variabel, tergantung pada definisi operasional variabel penelitian tersebut. Oleh karena itu, pada waktu seorang peneliti melakukan kegiatan pengukuran, perlu memperhatikan mengenai 2 hal keadan variabel, yaitu :
1)dimensi pengukuran variabel dan
2) tingkat pengukuran variabel.
Ad 1) Dimensi pengukuran variabel adalah berapa banyak unsur atau komponen penyusun variabel tersebut. Peneliti perlu menilai apakah variabel yang akan diukur mempunyai dimensi tunggal atau dimensi ganda. Apabila berdimensi tunggal, maka persoalanya hanya tinggal melakukan pengukuran sebaik mungkin.Apabila berdimensi ganda, maka peneliti perlu memilih atau mengembangkan indeks domposit.
Indeks domposit adalah suatu  indeks yang merupakan hasil penggabungan (dengan cara atau rumus tertentu) berbagai nilai penyusunnya. Indeks inilah yang diharapkan dapat mencerminkan variasi nilai dari variabel yang berdimensi ganda tersebut.Nilai penyusun indeks adalah nilai variasi dimensi-dimensi atau unsur yang menyusun variabel ganda tersebut, yang diperoleh dengan pengkuran.
Contoh variabel berdimensi tunggal :
1.    Kadar zat tertentu dalam darah
2.    Tekanan darah (sistole, diastole)
3.    Berat badan
4.    Tinggi badan
5.    Panjang siklus menstruasi
6.    Jumlah sel
7.    Dsb
Contoh variabel berdimensi ganda :
-          Tingkat kebersihan mulut, unsur penyusunnya misalnya :
= plak gigi
= kalkulus gigi
= adanya karies
=adanya gingivitis
=dsb.
-          Tingkat kekayaan, unsur penyusunnya misalnya :
=pendapatan kotor tiap bulan,
=jumlah keluarga,
=jumlah kendaraan,
=besar dan keadaan rumah,
=dsb.
-          Tingkat kelangsingan, unsur penyusunnya misalnya ::
=berat badan,
=tinggi badan,
=total skin fold,
=usia,
=dsb.

