5.12.17

TEORI BEHAVIORISTIK



TEORI BEHAVIORISTIK

   I R W A N T O
NIM. 163104101125

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

Behaviorisme adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang membahas tentang perilaku melalui stuimulus respon, yang menyatakan semua perilaku yang ada pada diri manusia berdasarkan sebab. Aliran behaviorisme tidak mempercayai dengan adanya alam bawah sadar dan analisis jiwa manusia berdasarkan subjektif. Aliran ini  lahir menentang inropeksionisme dan psikoanalis. Behaviorisme lebih beorientasi kepada hal-hal yang nampak dari pada unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata. Bahkan aliran behaviorisme melangkah lebih jauh dari fisionalisme yang masih mengakui adanya jiwa.
            Dalam pembahasan makalah ini akan dibahas bagaimana sejarah munculnya perkembangan behavioristik yang muncul untuk menentang aliran psikologi analis dan intropeksionisme, kemudian tokoh-tokoh yang terdapat dalam behaviorisme, jurnal aktual mengenai behavioristik, konsep manusia menurut pandangan behavioristik, dan pandangan islam terhadap behavioristik. Behavioristik sendiri memiliki teori yang berbeda-beda dari tokoh-tokoh behavioristik, yaitu pengkondisian klasikal dan teori perilaku awal, pengkondisian operan  dan teori perilaku selanjutnya, dan teori belajar sosial.
            Dalam penelitian psikologi tokoh-tokoh behavioristik menggunakan hewan sebagai eksperimen, seperti hewan tikus, anjing, burung, dst. Dari hasil tersebut merekajuga mengamati perilaku manusia berdasarkan stimulus-respon yang mereka uji terhadap hewan. Beranjak dari eksperimen juga tokoh-tokoh behavioristik menyatakan bahwa perilaku dapat dikontrol melalui stimulus-respon. 
Walaupun ilmu psikologi telah dikemukakan sejak masa hidup Aristoteles, namun ilmu ini tidak memiliki cabang formal hingga abad ke-18. Adalah Wilhelm Wundt, seorang ahli biologi Jerman, yang membangun sebuah laboratorium psikologi di Leipzig pada tahun 1879 (Lahey, 2007). Terdapat banyak tokoh yang menggagas psikologi sebelum Wundt, namun pembangunan laboratorium Wundt tidak hanya menjadi pusat penelitian psikologi namun berhasil memancing ketertarikan para ilmuwan terhadap topik tersebut.
Dalam laboratorium psikologinya, Wundt banyak melakukan penelitian tentang respon manusia terhadap obyek-obyek audiovisual. Wundt percaya bahwa metode paling mendasar dari psikologi adalah dengan mempelajari diri (Wilcox, 2012). Penelitian tersebut, yang mana hanya mempelajari respon fisik manusia terhadap satu variabel, dikembangkan oleh para psikolog behavioris sebagai metode penelitian mereka.
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviorisme ingin menganalisis hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku dikendalikan oleh faktor lingkungan (Sumanto, 2014).
Pada tahun 1900an, Max Wertheimer, seorang professor psikologi dari universitas Frankfurt, mengemukakan teori Gestalt atau keseluruhan. Wertheimer dan sekumpulan psikolog mazhab gestalt berpendapat bahwa manusia tidak bisa diteliti hanya melalui satu atau dua jenis elemen saja, namun harus dilihat dari keseluruhan variabel stimulus. Para psikolog Gestalt menjelaskan teorinya ini dengan efek cahaya. Dikatakan bahwa apabila seseorang menerima dua macam respon cahaya yang sangat cepat maka alih-alih orang tersebut melihat dua macam cahaya, penglihatannya hanya mampu menangkap satu jenis cahaya yang bergerak (Lahey, 2007).
