23.3.18

JUDUL ARTIKEL PERTAMA: EPIDEMILOGI BUNUH DIRI



JUDUL ARTIKEL PERTAMA: EPIDEMILOGI BUNUH DIRI

 


 I R W A N T O
 NIM. 16.310.410.1125)

Dosen Pembimbing. Wahyu Widiantoro, S.Psi, MA.

MATA KULIAH: PSIKOLOGI ABNORMAL

Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium”, dengan “sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan.Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu. Dia mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dirasakan (Yuniarsa, 2013).

Dari aliran eksistensial, Baechler mengatakan bahwa bunuh diri mencakup semua perilaku yang mencari penyelesaian atas suatu masalah eksistensial dengan melakukan percobaan terhadap hidup subjek. Sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian, intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena intensi sangat variatif dan bisa mendahului , misalnya untuk mendapatkan perhatian, membalas dendam, mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau mengakhiri hidup. Menurut Shives, R. (2008) bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
  1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
  2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
  3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
  4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa bunuh diri secara umum adalah perilaku membunuh diri sendiri dengan intensi mati sebagai penyelesaian atas suatu masalah. Memiliki sedikit definisi yang berbeda, percobaan bunuh diri dan bunuh diri yang berhasil dilakukan memiliki hubungan yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi dan komorbid antara etiologi kedua perilaku tersebut.Di samping itu, kebanyakan pelaku bunuh diri melakukan beberapa percobaan bunuh diri sebelum akhirnya berhasil bunuh diri (Kaplan & Saddock, 2005). Penulis mendefinisikan percobaan bunuh diri sebagai sebuah situasi dimana seseorang telah melakukan sebuah perilaku yang sebenarnya atau kelihatannya mengancam hidup dengan intensi menghabisi hidupnya, atau memperlihatkan intensi demikian, tetapi belum berakibat pada kematian. Secara umum, metode bunuh diri terdiri dari 6 kategori utama yaitu:
  1. obat (memakan padatan, cairan, gas, atau uap)
  2. menggantung diri (mencekik dan menyesakkan nafas)
  3. senjata api dan peledak
  4. menenggelamkan diri
  5. melompat
  6. memotong (menyayat dan menusuk)
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien  melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS:
NO
SAD PERSONS
Keterangan
1
Sex (jenis kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2
Age ( umur)
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3
Depression
35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4
Previous attempts (Percobaan sebelumnya)
65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5
ETOH ( alkohol)
65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6
Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional)
Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7
Sosial support lacking ( Kurang dukungan social)
Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8
Organized plan (perencanaan yang teroranisasi)
Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9
No spouse ( Tidak memiliki pasangan)
Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10
Sickness
Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
 Sumber: (Carpenito, L. J, 2008)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan anamnesa adalah:
a.    Tentukan tujuan secara jelas. Dalam melakukan anamnesa, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya anamnesa yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
b.   Perhatikan signal/tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
c.    Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
d.   Jangan terlalu tergesa-gesa dalam melakukan anamnesa. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dan klien.
e.    Jangan membuat asumsi. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
f.     Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional (Duran, V. Mark & Barlow, David H, 2007).
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian, adalah sebagai berikut:
(1) Riwayat masa lalu:
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri.
Riwayat keluarga terhadap bunuh diri.
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia.
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
*  Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial.
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka.
(2) Symptom yang menyertainya
Apakah klien mengalami:
ü Ide bunuh diri
ü Ancaman bunh diri
ü Percobaan bunuh diri
ü Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri (Kring, Ann, M., Johnson, Sheri, L., Davison, Gerald, C., & Neale, John., M, 2010). Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya:
Ø Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Ø Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan  untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide.
Ø Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri (Richard P. Halgin & Whitbourne, 2011):
a.    Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
b.   Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
c.    Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
d.   Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata-kata yang  dimengerti klien
e.    Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
f.     Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