Untuk menyusun indeks domposit bagi variabel berdimensi ganda dibutuhkan landasan teori yang menjelaskan berapa besar kontribusi unsur-unsur penyusun dalam keseluruhan nilai variabel yang dimaksud. Pada beberapa variabel, seperti dicontohkan di atas, telah diformulasikan rumusnya, tetapi bagi variabel lain yang belum ada rumus indeksnya atau sudah ada tetapi lain landasan teorinya dengan definisi operasional variabel, dimungkinkan peneliti untuk menyusunnya sendiri. Indeks domposit sudah dikemukakan pada waktu mendefinisikan variabel secara operasional.
Ad 2) tingkat pengukuran variabel adalah sifat variabel yang diukur, berskala nominal, ordinal, interval atau rasional. Penentuan tingkat pengukuran ini amat menentukan kecermatan atau ketepatan analisis data, sehingga juga mempengaruhi keabsahan hasil penelitian dan kesimpulan atau generalisasi teoritik yang akan diangkat dari penelitian.
LANGKAH-LANGKAH PENGUKURAN
I.Tahap Persiapan Pengukuran
A. Merumuskan variabel secara operasional. Rumusan ini dapat berupa ekspresi cara pengamatan (measured operational definition) atau ekspresi cara manipulasinya agar efeknya dapat diukur (experimental operational definition).
B. Menentukan tingkat pengukuran variabel (level of measurement).Dasar penentuan ini adalah teori dan pemahaman peneliti tentang variabilitas nilai dari variabel yang akan diukur, oleh karena itu perlu mempertimbangkan kerangka teori yang melandasi hipotesis.
C. Dipilih metode dan alat ukur yang tepat. Tepat dalam arti memenuhi kaidah pengukuran yaitu obyektivitas, validitas dan reliabilitas.
Untuk pengukuran fenomena kedokteran klinik dan kedokteran dasar di klinik dan laboratorium, biasanya sudah tersedia peralatan dan metode pengukuran yang biasa digunakan, sehingga peneliti tinggal memilih mana yang paling baku diantara peralatan dan metode pengukuran yang ada. Untuk variabel yang berdimensi ganda, peneliti tinggal menilai apakah landasan teoretik yang digunakan untuk menyusun rumus indeks domposit dapat dipakai pada penelitiannya atau tidak, kalau tidak dapat dipakai, maka peneliti dapat memformulasikan rumus sendiri dengan dukungan teori yang ada.
Untuk pengukuran fenomena kedokteran sosial, masalahnya tidak semudah itu. Untuk mengukur fenomena psikososial peneliti perlu menyusun sendiri metode dan alat ukur yang akan digunakan, baik berupa kuesioner maupun pedoman panduan wawancara untuk teknik wawancara.
Penyusunan metode dan alat ukur variabel psikososial ini perlu dilakukan peneliti sendiri dan tidak dapat begitu saja mengambil alih alat ukur yang telah dipakai peneliti lain karena sensitivitasnya amat dipengaruhi oleh subyek yang diukur. Peneliti dapat memodifikasi alat yang ada atau sama sekali menyusun yang baru. Oleh karena itu peneliti dituntut memiliki pengetahuan dasar mengenai variabel psikososial tersebut.Peneliti di bidang kedokteran dan kesehatan perlu mempelajari metodologi penelitian sosial, termasuk dasar-dasar teoretik untuk memahami fenomena psikososial tersebut.
II. Tahap Prapengukuran
Peneliti perlu melakukan uji coba alat ukur yang akan digunakan agar ia tahu persis bahwa pengukuran yang akan dilakukan benar-benar memenuhi kaidah validitas dan reliabilitas. Untuk instrumen kedokteran klinik dan laboratorik, tahap prapengukuran ini tidak menjadi masalah karena sebagian peralatan umumnya sudah baku, pada instrumen laboratorik perlu dilakukan peneraan untuk memperoleh tingkat reliabilitas yang tinggi. Untuk instrumen pengukuran fenomena sosial, masalahnya lebih pelik karena yang dihadapi adalah fenomena yang tidak eksak/kongkrit sehingga uji coba alat ukur pada tahap prapengukuran ini menjadi amat penting.
Uji coba biasanya dilakukan pada sekelompok subyek di lapangan yang diperhitungkan kondisinya menyerupai subyek penelitian yang sesungguhnya.Hal yang menjadi pertanyaan peneliti adalah apakah data hasil penelitian yang diperoleh nantinya benar-benar merupakan data yang valid untuk menarik kesimpulan atau tidak, amat tergantung pada tingkat validitas dan reliabilitas pengukuran yang diperoleh pada hasil uji coba ini.
III. Tahap Pengukuran
Peneliti perlu memikirkan beberapa hal yang berpengaruh terhadap hasil pengukurannya, yaitu antara lain instrumen penelitian (metode dan alat ukur) yang digunakan, subyek penelitian yang dihadapi, administrasi (pencatatan hasil) pengukuran, dan keadaan lingkungan (suasana) pada saat pengukuran dilakukan. Tiap faktor mempunyai kontribusinya sendiri dalam mengantarkan keberhasilan pengukuran yang dilakukan.
Pada faktor instrumen, perlu diperhatiakn ketentuan-ketentuan prosedural yang menjamin validitas dan reliabilitas pengukuran.
Pada subyek penelitian, perlu diperhatikan faktor-faktor subyektif yang sekiranya mempengaruhi hasil pengukuran  (kelelahan, keadaan psikis, dsb).
Pada faktor administrasi pengukuran, perlu diperhatikan faktor kecermatan.
Pada faktor lingkungan atau suasana pengukuran, perlu diperhatikan masalah konsistensi (keajegan) keadaannya, baik faktor lingkungan yang mempengaruhi subyek maupun kegiatan pengukuran itu sendiri.
Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan untuk meminimalisir bentuk-bentuk kesalahan pengukuran yang mungkin dijumpai dalam suatu penelitian. Ada dua macam kesalahan pengukuran, yaitu 1) kesalahan sistematis, dan 2) kesalahan sampling.
Kesalahan sistematis adalah kesalahan yang terjadi karena faktor alat dan pengukuran itu sendiri, menyangkut alat ukur adalah ketidakvalidan atau ketidakreliabelan alat ukur yang digunakan, sedangkan yang menyangkut pengukuran berupa kesalahan yang bersumber pada pengukur sendiri, pada suasana atau lingkungan pengukuran, serta pada administrasi (pencatatan) pengukurannya.
Ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan sistematis terhadap instrument penelitian, yaitu :
1.    Dipilih alat yang sudah dibakukan,
2.    Dilakukan peneraan terlebih dahulu,
3.    Dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.
Kesalahan sistematis dapat dihindari dengan tindakan yang menyangkut pengukurannya sendiri, yaitu :
1.    Perlu dilakukan latihan terlebih dahulu pada pengukur yang belum terbiasa dengan alat ukur yang digunakan,
2.    Kalau memungkinkan, satu pengukuran dilakukan beberapa kali,
3.    Pencatatan dilakuan secara cermat dan sesegera mungkin, kalau perlu digunakan alat bantu, misalnya digunakan hand counter untuk menghitung jumlah sel.
4.    Mengusahakan agar lingkungan atau suasana saat dilakukan pengukuran sedapat mungkin sama, terutama untuk pengukuran variabel yang amat peka terhadap faktor lingkungan. Pengendalian terhadap lingkungan juga diperlukan pada pengukuran yang bekerjanya instrument ukur amat dipengaruhi oleh faktor tersebut.
Kesalahan sampling adalah kesalahan hasil pengukuran yang terjadi karena sampling pengukuran yang dilakukan tidak representative, baik terhadap obyek ukur sendiri atau terhadap subyek penelitian. Koreksi atau cara pencegahannya adalah dengan menggunakan teknik sampling yang seoptimal mungkin atau serepresentatif mungkin.

0 komentar:

Posting Komentar