Sebelum istilah behaviorisme dipopulerkan oleh John Watson di Amerika, Ivan Pavlov telah melaksanakan penelitiannya terhadap perilaku hewan yang dikenal sebagai classical conditioning. Pavlov memulai penelitian karena terganggu dengan kebiasaan anjingnya yang selalu meneteskan liur tiap kali dia pulang. Gangguan itu membuat Pavlov merasa perlu untuk mengubah kebiasaan anjingnya yang mengganggu tersebut, dan melatihnya untuk hanya mengeluarkan liur ketika mendengar suara lonceng yang menandakan waktu makan (Lahey, 2007). Metode pengkondisian klasikal (classical conditioning) ini ialah memaksakan suatu kondisi baru untuk mengubah kebiasaan yang tidak dikehendaki obyek dan menggantinya dengan kebiasaan alternatif.
Walaupun penelitian terhadap perilaku dan respon telah banyak dilakukan sebelumnya baik oleh Wundt maupun Pavlov, namun mazhab behaviorisme sendiri baru dimunculkan oleh John Watson di tahun 1913 (Jarvis, 2010). Sangat terpengaruhi oleh penelitian classical conditioning. Watson mengemukakan bahwa segala perilaku manusia baik itu emosi maupun kegiatan fisik sebenarnya hanyalah ilusi dari stimulus dan respon terhadapnya (Jarvis, 2010). Pernyataan itu bisa diartikan sebagai bentuk penolakan Watson untuk mengakui keberadaan jiwa dan kesadaran manusia.
Berbeda dengan Watson, B. F. Skinner sama sekali tidak membahas tentang pikiran ketika mengemukakan teorinya yang disebut operant conditioning. Skinner berpendapat bahwa kegiatan mental pikiran manusia, yang pasti ada, merupakan ranah privasi yang tidak seharusnya digunakan sebagai obyek penelitian publik. Agak mirip namun berbeda dengan teori Pavlov, Skinner mengatakan bahwa pembelajaran adalah konsekuensi dari perilaku (Jarvis, 2010). Bahwa perilaku mendatangkan akibat, entah itu baik atau buruk, yang membuat manusia dan hewan belajar langkah-langkah apa yang dapat mendatangkan konsekuensi yang disebut penguat atau penghukum (Jarvis, 2010). Yang dimaksud penguat di sini ialah konsekuensi positif menurut sudut pandang obyek, sedangkan penghukum adalah konsekuensi yang merugikan menurut sudut pandang obyek.
Teori psikologi behaviorisme terakhir adalah teori psikologi sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Teori ini menyatakan bahwa proses perilaku dapat dipengaruhi oleh lingkungan sebagai konsekuensi dari kegiatan meniru. Bandura menyatakan bahwa yang paling berpengaruh bagi seseorang ialah contoh yang didapat dari pembelajaran sosial, baik dari komunitas maupun budaya sosial (Lahey, 2007). Sayangnya ada banyak ilmuwan yang berpendapat bahwa teori psikologi sosial ini bukan bagian dari mazhab behaviorisme karena Bandura memasukkan aspek pikiran ke dalam penelitiannya (Jarvis, 2010).
Tokoh-Tokoh yang Berpengaruh dalam Psikologi Behaviorisme
Ada banyak sekali tokoh yang meneliti perilaku manusia berdasarkan metodologi penelitian perilaku. Metode behaviorisme sendiri, seperti yang diceritakan pada bab sebelumnya, adalah metode pertama yang dilakukan oleh para peneliti psikologi saat pertama kali cabang ilmu ini memisahkan diri dari filsafat. Kemudian hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun telah muncul banyak tokoh yang mengemukakan penelitiannya tentang perilaku manusia. Di antara sekian tokoh tersebut yang paling berpengaruh dalam penelitian perilaku adalah sebagai berikut:


1.    Wilhelm Maximillian Wundt (1832-1920)
a.    Biografi
Lahir pada 16 Agustus 1832 di Neckarau, Baden, sebuah kota yang tidak terlalu terkenal di Jerman. Saat Wilhelm muda menginjak usia 19 tahun, dia menempuh studi kedokteran di Universitas Heidelberg dan memulai karir akademisnya pada tahun 1865 dengan menulis buku tentang fisiologi manusia (Irawan, 2015).
Wundt mendapatkan gelarnya sebagai ‘Bapak Psikologi’ akibat usahanya untuk memisahkan Psikologi menjadi cabang sains sendiri yang terpisah sepenuhnya dari filsafat. Untuk itu dia kemudian membangun laboratorium psikologi di universitas Leipzig. Tentu saja, proses pemisahan psikologi ini tidak terjadi dengan lancar tanpa hambatan. Seperti banyak penemuan fenomenal lainnya, Wundt juga mendapat tantangan dari banyak pihak. Namun tentu saja, usahanya tidak hanya berhasil memisahkan Psikologi dari filsafat, tapi juga menjadi akar pertama berbagai cabang psikologi lainnya seperti behaviorisme.
b.   Psikologi Strukturalisme
Psikologi strukturalisme yang dikemukakan oleh wundt terfokus pada rasa, atau reaksi, yang diterima oleh indera manusia terhadap stimulus yang diberikan. Ketertarikan Wundt dan para muridnya terhadap elemen dasar kesadaran manusia, dan bagaimana elemen-elemen itu bereaksi inilah yang membuat psikologi Wundt dinamakan strukturalisme (Lahey, 2007). Di masa depan, penelitian ini akan mendapatkan kritik dari psikolog mazhab gestalt.
2.    Mark Wertheimer (1880-1943)
a.    Biografi
Lahir di kota Praha, Austria, pada 15 April 1880 (sekarang menjadi ibukota Czech Republik) di tengah-tengah keluarga yang disegani (Irawan, 2015). Beliau adalah seorang professor di universitas Frankfurt. Pada awal abad ke 19, bersama dengan Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler, bersama-sama mendirikan mazhab gestalt.
b.   Psikologi Gestalt
Makna dari gestalt disini adalah keseluruhan, yang mana bisa ditafsirkan bahwa kesadaran manusia tidak dapat dijelaskan dalam elemen mentah yang terpisah. (Lahey, 2007)maksudnya adalah reaksi manusia tidak dapat dinilai hanya dari pengaruh stimulus terhadap indera.
3.    John B. Watson (1878-1958)
a.    Biografi
Pendiri mazhab behaviorisme. Lahir di Carolina selatan pada 9 januari 1878, Watson menempuh perguruan tingginya di usia 16 dan meraih gelar master di usia 21 tahun di Furman University Greenvile (Irawan, 2015). Melalui Watsonlah teori-teori Ivan Pavlov terkenal di dunia barat sebagai bagian dari behaviorisme.
b.   Behaviorisme
Teori psikologi Watson sangat terpengaruh oleh penelitian-penelitian classical conditioning Ivan Pavlov. Seperti Pavlov, Watson setuju bahwa hikmah dari penelitian classical conditioning jauh lebih dalam dari sekedar membuat seekor anjing meneteskan liur melainkan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia (Lahey, 2007).
4.    Ivan Pavlov (1849-1936)
a.    Biografi
Nama lengkapnya adalah Ivan Petrovich Pavlov. Lahir di Ryazan, Rusia, pada 26 September 1849 dari sebuah keluarga pendeta miskin. Mempelajari fisiologi hewan di Universitas St. Petersburg, Leningrad, sekaligus mempelajari medis di akademi medis militer Rusia (Irawan, 2015).
b.    Classical Conditioning system
Metode classical conditioning Pavlov mendapatkan pujian sebagai dasar utama teori behaviorisme yang di kemudian hari akan dikemukakan oleh Watson di benua seberang. Penelitian Pavlov dilakukan terhadap perilaku anjing yang meneteskan liurnya ketika menginginkan sesuatu. Pavlov menyadari bahwa anjingnya sendiri kerap meneteskan liur ketika melihatnya datang, atau membawa mangkuk makanan (Lahey, 2007). Fenomena tersebut kemudian menjelaskan fenomena sederhana dari fenomena pembelajaran, bahwa pembelajaran dapat dikondisikan dan bahwa melalui pengalaman sebuah kebiasaan baru bisa terbentuk.
5.    B. F. Skinner (1904-1990)
a.    Biografi
Lahir di Pennsylvania pada 20 Maret 1904, Burrhus Frederic Skinner adalah professor psikologi di Havard University. Teorinya, operant conditioning, mengantarkannya untuk menjadi seorang pelopor teori behaviorisme radikal terbesar sepanjang masa (Irawan, 2015).
b.   Behaviorisme Radikal
Berbeda dengan teori classical conditioning Pavlov yang mengembangkan fenomena terpengaruh stimulus, operant conditioning lebih mirip pembelajaran berdasarkan pengalaman atau ingatan. Skinner secara khusus membedakan perilaku menjadi dua, yakni perilaku yang dituntut (respondet behaviour) yang bersifat refleks dan perilaku operan (operant behaviour) yang muncul sebagai konsekuensi kegiatan belajar (Jarvis, 2010).