g.    Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
h.   Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Berikut beberapa faktor penyebab bunuh diri yang didasarkan pada kasus bunuh diri yang berbeda-beda tetapi memiliki efek interaksi di antaranya:
1.        Major-depressive illness, affective disorder
2.        Penyalahgunaan obat-obatan (sebanyak 50% korban percobaan bunuh memiliki level alkohol dalam darah yang positif)
3.        Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan mempersiapkan bunuh diri
4.        Sejarah percobaan bunuh diri
5.        Sejarah bunuh diri dalam keluarga
6.        Isolasi, hidup sendiri, kehilangan dukungan, penolakan
7.        Hopelessness dan cognitive rigidity
8.        Stresor atau kejadian hidup yang negatif (masalah pekerjaan, pernikahan, seksual, patologi keluarga, konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan
9.        Kemarahan, agresi, dan impulsivitas
10.    Rendahnya tingkat 5-HIAA
11.    Key symptoms (anhedonia, impulsivitas, kecemasan / panik, insomnia global, halusinasi perintah)
12.    Suicidality (frekuensi, intensitas, durasi, rencana dan perilaku persiapan bunuh diri)
13.    Akses pada media untuk melukai diri sendiri
14.    Penyakit fisik dan komplikasinya
15.    Repetisi dan komorbid antara faktor-faktor di atas (Gerald C. Davidson dkk, 2010).
Hal yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang ingin bunuh diri:
·       Jadi pendengar yang baik
Cobalah jadi pendengar yang baik. Dalam banyak kasus, orang yang ingin bunuh diri biasanya menarik diri dan tertutup. Cobalah mendekatinya dan sadarilah bahwa kepedihan atau keputusasaan yang sedang ia rasakan benar-benar nyata (Stuart, G. W and Laraia, 2005). Coba secara halus menyebutkan bahwa Anda melihat beberapa perubahan sikap dan perilakunya sehingga dapat menggerakkan dia untuk membuka diri dan mencurahkan perasaannya kepada Anda.
·       Berempati
Coba dalami perasaannya, dan katakan bahwa ia sangat berarti untuk Anda maupun orang lain. Jika ia bunuh diri, hal ini akan membuat Anda hancur dan orang lain juga.
·       Jauhkan benda berbahaya
Jauhkan darinya benda berbahaya apapun yang bisa menjadi alat untuk bunuh diri.Pelaku bunuh diri biasanya melihat banyak alat yang tersedia di sekitarnya membuatnya memantapkan tekad untuk bunuh diri. Misalnya tali, pisau, cutter atau bahkan senjata api.
·       Minta bantuan medis
Untuk kasus yang sudah cukup ekstrem, segeralah memanggil bantuan medis untuk menangani masalahnya. Misalnya sudah terjadi gangguan mental yang serius, Anda bisa segera menggunakan bantuan medis seperti psikiater atau rumah sakit jiwa yang tahu cara terbaik menanganinya (Varcarolis, E. M, 2000).
Berikut ini tanda-tanda yang umumnya terjadi bagi seseorang yang kemudian mengambil tindak bunuh diri:
a.     Mengasingkan diri dari lingkungan sosial. Mereka biasanya mulai bersikap tertutup dan menyendiri.
b.     Kebiasaan makan dan tidur yang berubah.
c.      Sikap dan perilaku berubah. Misalnya dulu penurut, tiba-tiba jadi pembangkang.
d.     Mulai sering terlibat dalam kegiatan yang membahayakan kehidupan seperti tidak lagi takut mati.
e.      Sering menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak berharga.
f.      Sering mengungkapkan secara langsung maupun tersirat bahwa ia ingin mati saja.
g.     Pernah melakukan percobaan bunuh diri. Ini merupakan tanda yang cukup serius.
Untuk kasus yang sudah cukup ekstrem, segeralah memanggil bantuan medis untuk menangani masalahnya. Misalnya sudah terjadi gangguan mental yang serius, Anda bisa segera menggunakan bantuan medis seperti psikiater atau rumah sakit jiwa yang tahu cara terbaik menanganinya (Fausiah, F., & Widury, J, 2008). Beberapa tanda niat bunuh diri antara lain:
a.     Bicara tentang bunuh diri, seperti: “seandainya saya tidak pernah dilahirkan”, “saya lebih baik mati saja”, “jika saya masih ketemu kamu lagi”.
b.     Mencari alat bantu bunuh diri, seperti senjata, tali, obat, racun tikus.
c.      Perhatiannya tertanam pada hal hal kematian, seperti: pikirannya secara berlebihan tertuju pada masalah mati, kematian atau kekerasan. Menulis puisi atau cerita tentang kematian.
d.     Tidak ada lagi masa depan, perasaan tidak ada lagi yang bisa menolong, tidak ada lagi jalan keluar, tidak ada harapan, perasaan bahwa tidak akan bisa lagi bertambah baik atau berubah.
e.      Benci kepada diri sendiri, merasa dirinya tidak berharga, malu, bersalah. Merasa bahwa orang sekitarnya akan merasa lebih baik bila dirinya mati.
f.      Mempersiapkan kepergiannya, seperti membuat surat wasiat, memberikan barang berharga kepada seseorag, membuat pengaturan soal keluarganya.
g.     Mengucapka selamat tinggal dengan cara mengunjungi, menelpon  atau menulis email kepada saudara atau teman untuk mengucapkan selamat tinggal. mengucapkan kata kata kepada kawan atau teman bahwa mereka tidak akan ketemu lagi.
h.     Menyendiri, tidak ingin ketemu orang atau tidak ingin bergaul, ingin menyendiri.
i.      Bertindak ceroboh dan mencelakakan diri sendiri seperti minum alkohol yang banyak, minum obat, menyopir sembarangan atau kegiatan lain yang beresiko tinggi pada kematian seperti yang bersangkutan sudah ingin mati.
j.      Perubahan mendadak menjadi tenang. Bila seseorang yang mengalami depresi kemudian tiba tiba berubah menjadi tenang, itu merupakan suatu tanda bahwa yang bersangkutan sudah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya (Fausiah, F & Widury, 2008).