6.    Albert Bandura (1925-)
a.    Biografi
Lahir di Alberta, Kanada, Bandura adalah seorang professor ilmu psikologi social di Stanford University. Beliau terpilih menjadi president of American Psychological Association (APA) dan telah menerima banyak penghargaan dan kehormatan hingga sekarang (Irawan, 2015).
b.   Teori Belajar Sosial
Menurut (Kleinman, 2012) terdapat tiga konsep dasar dari teori belajar sosial Albert Bandura:
a)    A person can learn behavior through observation.
b)    The mental state is an important aspect to learning.
c)    Learning does not mean that a behavior will necessarily change.
Konsep Manusia dalam Pandangan Behaviorisme
Faktor utama dalam konsep behaviorisme adalah perilaku yang terlihat dan penyebab luar yang menstimulasinya. Skinner menekankan pentingnya kontrol terhadap perilaku. Menurutnya, “Jika ilmu pengetahuan dapat menyediakna cara untuk mengontrol perilaku, kita dapat memastikan dan mengidentifikasikan penyebabnya”. Sifat dan faktor penentu internal lain yang mempredeksi dan menjelaskan perilaku bukanlah mengontrol. (Hidayat, 2011).
Behaviorisme memandang manusia sangat mekanistik, karena menganalogikan manusia seperti mesin. Konsep mengenai stimulus-respons seolah-seolah menyatakan bahwa manusia akan bergerak atau melakukan sesuatu apabila ada stimulasi. (Hidayat, 2011)
Pandangan behaviorisme dalam psikologi paling baik dipahami melalui cara analogi. Perhatikan bagaimana kita memikirkan tentang anatomi dan fisiologi manusia. Masuk akal untuk memandang tubuh sebagai suatu mesin. Seperti mesin-msein yang kompleks, tubuh merupakan sekumpulan , mekanisme (hati, paru-paru kelenjar keringat, dan sebagainya) (Pervin, 2012).
Para ahli behaviorisme memandang manusia mirip dengan mesin. Bagi B. F. Skinner, tokoh terbesar dan paling berpengaruh dalam behaviorisme, hal menarik tentang mesin adalah bahwa manusia telah menciptakan mesin dalam gambaran diri mereka sendiri. Ketika berupaya membangun suatu ilmu tentang manusia, para ahli behaviorisme berasumsi bahwa manusia dapat dipandang sebagai kumpulan mekanisme seperti mesin. Para ahli behaviorisme mengeksplorasi bagaimana mekanisme-mekanisme ini dipelajari, yaitu bagaimana mereka berubah sebagai reaksi dari input lingkungan. (Pervin, 2012)
Penjelasan B.F Skinner “Penyebab” Populer Perilaku yaitu setiap peristiwa mencolok yang bertepatan dengan perilaku manusia kemungkinan ditangkap sebagai suatu sebab. Perilaku dalam istilah strukutur individu. Proporsi tubuh, bentuk kepala, warna mata, kulitatau rambut, tanda-tanda di telapak tangan, dan fitur-fitur wajah dikatakan menjadi penentu apa yang akan dilakukan seseorang. Secara keseluruhan didekatkan dalam bahasa kita memengaruhi kita praktik kita dalam berhubungan dengan perilaku manusia. Suatu tindakan spesefik tidak mungkin tidak pernah diprediksi dari bentuk fisiknya, meski tipe kepribadian yang berbeda-beda menyatakan secara tidak langsung kecenderungan untuk berperilaku dalam cara-cara yang berbeda-beda, sehingga tindakan spesifik diduga terpengaruh. Korelasi antara perilaku struktur tubuh didemonstrasikan, tidak selalu jelas, mana yag menyebabkan yang mana. Orang-orang gemuk dalam beberapa hal berada dalam keberadaan yang kurang beruntung, dan mereka mungkin mengembabangkan perilaku periang sebagai teknik khusus untuk berkompetesi. Orang-orang periang mungkin tumbuh gemuk karena mereka bebas dari gangguan emosional yang mendorong orang lain terlalu banyak bekerja atau mengabaikan diet atau kesehatan mereka. Orang-orang gemuk mungkin periang karena mereka sukses dalam memuaskan keperluan-keperluan mereka melalui makan yang berlebihan. Ketika ciri-ciri fisik dapat diubah, kita harus bertanya manakah yang lebih dahulu muncul, perilaku atau ciri fisik.(Skinner, 2013)
Skinner secara konsisten menyatakan bahwa tingkah  laku paling baik dapat diteliti dengan menyelidiki bagaimanakah tingkah laku itu berhubungan dengan peristiwa-peristiwa anteseden. Argumen ini dapat diterima oleh banyak psikolog. Skinner juga mengemukakan bahwa dalam analisis fungsional tingkah laku tidak perlu berbicara mengenai mekanisme-mekanisme yang beroperasi didalam diri organisme. Ia yakin bahwa tingkah laku dapat diterangkan dan dikontrol semata-mata dengan memanipulasi lingkungan di mana organisme yang bertingkah laku itu berada, dan bahwa tidak perlu memisahkan organisme dari lingkungan atau menarik kesimpulan-kesimpulan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri oragnisme. (Lindzey, 2013).
Skinner menghindari konsep-konsep struktural, ia hanya memperlihatkan sedikit perasaan tidak suka pada konsep-konsep dinamik atau konsep-konsep motivasi. Ia mengaku bahwa seseorang tidak selalu memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan kadar yang sama walaupun berada dalam suatu situasi yang tetap, dan ia yakin bahwa pengakuan umum tentang hal ini merupakan alasan pokok bagi perkembangannya konsep kita tentang motivasi. (Lindzey, 2013).
Asumsi bahwa seluruh tingkah laku berjalan menurut hukum jelas mengandung implikasi tentang kemungkinan mengontrol tingkah laku yang dibutuhkan adalah memanipulasi kondisisi-kondisi yang mempengaruhi atau yang mengakibatkan perubahan tingkah laku dapat terjadi perbedaan pendapat mengenai soal apakah control memiiki implikasi pemahaman atau penjelasan, tetapi pada tataran yang semata-mata praktis, Skinner lebih suka menggunakan istilah kontrol karena artinya jelas. Skinner yakin bahwa suatu analisis fungsional adalah cara yang paling tepat. Analisis fungsional menurut Skinner tidak lain adalah analisis tentang tingkah laku berdasarkan hubungan sebab akibat, di mana sebab-sebab itu sendiri bersifat dapat dikontrol, yakni stimulus-stimulus deprivasi-deprivasi, dan seterusnya (Lindzey, 2013).
Beberapa penjelasan kausal tingkah laku yang biasa digunakan dan yang bersandar pada peristiwa-peristiwa internal sebagai anteseden dalam suatu hubungan sebab-akibat. Bayangkan seorang laki-laki memasuki restaurant, dengan cepat ia memanggil pelayan, dan memesan roti bakar. Ketika roti bakar itu disajikan ia memakannya dengan lahap, tanpa berhenti untuk menjawab sapaan yang ditujukan kepadanya. Kita bertanya mengapa orang itu makan? Salah satu penjelasan umum tentang tingkah lakunya ialah bahwa ia lapar. Tetapi bagaimana kita tahu bahwa orang itu lapar? Kita hanya tahu bahwa orang itu melakukan sejumlah aktivitas yang cenderung saling dihubungkan dan yang cenderung terjadi mengikuti jenis-jenis kondisi lingkungan yang sama. Namun dengan menggunakan penjelasan ini kita tidak mengenali peristiwa lapar yang merupakan anteseden terhadap makan; melainkan, tindakan makan yang dilakukan tergesa-gesa itu merupakan bagian dari apa yang kita sebut lapar. Istilah “lapar” mungkin sekedar menggambarkan kumpulan akitivitas yang berhubungan dengan suatu variabel bebas yang diketahui (menghabiskan makanan), sama seperti istilah “bermain baseball” adalah istilah yang dipakai untuk  mencakup atkivitas-ktivitas melempar, memukul bola dan sebagainya (Lindzey, 2013).
KESIMPULAN
Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme dan juga psikoanalisis. Behaviorisme hanya melihat perilaku yang tampak dan dapat diukur saja. Mazhab ini dimunculkan oleh John Watson di tahun 1913 yang akar teorinya sudah didahului oleh Wundt dan Pavlov.
Beberapa tokoh dari psikologi behavioristik adalah: Pertama, Wilhelm Maximillian Wundt (1832-1920) dengan strukturalismenyayang terfokus pada rasa, atau reaksi, yang diterima oleh indera manusia terhadap stimulus yang diberikan. Kedua, Mark Wertheimer (1880-1943) yang mengatakan bahwa reaksi manusia tidak dapat dinilai hanya dari pengaruh stimulus terhadap indera. Ketiga, John B. Watson (1878-1958). Keempat, Ivan Pavlov (1849-1936) dengan teori classical conditioningnya. Kelima, B. F. Skinner (1904-1990) dengan operant conditioningnya. Kelima, Albert Bandura dengan teori belajar sosialnya (modelling).
 Manusia dalam pandangan behaviorsime sangat mekanistik dan seperti mesin. Konsep mengenai stimulus-respons seolah-seolah menyatakan bahwa manusia akan bergerak atau melakukan sesuatu apabila ada stimulasi.Sementara itu, dalam psikologi Islami lebih kompleks dalam melihat manusia. Jika ditinjau dari psikologi Islam, maka konsep manusia dalam behaviorisme merupakan sebagian kecil dari keseluruhan sistem struktur psikis manusia, yaitu jism. Behaviorisme tidak masuk dalam aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.