Kesimpulan
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya, yang dilakukan dalam waktu singkat. Penyebab bunuh diri: (a) Faktor genetic dan teori biologi, (b) Teori Sosiologi, (c) Teori Psikologi. Penyebab lain: (1) Adanya harapan untuk reuni dan fantasy, (2) Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan, (3) Tangisan untuk minta bantuan dan (4) Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan
yang lebih baik.
Motif bunuh diri ada banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab, misalkan: (1) Dilanda keputusasaan dan depresi, (2) Cobaan hidup dan tekanan lingkungan, (3) Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila), (4) Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu) dan (5) Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.

Daftar Pustaka
Carpenito, L. J. (2008). Nursing diagnosis: Aplication to clinical practice. Mosby St Louis.
Duran, V. Mark & Barlow, David H (2007). Intisari Psikologi Abnormal. Pustaka Pelajar.
Fausiah, F., & Widury, J. (2008). Psikologi abnormal klinis dewasa. Editor: Augustine Sukarlan Basri. Jakarta : Penerbit Uni versitas Indonesia.
Kaplan and Saddock. (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry. Mosby, St Louis.
Kring, Ann, M., Johnson, Sheri, L., Davison, Gerald, C., & Neale, John., M. (2010). Abnormal psychology-11th edition (International Student Version). New Jersey : John.
Richard P. Halgin dan Whitbourne. (2011). Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika.
Gerald C. Davidson dkk. (2010). Psikologi Abnormal. Jakarta: Rajawalipers.
Shives, R. (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing. Mosby, St Louis.
Stuart, G. W and Laraia. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia
Varcarolis, E. M. (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide. WB Saunder Company, Philadelphia. Wiley & Sons, Inc.
Yuniarsa, M. Fahrul Alam. 2013. Sejarah bunuh diri. http://www.blog.alamfay.com/. (diakses 10 Maret 2018).

0 komentar:

Posting Komentar