DAFTAR PUSTAKA

 

Badri, M. B. (1989). Dilema Psikolog Muslim. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Baharuddin. (2007). Paradigma Psikologi Islami Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Boeree, G. (2016). Personality Theories. Jogjakarta: PRISMASOPHIE.
Hidayat, D. R. (2011). Psikologi Kepribadian Dalam Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Irawan, E. N. (2015). Buku Pintar Pemikiran Tokoh-Tokoh Psikologi dari Klasik sampai Modern. Bantul: IRCiSoD.
Jarvis, M. (2010). Teori-Teori Psikologi : Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Jarvis, M. (2015). Teori-Teori Psikologi Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan & Pikiran Manusia. Bandung: Nusa Media.
Jerry Chih-Yuan Sun, C.-Y. K.-T.-L. (2017). Exploring Learners' Sequential Behavioral Patterns, Flow Experience, and Learning Performance in an Anti-Phishing Educational Game. Journal of Educational Technology Society, Vol. 20. No. 1, 45-60.
Kate A. Levin, J. K. (2012). Adolescent Risk Behaviours and Mealtime Routines: Does Family Meal Frequency Alter the Association between Family Structure and Risk Behaviour. Health Education Research, 23-45.
Kleinman, P. (2012). PSYCH 101 Psychology Facts, Basics, Statistics, Tests, and More! United States of America: Adams Media.
Lahey, B. B. (2007). Psychology : an Introduction, 9th edition. New York: McGrawl-Hill.
Lindzey, C. S. (2013). Psikologi Kepribadian 3 Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: PT Kanisius.
Mohd Nurdin Rumaizah, R. T. (2012). Transparansi Initiatives (TI) In Construction: The Social Psychology Of Human Behaviours. Procedia Social And Behavioral Sciences, 350-360.
Nur, M. A. (2009). Islam & Pembelajaran Sosial. Malang : UIN-Malang Press.
Pervin, D. C. (2012). Kepribadian Teori dan Penelitian . Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Skinner, B. F. (2013). Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Sumanto. (2014). Psikologi Umum. Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service).
Susan P. Harvey, K. L. (2017). The Effects of Physical Activity on Learning Behaviors in Elementary School Children: a Randomized Controlled Trial. Contemporary School Psychology, 1-10.
Vranceanu, S. J. (2017). Experimental Evidence on Gender Differences in Lying Behaviour. Reveu Economque, 859-873.
Wilcox, L. (2012). Psikologi Kepribadian : Analisis Seluk-Beluk Kepribadian Manusia. Yogyakarta: IRCiSoD.



0 komentar:

Posting Komentar